Proloque

47K 1.4K 11
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.
"Jadi aku berharap Hima tolonglah bersikap baik di depan para tetua. Terlebih kedua orang tuaku. Aku tidak mau mereka mengira rumah tangga kita hancur gara-gara Karin."

Wanita bersurai cokelat itu memutar bola matanya malas.

"Demi apa aku harus menikah dengan bajingan seperti dia," lirih Hima dengan memasang muka sengit.

"Hari ini aku akan mengajak Karin ke mari. Bersikaplah lebih sopan kepadanya Hima," ucap Arsel yang membuat istrinya lebih muak.

"Y-yaa ... apa ada hal lain yang ingin kau bicarakan? Setelah ini aku ada pemotretan, jika tak ada hal penting lagi untuk dibicarakan lebih baik kamu pulang ke rumah partnermu itu. Aku kira Karin sedang menangis sesenggukan di pojok kamar mandi hanya untuk menunggumu."

Kedua netra Arsel menatap dalam manik istrinya mencari sirat terluka yang mungkin saja dapat meyakinkan dirinya untuk mempertahankan mahligai pernikahan, namun apa yang ia harapkan tak ia temukan. Dirinya hanya melihat sirat ketegaran yang ditampilkan istri sahnya yang lagi-lagi menimbulkan keraguan dalam hatinya.

Arsel meragukan cinta Hima. Wanita yang sudah setahun belakangan menjadi istri sahnya.

Hima menghela napas panjang. Sedari dulu Arselnya masih sama seperti Arsel yang ia kenal lima belas tahun yang lalu keras kepala, egois, dan mendominasi. Hatinya terluka kala melihat cicin permata pernikahan yang tak lagi melingkar di jari manis milik suaminya.

"Kemarin aku melihatmu jalan bersama Eden."

"Apa masalahnya? Dia hanya photographer yang berada dibawah naungan Our! Look."

"Urusan kerja?" tanya Arsel.

"Iya. Memang apa lagi?"

"Harus di cafe?"

"Sekalian makan siang," jawab Hima sekenanya.

Hima mengambil posisi duduk di seberang Arsel, sembari menyeruput kopi hitam yang masih membumbungkan sedikit kepulan asap.

"Tidak baik keseringan minum kopi." Arsel mengambil alih cangkir milik istrinya dan mengantikan dengan gelas miliknya yang berisi susu.

"Coba sesekali minum susu jangan kopi terus ... Aku liatnya bosan tau." Arsel menyeruput kopi milik Hima dengan wajah tanpa dosa, mengabaikan istrinya yang tengah merengut kesal.

"Bosan?" tanya Hima dengan nada tak percaya, "Bukankah kamu jarang ke mari kamu selalu bermalam di rumah Karin. Emm ... maksudku setidaknya kau jarang melihatku menikmati kopi. Bukankah begitu?"

Raut wajah Arsel berubah seketika, "Maaf Hima, aku sibuk bekerja."

Entah angin dari mana yang membawa Arsel begitu saja melangkah keluar. Hima hanya memandang sendu punggung suaminya yang berlalu, hingga tak lama suara deru mesin mobil terdengar.

"Arsel ... Kau anggap aku ini apa?" Hima menggigit bibir bawahnya mencoba menahan rasa sakit yang menghantam hati, mengobrak-abrik perasaan yang rasanya sudah tak karuan.

***

"One ... two ... three!"

Splashh!!!

"Take!"

Kilatan lensa memenuhi ruangan, hari ini terbit majalah kecantikan dari beberapa produk milik Zet Collection merk brand cosmetic Paris yang menggaet produk lokal.

Beberapa cover majalah menampilkan potret ayu dari Himameswari Putri Aresrio istri dari enterpreneur muda Marselino Obrian. Selain memiliki paras sempurna, putri bungsu dari keluarga Aresrio ini memiliki kecerdasan yang bisa dibilang wah.

Hima merupakan adik tingat dari Arsel, namun dengan jalur akselerasi ia dapat setingkat dengan Arsel.

"Kita ulang sekali lagi Hima. Coba fokuskan pandangan, jangan terlalu menunduk angkat sedikit lagi dagumu," atur Eden dengan tampilan nyentriknya.

"Bagimana ini? " Hima memposisikan sesuai instruksi Eden dan beberapa crew lain.

"Nah bagus. Tahan ... one ... two ... three!"

Splash!!!

Sesuai schedule, pemotretan hari ini digadang-gadang selesai ketika hari mulai petang bahkan bisa lebih. Hima melupakan perkataan Arsel pagi ini jika Karin akan berkunjung ke rumah.

Di lain tempat Arsel yang duduk di meja kebesarannya nampak memperhatikan cover sebuah majalah keluaran terbaru dari Our! Look. Lagi-lagi ia harus memendam rasa yang ntah ia artikan sebagai apa yang ia yakini sekarang hanyalah seorang Marselino tidak suka melihat potret Hima tersebar.

"Gio, hubungi pemilik Our!Look. Mintalah agar pihak mereka membatalkan semua kontrak kerja bersama Hima," titah Arsel kepada Gio sang asisten.

"Anda tahu siapa yang ada dibalik layar dari Our! Look? Ferdy, rival anda sejak dulu. Ia tidak mungkin melepas lumbung padi begitu saja tentunya."

"Kurang asam. Kalau begitu beli beberapa saham milik Our! Look," titah Arsel dengan aura arogan yang mendominasi.

"Tidak akan semudah itu, Tuan Bima Obrian pasti juga tidak akan setuju perihal ini," ucap Gio menasihati. Namun sepertinya tuan mudanya sangat keras kepala.

"Aku akan membicarakan nanti dengan Papa."

"Huh! Kau ini memang keras kepala Bos, lagi pula jalan bisnis seperti Our! Look seperti apa bukan bidang kita."

Arsel memicing. Kemudian tersenyum remeh ke arah Gio.

Srakk!!!

Beberapa majalah yang berada di hadapannya teserak.

Setelah meporak-porandakan majalah yang dibawa oleh asistennya-Gio. Arsel mengebrak meja.

Trang!!

Bunyi benturan gelas wine dengan lantai yang tercipta membuyarkan pikiran Gio. Apakah ini benar Arsel atasannya?

Tidak biasanya Arsel se emosi ini hanya karena ia tidak bisa berbisnis dengan ... yaa semua tahu jika Our! Look tidak sebesar LA Fashion. Namun nama Our! Look akhir-akhir ini memenuhi laman berita. Bisa dibilang namanya sedikit terangkat. Karena terikat kontraknya dengan Hima. Model kenamaan yang namanya telah melejit, prestasi Hima yang mewakili negara di ajang bergengsi di negeri Paman Sam. Ia juga menorehkan berbagai penghargaan dari instansi pemerintahan sebagai wanita yang mempunyai jiwa sosial tinggi, menegakkan hak-hak perempuan yang serasa belum nyata adanya, juga dalam bidang pendidikan.

Namun orang lain dapat mengira jika kehidupan Hima baik-baik saja. Mengingat jarangnya ia terkena terpaan gosip miring, hidupnya tak ubah seperti roler coaster. Seakan kehidupan sedang ingin mempermainkannya.

Hima yang selalu lantang menyuarakan keadilan perempuan. Namun ia serasa kelu menyuarakan keadilan untuknya sendiri.

Bagaimana perasaan Hima yang hancur. Setelah satu minggu pernikahannya ia mengetahui jika Arsel masih berhubungan dengan partnernya.

Hima bukan perempuan yang bisa menerima begitu saja mungkin ia bisa bersikap acuh kepada Arsel. Namun ketahuilah dinding-dinding kamarnya yang selalu menjadi saksi bisu getirnya tangisan Hima.

Apakah Hima kuat dan ikhlas menjalani? Atau ia akan melepas cinta pertamanya dalam artian berpisah dengan Arsel?
.
.
.
To be continue!!!

Pelakor SosialitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang