"Tak perlu khawatir akan bagaimana alur cerita pada hidup ini. Jalani saja, perankan saja. Allah ialah sebaik-baiknya sutradara."
***
Askar menatap malas Bu Mina, guru matematika wajib. Askar menelungkup kan wajahnya di lipatan tangan. Matematika wajib padahal yang wajib itu sholat.
Zaki yang duduk di sebelah Askar menyenggol lengan laki-laki itu. Bu Mina akan marah dan menghampiri Askar jika laki-laki itu tertidur. Bu Mina juga bisa membuat Askar yang hadir menjadi tidak hadir di absennya. Jika absen sudah melebihi lima, Bu Mina akan memasuki nya ke BK. Dan bisa juga tidak masuk pelajarannya selama satu semester. Begitulah Bu Mina.
"Bentar, Zak. Bentar aja, lagian jamnya Bu Mina bentar lagi abis." ujar Askar.
"Habis ini pulang, sholat jum'at."
"Hah? Emangnya ini hari apa?" ucap Askar yang sepertinya sudah agak ngelantur.
"Ya hari jum'at."
"Oh, iya iya."
Benar saja, tak lama kemudian Bu Mina keluar. Bersamaan dengan bel waktu pulang. Masing-masing teman sekelas Askar membereskan buku-bukunya termasuk Zaki. Tidak dengan Askar yang malah tidur.
Reno yang duduk di depan Askar menoleh ke belakang dan menaikan alisnya, tanda ia bertanya. Zaki menyatukan kedua tangannya kemudian di angkatnya ke samping pipinya dan memejamkan matanya. Reno yang paham maksud Zaki pun mengangguk-angguk sambil membuat huruf 'o' di bibirnya.
"Kar, bangun nanti telat jum'atan." Zaki mencoba membangunkan Askar.
"Enggak mempan, kurang power bangunin nya." sahut Aidan yang duduk di samping kiri Zaki. "Siram aja pake air." sambungnya lagi.
"Lo aja, kalo lo mau kena ceramah sama Askar." ujar Reno.
Aidan bergedik. "Ihh, enggak deh! Lagian itu cuma saran, kalo di kerjain alhamdulilah. Gak di kerjain ya enggak apa-apa." ucap Aidan yang sudah seperti hukum Sunnah.
Liam yang sudah membereskan buku-bukunya ikut menoleh ke arah Askar. Laki-laki itu menggerakan bahu Askar pelan. "Kar, bangun inget kewajiban lo sebagai seorang muslim."
Detik itu juga Askar terbangun dan membereskan buku-bukunya. Sementara Reno dan Aidan masih tercengang.
***
"Assalamualaikum Warahmatullaahi wa barakatuh."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh."
"Kaum muslimin rahimakumullah. Marilah kita memanjatkan Puja dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT dengan nikmatnya dan hidayahnya kita dapat berkumpul disini menunaikan solat berjamaah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah menyampaikan Agama yang sempurna kepada umat manusia. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang selalu berpegang teguh dengan sunnah Beliau hingga ajal menjemput kita."
Khutbah Jum'at di mulai. Jama'ah sholat menjawab dan mendengarkan dengan seksama. Termasuk ke empat laki-laki yang masih memakai seragam pramuka. Askar, Zaki, Reno dan Aidan. Liam? Laki-laki itu tidak ikut sholat Jum'at karena laki-laki itu berbeda dari mereka. Biarpun begitu, mereka tetap bersama-sama tanpa melihat adanya perbedaan.
"Topik kita hari ini akan membahas tentang anak muda, bukan orang tua. Kenapa? Karena kalau orang tua ke masjid memang sudah wajar, malaikat maut sudah dekat. Tapi anak muda yang badannya sehat, yang uangnya banyak, yang tenaganya gagah perkasa. Dan ada anak muda yang sibuk dengan pacarnya. Ada anak muda yang sibuk dengan sakau nya. Ada anak muda yang sibuk dengan handphone nya. Tapi ada anak muda yang rela harta, nyawa, tenaga, keringat, peluh air mata untuk berkorban demi agama. Merekalah anak muda yang di tambahkan Allah hidayah selamanya."
Askar melihat sesaat ke arah Aidan yang ada di sebelahnya. Namun, laki-laki itu langsung membuang pandangannya. Ya, Aidan akui ia memang tersindir dengan khutbah yang di berikan. Apalagi dengan tatapan Askar kepada nya.
"Maka, barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum'at. Diberikan oleh Allah kekuatan anak muda. Diberikan Allah istiqomah anak muda. Diberikan kehebatan anak muda sampai Jum'at berikutnya."
***
"Bunda, Akbar kapan pulang?" ucap Alisha sembari mencuci piring.
"Hari ini pulang katanya." jawab Aisyah.
Alisha berucap syukur, sebenarnya ia takut ada hal yang tidak di inginkan terjadi pada Akbar. Walaupun Alisha tahu, Akbar hebat dalam mendaki tetapi tetap saja. Mendaki gunung saat musim penghujan seperti ini adalah hal yang sangat mengkhawatirkan.
"Bunda tadinya emang khawatir karena Akbar enggak pulang. Tapi tadi Bunda udah telepon, katanya pulang hari ini." sambung Aisyah.
Alisha mengangguk-angguk paham. Ia mematikan keran air dan menyusun piring ke dalam lemari. Alisha sedikit menajamkan pendengarannya, sepertinya ia mendengar ada orang yang mengucapkan salam. Sepertinya itu Abhi yang baru pulang sholat Jum'at. Alisha segera berjalan menuju pintu depan dan membuka kunci pintu tersebut. Dan benar saja, Abhi telah menunggu. Alisha menjawab salam dan meminta maaf kepada Abhi.
Setelah itu keduanya masuk ke dalam rumah. Alisha mengikuti Abhi yang berjalan ke arah ruang makan. Ternyata Aisyah telah duduk disana. Alisha menggeser kursi yang ada di sebelah Aisyah.
"Bunda lupa bilang sama kamu. Temen Bunda ada yang punya WO kamu mau pakai enggak? Atau kamu cari sendiri?" ucap Aisyah sembari membuka toples keripik bawang.
Alisha berpikir sesaat, kalau seperti ini harus dengan persetujuan Askar juga kan? Alisha mau-mau saja memakai Wedding Organizer teman Aisyah, tetapi jika Askar tidak mau dan mencari Wedding Organizer sendiri bagaimana?
"Lisha pikir-pikir dulu ya, Bun. Sekalian bilang sama Askar juga."
"Ah, enggak apa-apa, Nak. Bunda udah bilang sama Askar, katanya dia setuju." ucap Aisyah yang membuat Alisha berpikir, lagi.
Lagi-lagi, Alisha selalu ketinggalan informasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Askar Untuk Alisha [END]
Romance"Kita nikah besok aja bisa gak sih, Kak? Kalo kayak gini ceritanya aku kan gak bisa marah sama Kakak. Karena aku bukan siapa-siapa Kakak." *** Selama ini Alisha tidak pernah dekat ataupun berhubungan dengan lelaki manapun. Alisha selalu berusaha me...