hot 12

53.7K 1.7K 33
                                    

"Gavinn turunkan aku!!!"

Arion terus meronta dan berteriak. Biarlah, sekeras apapun dia berontak dan berteriak, itu hanya berfrekuensi setengah dari umumnya wanita. Selain ukuran tubuhnya yang kecil, tenaga yang kecil, suaranya juga berskala rendah. Jadi, tak akan terlalu mengganggu orang lain yang kebetulan lewat atau melihat. Lagi pula juga, semua penghuni dan pegawai flat itu tahu benar mereka pasangan suami istri. Gavin sudah berpikir bodo amat pada apa yang dipikirkan mereka.

Sejak turun dari mobil Gavin memanggul istrinya bagai karung beras. Dia tak ingin ada adegan kejar-kejaran. Baginya, kejadian di restoran sudah menguras tenaganya. Jadi dia melakukannya untuk menghemat tenaga dan pikirannya.

Gavin meletakkan istrinya di ranjang, memandanginya sebentar dengan geram. Masih terlihat bekas air mata di kedua sisi wajahnya. Dia mendengus pelan. Lalu dia menjauh.

Gavin melepas jasnya, lalu menarik dasinya kasar. Membuka kemejanya dan segera menukarnya dengan piyama. Melempar celananya dan memakai celana piyamanya dengan agak tergesa.

Arion menyaksikan detik demi detik suaminya berganti pakaian dengan penuh emosi. Dan mencampakkan pakaian formal itu di lantai begitu saja. Dia tahu pria itu lelah dengannya. Dia labil, sejenak setuju dengan gagasannya sejenak menolak. Bagaimana dia tidak bingung? Pria itu bersikeras menggugurkan kandungannya. Pria itu tahu benar dia sangat menginginkan kehamilan ini.

Gavin melempar dirinya pada ranjang di sisi istrinya. Menatap langit-langit kamar kemudian memaksa memejamkan kedua matanya setelah menghirup udara dan menghembuskannya pendek.

Arion ingin menukar pakaiannya dengan piyama. Lelah rasanya. Dia ingin istirahat sebentar. Biar saja masalah ini menggantung dan mendiamkan pria itu. Biar dia tahu keinginannya juga kuat. Sekuat pria itu mempertahankan gagasan anehnya.

Gavin memeluk istrinya dari punggungnya saat wanita itu akan beranjak. Meski dia menolak, Gavin justru memeluknya makin erat. Menciumi tengkuknya lalu hingga punggunnya setelah dia membuka ziper belakang dress yang di kenakan.

"Tidak Gavinnhh..."

Gavin menggagahi istrinya di bawah tubuhnya. Mendekatkan wajahnya dan hendak menciumnya. Tapi Arion berpaling menghindari ciuman itu. Gavin dengan gemas mencengkram rahang ringkih itu agar dia bisa puas menciumnya.

Pria itu mendecap setiap sisi leher yang berdenyut tak beraturan itu. Menurunkan dress hingga perut. Terlihat buah dada menyembul terbungkus bra merah menyala. Gavin membuka bra itu. Dada kembar itu tersuguh indah. Gavin tak menunggu lagi. Dia menikmati dada itu, mengecup dan mengulum puncaknya dan memainkan kembarannya.

"Aangghh... Gavinnhhh... Jangannnnhhhh... " Arion berusaha menolaknya namun kedua tangannya meremas rambut pria itu dan membusungkan dadanya agar pria itu lebih keras mencumbunya.

Gavin terus menarik dress itu hingga akhirnya terlepas dan meletakkannya di ujung ranjang. Tubuh selatan itu terbungkus kain merah menyala tipis sepasang dengan bra yang dia lepas tadi.

Perut itu masih datar. Di sana telah mulai tumbuh calon bayi. Calon anaknya. Gavin menggeleng keras menepis fakta itu. Dia kembali dengan rakus mencecap perut itu hingga daerah di bawah pusar. Gavin menggigit di atas kain tipis itu.

"Ahhh!!! Gavinnhh!!" Membuat wanita itu menjerit kenikmatan. Arion menekan kepala Gavin pada daerah intimnya. "ohhh....." Dia tak bisa menahan desahan yang terus saja berhembus.

Gavin melepas kain pembungkus itu dengan gigitannya hingga benda itu kini telanjang. Wanita itu kini tak terhalang apapun. Polos tersaji di depannya dengan pasrah. Kedua mata sayunya menatapnya penuh permohonan agar segera dipuaskan.

Hot Wife (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang