31

5.2K 275 15
                                    

"Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit."
—Ali bin Abi Thalib

***

Alisha membereskan beberapa pakaian yang belum ia sempat bereskan semalam. Memasukkan satu-persatu pakaian ke dalam lemari. Alisha lumayan salut dengan rumah ini, pasalnya rumah ini menjadi tempat pertama kalinya Abhi dan Aisyah tinggal bersama. Meskipun Alisha di lahirkan di Bandung, tetapi ia pernah di ajak pulang ke Medan dan mengetahui tentang rumah ini. Selama mereka tinggal di Bandung, rumah di urus oleh Taufiq, anak dari Adik Aisyah sekaligus sepupu Alisha. Tidak banyak yang berubah dengan rumah ini, hanya saja warna cat rumah dan atap yang di ganti karena bocor. Kebetulan pada saat itu Taufiq yang sudah mempunyai keluarga belum memiliki rumah, jadi Taufiq lah yang menempati rumah ini. Sebenarnya tidak hanya sesudah, tetapi sebelum berkeluarga Taufiq sudah menempati rumah ini di karenakan rumah ini dekat dengan kampus dan SMA Taufiq. Sebelum Taufiq, rumah ini memang masih terurus, tetapi tidak terlalu terurus seperti Taufiq mengurusnya. Tadinya, rumah ini hanya seminggu tiga kali di bersihkan dan di lihat.

Alisha juga ingat pada saat ia pulang ke Medan ia menempati kamar ini. Perempuan itu beralih menatap Askar yang sedang tertidur. Ya, sebenarnya saat ini masih jam dua pagi. Alisha terbangun karena melakukan sholat tahajjud. Sepertinya Askar kelelahan makanya laki-laki itu tak terusik sekali pun terdengar suara percikan air di kamar mandi.

Alisha sedikit mengguncang badan Askar. "Askar ... Bangun, Kar. Kamu mau sholat tahajjud, enggak?"

Tidak ada tanda-tanda bahwa Askar akan bangun, sepertinya laki-laki itu benar-benar kelelahan. "Sayang ... " panggil Alisha pelan, namun anehnya itu berhasil membangunkan Askar.

"Kamu manggil aku apa tadi? Coba ulangi." pinta Askar.

"Manggil apa? Enggak ada, aku panggil kamu 'Askar' kok." elak Alisha.

Askar cemberut, memalingkan wajahnya. "Ya udah, tidur aja lagi."

"Eh, jangan! Kamu enggak mau sholat tahajjud?"

Askar tak menjawab justru ia malah balik bertanya. "Kamu udah sholat?"

Alisha mengangguk. "Iya, sekarang gantian kamu."

Askar yang tadinya hanya memalingkan wajahnya sekarang ikut membalikkan badannya. "Aku kira bakal sholat bareng."

"Aku mau bangunin kamu tadi. Tapi ku enggak tega." cicit Alisha. "Kamu keliatan lelah banget."

Askar langsung membalikkan badannya kembali. Ia sebenarnya tidak benar-benar marah, ia hanya mencoba untuk menguji Alisha. Askar bangkit dan langsung memeluk tubuh perempuan itu. Menciumi puncak kepala dan mengelusnya. "Kira-kira kalo kita enggak di jodohkan kamu bakalan suka sama aku, enggak?"

Pertanyaan random Askar saat jam dua pagi membuat Alisha langsung melirik Askar yang ada di atasnya. "Menurut kamu?"

"Enggak," kata Askar. "Tapi dari awal pas di jodohin kamu emang enggak suka sama aku."

Alisha mengangguk, ia memang sama sekali tidak mengelak apa yang Askar bilang. Memang itu kenyataan nya. "Kamu tau? Dari awal pas liat kamu aku mikir kalo kamu itu brandalan, itu salah satu yang buat aku jauhin kamu. Terus kamu tiba-tiba ngirim pesan sama aku, yang menurut aku itu 'agak' enggak sopan. Tapi soal perjodohan, aku emang enggak bisa nolak. Karena aku yakin pilihan Ayah pasti selalu yang terbaik, Allah juga pasti milih jodoh yang terbaik buat aku."

Dari Askar Untuk Alisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang