2

11.3K 752 13
                                    

"Jangan berduka, apapun yang hilang darimu akan kembali dalam wujud yang berbeda."

***

Alisha melipat sajadah dan mukena nya. Ia baru selesai melakukan ibadah di pagi hari nya. Memikirkan perkataan Abhi semalam, membuat Alisha berpikir keras. Alisha tidak akan menolaknya, namun perkataan Abhi sendiri yang membuat Alisha hampir ragu. Alisha menggeleng-geleng kan kepalanya, mengusir pikiran buruk. Alisha membenarkan hijabnya, dari pada ia di kamar dengan pikirannya, lebih baik ia membantu Aisyah di dapur. Lagi pula, tidak boleh tidur sehabis sholat shubuh. Itu akan menutup pintu rezeki kita.

Sebelumnya, Alisha merapikan tempat tidurnya terlebih dahulu. Karena tadi ia sudah hampir kesiangan. Ia bangun sehabis adzan berkumandang, biasanya ia bangun sebelum adzan, bahkan ia sempat untuk membaca Al-Qur'an.

Alisha tersenyum saat menemukan Aisyah tengah mencari bahan atau sayuran di kulkas. "Bunda, mau Lisha bantu?"

"Eh, kamu udah bangun? Bunda kira belum soalnya lampu kamar kamu masih mati." kata Aisyah.

"Iya, Lisha kesiangan, Bun." Alisha mengambil alih bayam yang ada di tangan Aisyah. "Biar Lisha aja yang motong bayam nya,"

"Akbar udah bangun belum ya? Kalau belum bangun coba kamu bangun kan."

"Udah, Bunda. Tadi Lisha dengar suara air dari kamarnya." jelas Alisha. "Ayah pergi ke masjid?"

Aisyah mengangguk. "Iya sayang, bentar lagi paling pulang,"

Abhi memang rajin shubuh di masjid, walaupun hujan, badai, ataupun angin ribut sekalipun Abhi tak peduli. Jika hujan, Abhi akan tetap pergi dengan payung. Karena jarak rumah dengan masjid cukup dekat. Alisha jadi teringat ucapan Ayah nya itu.

"Lisha, kenapa?" tanya Aisyah yang melihat Alisha melamun. Pasalnya Alisha adalah anak yang jarang melamun atau terlalu memikirkan masalahnya. "Sha, masih pagi loh, jangan mau di ganggu setan."

Alisha langsung tersadar. "Eh, Astaghfirullahaladzim. Alisha hampir lupa Bun, nggak boleh ngelamun."

"Kamu mikirin apa?" tanya Aisyah.

"Ucapan Ayah semalam, Bunda."

Aisyah langsung mengecilkan api kompor dan menggeser kursi untuk duduk di sebelah Alisha. "Bunda tau keputusan Ayah mu itu yang terbaik. Ayah nggak mungkin salah, Lisha."

Alisha membuang nafas pelan, Alisha sudah menduga bahwa Aisyah tahu. Aisyah tidak mungkin tidak mengetahuinya. Sebelum bicara dengannya, Abhi pasti bicara kepada Aisyah terlebih dahulu. "Lisha tau itu, Bunda. Tapi ada perasaan nggak enak dari dalam diri, Lisha."

"Yaudah, kamu banyak-banyak berdo'a aja ya. Semoga ini yang terbaik."

Alisha mengangguk mendengar ucapan Aisyah. Ya, semoga saja ini yang terbaik untuknya.

***

+628xxxxxxxxxx
Assalamualaikum, boleh minta hatinya untuk selamanya?

Alisha membulatkan matanya saat membaca pesan yang di kirimkan oleh orang tak di kenali nya. Baru chat saja sudah minta hati, bagaimana kalau sudah saling kenal? Apakah dia akan meminta rumah Alisha? Atau orang tuanya?

Alisha
Waalaikumsalam, siapa ini? Saya tidak kenal, saya blokir kamu ya

+628xxxxxxxxxx
Jangan dong, saya ini soulmate kamu

Alisha mengernyitkan keningnya, lawan bicaranya ini makin mengada-ada. Alisha mengusap-usap dadanya, Astaghfirullahaladzim.

Alisha
Oke, saya blokir kamu. Terimakasih

Alisha membuang nafasnya pelan, padahal ia barusan mandi. Tetapi badannya sepertinya sudah mulai berkeringat kepanasan lagi gara-gara membaca pesan yang dikirim oleh orang tak di kenal. Bisa dibilang, Alisha sedikit emosi. Ah, Alisha langsung teringat akan Davina. Bisa saja perempuan itu yang mengerjainya. Untuk itu Alisha yang akan memastikannya sendiri, walaupun Alisha sudah berdosa karena menuduh orang.

Alisha mencoba menelepon Davina, tapi tidak di angkat oleh gadis itu. Alisha sedikit khawatir, tidak biasanya Davina seperti ini. Alisha mencoba meneleponnya lagi, sampai panggilan ke-lima, tetap tidak di angkat oleh Davina. Yang membuat Alisha sangat khawatir adalah, Davina sedang tinggal sendirian sekarang. Orang tuanya pergi keluar kota dan Bi Nita, orang yang menjadi asisten rumah tangga, juga pulang kampung di karena kan suaminya yang sakit. Makanya Davina bilang bahwa ia sedang malas masak.

"Astaghfirullahaladzim, nggak boleh mikir yang aneh-aneh. Bisa jadi Davina lagi keluar terus ponselnya ketinggalan atau ponselnya mati," ucap Alisha mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Alisha langsung mengambil tasnya, ia sama sekali tidak tenang. Untuk itu ia akan memastikan sendiri, pergi ke rumah Davina.

"Lisha, mau kemana?" tanya Aisyah saat melihat dirinya tergesa-gesa mengambil sepatu.

"Ke rumah Davina, Bunda."

"Terus, kenapa kamu mau cepet-cepet, gitu?" tanya Aisyah lagi.

"Nanti Lisha cerita sama Bunda. Lisha pergi dulu ya, Assalamualaikum."

"Iya hati-hati, waalaikumsalam."

***

Alisha sampai dirumah Davina, pintu rumahnya tertutup. Jendela kamarnya juga belum terbuka. Alisha mendorong sedikit pagar rumah Davina agar ia bisa melihatnya lebih dekat.

"Assalamualaikum, Davina? Kamu dirumah? Ini aku Alisha," Alisha menunggu respon orang yang ada di rumah tersebut, namun nihil.

"Davina?" Kali ini Alisha memanggilnya sambil mengetuk pintu rumah perempuan itu.

Saat Alisha mencoba mendorong pintunya, Alisha terkaget. Ternyata pintu rumah Davina sama sekali tidak di kunci, Alisha langsung saja masuk. Pertama ia mengecek dikamar, namun Davina tidak ada. Kedua, diruang tamu, tetapi Davina juga tidak ada.

Alisha mengambil ponselnya, mencoba menelepon Davina lagi. Alisha langsung menoleh saat mendengar nada dering ponsel milik Davina. Bunyi itu dari arah dapur!

Alisha berlari menuju dapur, tak peduli dengan baju gamis yang ia kenakan. Perempuan itu terkaget saat melihat Davina. Pasalnya, Davina tergeletak di lantai.

Dari Askar Untuk Alisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang