18

6.8K 447 10
                                    

"Orang yang paling cepat melupakan kesalahan orang lain adalah orang yang paling bahagia."

***

Hari senin adalah hari yang paling dibenci oleh para pelajar, termasuk Askar. Selain upacara, Askar membencinya karena pelajaran hari senin adalah matematika wajib, dimana ia akan bertemu Bu Mina selama empat jam.

Sebenarnya Askar ingin libur untuk beberapa hari. Beri ia waktu, dirinya kan pengantin baru. Itulah yang ada di pikiran Askar. Namun, Kafkar berkata lain. Askar harus tetap sekolah, bagaimanapun juga sekolah harus tetap menjadi kewajiban Askar. Begitulah yang Kafkar katakan. Askar pun tidak bisa membantahnya, karena apa yang dibilang Kafkar itu benar.

"Aku pikir kamu enggak sekolah." ucap Alisha sambil membenarkan dasi Askar. Kalau di cerita-cerita lain si perempuan akan memasangkan dasi untuk suaminya yang pergi kerja. Tapi tidak dengan Alisha yang memasangkan dasi untuk suaminya yang pergi sekolah.

"Aku juga maunya gak sekolah. Mau sama Kasa aja." ujar Askar.

"Enggak boleh gitu. Kamu harus sekolah, belajar yang bener."

"Terus habis tamat sekolah aku nafkahi Kasa," tambah Askar. "Atau kita buat Askar dua aja, atau Alisha dua?"

***

Bersyukurlah Askar karena tidak terlambat datang ke sekolah. Karena jarak hotel sekolah lumayan jauh, berbeda jika ia berada di rumahnya. Askar pasti tidak terlambat dan datang pagi.

Bel masuk berbunyi, Askar semakin cepat melangkahkan kakinya. Bersamaan dengan itu, Askar melihat ke empat temannya. Sepertinya mereka juga baru datang sama seperti Askar.

"Tumben baru dateng." ucap Askar untuk menyapa semuanya.

"Lo juga tumben-tumbenan, Kar." ujar Zaki.

"Ya iyalah Askar telat orang tadi malem lagi nikmat-nikmatnya." sahut Aidan.

"Bener itu! Jadi gimana tadi malem, Kar?" ujar Reno.

"Tadi malem nikmat banget, apalagi tadi pagi."

Zaki kaget, ini pertama kalinya Askar seperti itu. Apa menikah membuat pikiran Askar menjadi kotor? Atau malah sebaliknya pikiran Zaki yang terlalu kotor dan kejauhan?

"Astaghfirullahaladzim, Askar! Lo begituan sampe pagi?" suara Aidan yang besar hampir membuat seluruh siswa-siswi di sekitar melihat ke arah mereka.

"Dan, suara lo." Liam ikut bicara.

Aidan langsung menutup mulutnya. "Duh, sorry. Kelepasan."

"Kebiasaan." ucap Zaki.

Askar mengerutkan keningnya. Sebenarnya ia tahu bahwa teman-temannya, terutama Aidan dan Reno memikirkan hal aneh. Untuk itu Askar akan menjahili mereka.

"Iya lah! Dulu kan seringnya gue solo, sekarang bisa berdua."

Aidan bersorak. "Lo pake ilmu yang gue kasih gak?"

Askar menggeleng. "Gue sama lo kan jagoan gue," canda Askar. "Udah, ayo cepet. Udah mau upacara."

***

Setalah pelajaran matematika wajib selesai, untungnya jam istirahat. Jadi saat ini Askar dan ke empat temannya duduk di bangku kantin. Dengan masing-masing mie ayam di hadapan mereka dan juga jus jeruk.

"Kar, yang tadi pagi serius?" Zaki membuka suara, ia masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

Aidan mengangguk-angguk. "Bener kita lo, Zak. Sebenernya gue ga percaya sih."

"Itu karena lo berdua belom nikah. Coba aja udah nikah pasti kayak Askar juga." Reno membela Askar.

"Halah, lo ngebela Askar karena di traktir sama dia kan?" kata Aidan yang sudah paham dengan jelas sifat Reno.

"Hehe, tau aja. Nanti takutnya Askar gak jadi traktir kita." Reno melanjutkan makannya.

"Askar gak kayak lo." ujar Liam.

"Iya sih." Reno membenarkan ucapan Liam.

"Kenapa pada ga percaya sih sama yang gue bilang. Padahal itu sah-sah aja sebagai seorang muslim." jelas Askar.

"Iya bagi yang punya istri." ujar Aidan sambil menyeruput jus jeruknya.

"Siapa bilang?" Askar menaikan satu alisnya.

Askar bingung, tetapi yang mendengar justru lebih bingung.

"Lo ngelakuinnya berapa kali?" Reno justru bertanya balik.

"Enam."

"Hah?!"

Tidak hanya Reno, Aidan dan Zaki yang kaget. Liam yang diam dan menyimak saja pun ikutan kaget. Bahkan sepertinya pun seisi kantin juga ikut kaget dengan suara mereka yang terbilang kuat.

"Beneran, tadi malem dua. Tadi pagi empat." jelas Askar yang membuat mereka tambah kaget lagi.

"Kar, lo bercanda ya?" Aidan menatap Askar tak percaya. "Lo kan orangnya alim banget."

"Justru karena gue alim gue kayak gitu," jawab Askar dengan santai. "Tahajud dua rakaat, qobliyah shubuh dua rakaat, shubuh dua rakaat. Pas enam kan?"


Dari Askar Untuk Alisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang