Gavin makin pusing memikirkan istrinya. Sudah satu minggu sejak dia melakukannya dengan kasar. Istrinya bahkan berbicara lebih halus padanya, pilihan katanya lebih lembut dan helaian nafasnya lebih mendesah. Dia tak mampu menahan hasrat di dadanya lebih dari ini.
Tapi yang membuatnya pusing bukan itu. Istrinya tak pernah mempertanyakan perihal kelakuannya malam itu. Namun dia juga tak pernah memperlihatkan gelagat ingin disentuh atau di dekati. Arion bahkan terkesan menghindar. Dia mendingin dibawah permukaannya yang panas.
Apakah ini yang dinamakan kemarahan istri? Kalau memang benar habislah dia. Bisa habis terbakar gairah yang tak terpuaskan tubuhnya. Apa yang harus dilakukannya?
Malam ini jadwal istrinya menjalani terapi itu. Dia akan berbicara dengan hati malam ini. Ya, akan dia lakukan.
"Hai Gavin!!"
Gavin seketika menoleh dari dinding kaca kantornya. Meninggalkan pemandangan silau di luar sana. Dan mendapati Michelle ada di dalam ruangannya sedang mendekat ke arahnya. Gavin sudah memasang kuda-kuda jikalau wanita itu akan memperkosanya lagi.
"Kenapa ekspresimu begitu?" Dahi Michelle berkerut heran melihat pria itu mundur saat dia mendekat.
"Untuk apa lagi kau kesini? Tak tahu malu!" Tukas Gavin sinis.
"Oh ya ampun!!" Michelle memutar bola matanya tak percaya. Sebelah tangannya terangkat untuk berkacak pinggang ala model di atas panggung. "Dengar Gavin..aku hanya berkunjung. Aku habis tanda tangan kontrak di gedung sebelah. Apa aku salah mengunjungi sahabat lamaku?!" Ucap Michelle heran.
"Mulai detik ini hentikan kunjungan ini. Dan kau tak perlu repot menganggapku sahabatmu. Itu tak perlu"
"Cih, kau seperti anak perempuan ABG saja. Hobi ngambek!!" Cibir Michelle.
"Keluar Michelle!!"
"Ah.. aku haus Gavin. Di luar cuaca sangat terik. Berikan aku sesuatu yang menyegarkan. Aku bisa dehidrasi" keluh Michelle seperti tak mendengar ucapan Gavin. Dia malah membanting bokongnya pada sofa tamu dan bersandar memejamkan kedua matanya dengan santai.
"Kau keluar dengan kakimu atau keluar bersama sekuriti?" Tawar Gavin dingin.
"Gavin.."
Gavin mengangkat gagang telpon di mejanya untuk menghubungi bagian keamanan. "Tolong ke ruangan saya dua orang,"
"Aku tahu kalian menggugurkan anak kalian!" Sahut Michelle dengan tegas.
"Ah, saya rasa tidak perlu. Ya, maaf mengganggu kerja kalian" Gavin meletakkan kembali telpon itu. Menata otaknya memilah kata yang tepat untuk menanggapi kalimat Michelle. Gavin hanya berdiri mendekap kedua tangannya di dekat sofa dimana Michele duduk bersandar.
"Jadi, mengapa sepasang suami istri mengugurkan kandungan calon anak mereka?" Tanya Michelle tanpa menoleh sedikitpun. "Apa yang sedang kalian sembunyikan?" Michelle menoleh pada Gavin dengan sorot mata tajam.
Gavin memandang pada mata Michelle langsung dengan dingin.
***
Arion telah mengirim pesan pada suaminya bahwa dia akan berbelanja dan sekalian melihat-lihat jejeran pertokoan.
Dengan senyum lebar dia memasuki sebuah toko fashion pria. Mungkin beberapa potong kemeja untuk suaminya.
Arion memilah-milah bahan dan warnanya. Warna apa yang cocok untuk pria tampannya itu selain, silver, abu, hitam? Biru langit mungkin? Atau biru laut? Mmm.. itu sudah biasa. Nuansa kuning? Warna pasir? Hmmm yang mana yang bisa membuat pria hebatnya terlihat semakin maskulin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Wife (END)
RomanceDia masih sangat muda dan menerima perjodohan konyol ini dengan senyuman. Gavin dalam kondisi finansial yang baik, dia juga sehat secara jasmani dan rohani. Tapi kenapa dia masih betah melajang? Berbagai kalangan wanita banyak yang menginginkannya...