32

5.1K 277 20
                                    

"Kurangilah kesenanganmu pada dunia, agar berkurang kedukaan mu di akhirat."
—Imam Syafi'i

***

Alisha meremas abaya nya kuat. Sementara Askar berusaha menenangkan Alisha dengan tangan kirinya. Tangan kanan ia gunakan untuk mengendarai mobil mereka. Istana Maimun menjadi tujuan akhir mereka karena mendapatkan kabar buruk dari Abhi. Aisyah di larikan ke rumah sakit. Alisha sudah menduga dari awal kedatangannya bahwa Aisyah sedang tidak baik-baik saja. Alisha yang cemas tak sanggup untuk menyetir, Askar dengan tenang mengambil ahli kendali mobil mereka. Jika Alisha menyetir di kondisi saat ini, itu malah tambah akan membahayakan nyawa mereka.

Meski begitu, Alisha tetap memberikan petunjuk jalan bagi Askar. Walaupun badan perempuan itu bergetar saat mengucapkannya.

Askar masih tetap mengelus Alisha dengan lembut. Mengatakan bahwa Aisyah baik-baik saja, tidak ada yang perlu di takutkan. Dan mereka hanya perlu berdo'a demi keselamatan semuanya. Namun Alisha tetap lah Alisha, perempuan itu tida akan bisa tenang jika tidak melihatnya secara langsung, ia perlu memastikannya. Memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.

Mobil yang mereka kendarai berhenti di rumah sakit Murni Teguh, sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Abhi. Alisha turun dengan cepat dan berjalan tergesa-gesa, di susul oleh Askar yang menyesuaikan langkah kakinya dengan Alisha yang begitu cepat. Alisha berhenti melangkahkan kakinya saat tiba di meja resepsionis.

"Permisi, Kak. Ruangan nomor 176 ada dimana, ya?"

Resepsionis itu tersenyum. "Sebentar ya, Kak. Saya cari dulu." Jari-jarinya bergerak dengan cepat untuk menemukan ruangan yang Alisha cari. Setelah itu ia menatap kembali Alisha. "Ada di lantai tiga, lorong B ya, Kak."

"Ah, iya. Makasih, Kak."

Askar menahan tangan Alisha begitu melihat perempuan itu ingin berjalan dengan cepat lagi. "Kamu harus tenang, ini dirumah sakit. Kalo pasien yang lain terganggu gimana?"

Alisha langsung terdiam, ia hanya ingin memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Memastikan bahwa ini semua tidak seperti yang ada di pikirannya. Ia ingin menghapus pikiran buruknya.

Askar menggenggam tangan Alisha dan mengajak perempuan itu untuk duduk beristirahat sebentar.

Alisha membuang nafasnya pelan, membiarkan punggungnya bersandar di kursi. Akhir-akhir ini emosinya memang tidak stabil. Alisha yang awal-awalnya selalu bisa mengendalikan emosinya, entah mengapa saat ini selalu keluar dan membeludak begitu saja. Semenjak itu pula Askar selalu terlihat lebih dewasa daripada dirinya yang ke kanak-kanakan.

"Udah tenang?" tanya Askar sambil mengelus lembut tangan Alisha.

Alisha mengangguk. "Maaf, kayaknya kekhawatiran aku terlalu berlebihan."

"Enggak apa-apa. Mungkin kalo ini juga terjadi sama Umi aku juga bakal kayak gini. Tapi semoga aja enggak terjadi." Askar dengan pelan menarik Alisha. "Ayo, nanti Ayah sama Bunda nungguin kita."

***

Alisha terus mengucapkan shalawat, memegang tangan Aisyah dengan erat. Aisyah masih tak sadarkan diri, dan tubuh wanita itu terbaring lemas di brankar. Dengan alat detak jantung dan alat pembantu pernapasan. Tak habis-habis, mulut Alisha melantunkan ayat-ayat suci dan do'a yang ia tujukan kepada Aisyah agar tetap selamat dan sehat kembali.

Di samping Alisha, Askar duduk sambil mengelus bahu Alisha yang nampak bergetar. Tidak seperti tadi, Alisha agak nampak tenang sekarang. Mungkin karena bisa melihat kondisi Aisyah secara langsung. Saat Askar dan Alisha masuk, Abhi izin untuk pergi membayar uang perobatan. Ia juga sedikit tenang karena ada Askar dan Alisha yang bisa berganti berjaga dengannya. Untuk itu ia bisa pergi meninggalkannya Aisyah keluar.

Tangan Alisha yang awalnya menengadah perlahan mendekat ke arah wajahnya, pertanda perempuan itu sudah siap berdo'a untuk Aisyah.

"Bunda kok enggak bangun, Kar? Apa do'a aku kurang?" Alisha menatap Aisyah yang masih menutup matanya, seperti enggan untuk membukanya.

Askar menggeleng pelan. "Enggak, do'a kamu udah cukup. Cukup banget malah. Mungkin Bunda masih lelah, jadi mau istirahat dulu."

Alisha membuang nafas pelan, kemudian ia mengangguk. Perempuan itu jadi teringat dengan Akbar. Akbar yang mengetahui hal ini pasti akan sama sedihnya dengan dirinya, apalagi di masa saat ini Akbar tidak ada di samping Aisyah untuk menemani.

Perempuan itu membuka tas kecil dan mengambil ponselnya.

"Kamu mau ngapain?" tanya Askar begitu melihat Alisha yang sudah menggenggam ponselnya.

"Mau ngasih tau Akbar."

"Aku rasa Akbar jangan di kasih tau dulu."

"Kenapa?"

Askar membuang nafas pelan. "Oke, kamu boleh ngehubungin Akbar asal jangan bilang kalo Bunda lagi sakit."

"Kalo aku mau nyuruh Akbar kemari?"

"Bilang ada acara."

"Kenapa kita enggak jujur aja?" Alisha menatap Askar yang juga menatapnya. Alisha tahu maksud Askar itu baik, tetapi jika caranya seperti ini bukankah sama saja membuat Akbar kaget? Apalagi jika berkata bahwa ada suatu acara, pasti Akbar berpikir bahwa itu adalah acara yang bahagia. Jika Alisha mengatakan dari awal, maka Akbar bisa sedikit menenangkan hatinya, bukan?

Askar lebih memilih membawa Alisha ke dalam pelukannya. "Kita tanya Ayah aja, ya."

***

Hari semakin gelap, Askar dan Alisha pulang ke rumah untuk membersihkan diri mereka dan membawa beberapa makanan untuk dimakan dirumah sakit. Alisha juga membawa baju Abhi dan Aisyah. Abhi memang tidak sempat pulang ke rumah, karena banyak yang harus ia urus untuk perobatan Aisyah. Dengan kondisi Aisyah yang seperti itu juga tidak memungkinkan untuk membawanya pulang ke rumah.

Aisyah pun masih enggan untuk membuka matanya, namun saat di perjalanan menuju rumah sakit, Alisha di kabarkan oleh Abhi bahwa Aisyah sudah sadarkan diri.

Mobil yang di kendarai oleh Askar melaju dengan cepat. Askar mungkin memang baru mengetahui tentang jalan yang ada di kota Medan, tetapi ia adalah orang yang cepat mengingat dan menghafal segala hal. Mudah bagi Askar untuk mengingat nama-nama jalan yang ia lewati.

Mobil berhenti dan terparkir di basement rumah sakit. Keduanya cepat-cepat keluar dari mobil. Dengan Askar yang menggandeng erat tangan Alisha. Mereka segera menaiki lift untuk pergi ke lantai 3 ruangan 176, lorong B, dimana Aisyah di tempatkan.

Benar saja, saat Askar membuka pintu terlihat lah dua orang yang menoleh ke arah Askar dan Alisha. Alisha langsung berjalan cepat ke arah wanita yang tersenyum saat melihatnya.

"Bunda udah enakan? Udah selesai istirahat nya?"

Aisyah mengangguk pelan. "Bunda bikin kamu khawatir, ya?"

"Banget, Alisha khawatir banget sama Bunda." Alisha meletakkan makanan di atas nakas dan memberikan pakaian yang ia bawa kepada Abhi. "Ada yang Bunda mau?"

"Bunda mau Akbar. Akbar kemari, kan?" tanya Aisyah kepada Alisha yang terdiam.

Askar membuang nafas pelan. "Iya, Bunda. Nanti Akbar kemari, sekarang Bunda mau apa?"

"Bunda mau telepon Akbar aja kalo gitu." ucap Aisyah yang membuat Askar mengangguk untuk menurutinya. Sepertinya Aisyah benar-benar menginginkan Akbar saat ini.

*

**
Kira-kira kenapa Bunda mau jumpa sama Akbar?

Dari Askar Untuk Alisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang