Fay dan Lezi berdiri di tepian ruangan. Laurin mengurus administrasi kepulangan.
Arion masih sesenggukan dengan menggenggam tangan suaminya di atas brankar ruang IGD. Sedangkan Gavin? Dia duduk santai cengar-cengir karena malu istrinya terus menangisinya. Beberapa perawat dan dokter serta beberapa pasien lain memandangi mereka.Sudah lima jam sejak kecelakaan di depan kafe. Sebuah truk pengangkut barang mengalami pecah ban dan menghantam mobil Gavin yang menepi di depan kafe. Untung saja Gavin terselamatkan oleh kebiasaannya sendiri.
Gavin tipe disiplin. Begitu dia naik mobil dan keluar dari pelataran rumahnya, seatbelt harus sudah terpakai. Dan itu berlaku juga bagi semua orang yang berada dalam satu mobil dengannya. Air bag mobil Audi itu juga bekerja cepat bukti benturan itu cukup keras. Mobil Gavin hancur parah bagian depan tapi Gavin hanya mendapat luka gores bagian pelipis dan lengannya. Dia mengeluhkan perutnya yang nyeri tapi tak ada luka serius setelah dilakukan USG. Hasil Scan kepala juga bagus, tidak ada luka apapun pada rangka kepalanya. Semua baik-baik saja. Gavin juga sudah sembuh dari syoknya. Justru istrinya yang masih terkadang kembali sesenggukan.
"Aku sudah mengurus administrasinya. Kalian bisa pulang. Arion, jangan menangis terus. Nggak malu semua orang melihatmu?" Ujar Laurin saat menghampiri Gavin, dan putranya hanya mengedikkan bahunya.
Fay dan Lezi mendekat.
"Saya sudah menghandle pertemuan Anda sir" ucap Fay.
Gavin mengangguk, "thanks ya Fay".
Fay begitu terperangah atas ucapan bosnya. Wah asli, pasti benturan keras itu sangat parah. Buktinya sang bos mengucapkan terimakasih padanya. Bosnya pasti butuh pemeriksaan kejiwaan lebih lanjut. Mungkin saja jiwanya ikut kocak karena benturan.
Tapi tak mungkin Fay mengungkapkannya. Dia membungkukkan badan dan pamit undur diri. Dia harus kembali ke kantor. Agaknya bosnya sudah sehat secara raga, tapi mungkin jiwanya agak oleng.
"Saya akan mengurus sisanya," pamit Lezi.
"Ya," jawab Gavin.
"Arion, sudah jangan cengeng" keluh Laurin. Dari tadi Arion masih juga menangisi suaminya. "Percuma kau menangisinya. Yang kau tangisi tidak luka tidak gimana, dia hanya tidak tahu diri. Sudahlah, jangan berbuat sia-sia" kata Laurin. Dia meraih tangan gadis itu untuk menyeretnya keluar.
Gavin turun dari brankar lalu membopong istrinya.
"Ahhh!! Gavinn!!" Arion terkejut karena mungkin saja masih ada luka lainnya.
"Ayo pulang," ujar Gavin. Dia menggesekkan ujung hidungnya di pipi Arion. Membuat gadis itu tersipu menyurukkan wajahnya di lekukan lehernya dan mendekap erat leher itu.
Laurin hanya memijat pelipisnya yang berdenyut kesal saat melihat kekonyolan mereka. "Sinting anak ini" dumelnya.
***
Gavin terbangun tengah malam. Dia mimpi buruk. Sangat buruk. Dia terengah-engah dan keringat dingin membanjiri wajahnya.
Tidak biasanya dia tidur bermimpi. Dia tidak pernah bermimpi karena sebelum tidur dia melepas semua urusan dunianya seberat apapun itu.
Tapi mimpi ini membuatnya takut. Dia memimpikan calon bayinya yang dulu telah pergi darinya. Oh shitt!! Umpatnya di benaknya.
Dia menggerakkan badannya, tapi Arion memeluknya lebih erat dari punggungnya. Dia mendengus. Dia memutar badannya hingga mereka berhadapan. Gavin mencium bibir yang terlelap itu.
"Nnggghhhh!!" Arion mengerang galak dan berbalik memunggungi Gavin.
Gavin tersenyum. Dia memang tak suka jika tidurnya diganggu apalagi di serang saat dia terlelap. Jika dia lanjutkan dia akan uring-uringan seharian penuh. Oh Gavin pernah mencobanya. Dan, Gavin menyesal. Dia lebih galak dari kucing betina yang sedang menyusui anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Wife (END)
RomanceDia masih sangat muda dan menerima perjodohan konyol ini dengan senyuman. Gavin dalam kondisi finansial yang baik, dia juga sehat secara jasmani dan rohani. Tapi kenapa dia masih betah melajang? Berbagai kalangan wanita banyak yang menginginkannya...