5

10.4K 681 7
                                    

"Semakin berat ujian nya, maka semakin besar pula pahalanya."

***

Alisha menutup pintu mobil milik Davina, di susul dengan Davina yang juga ikut menutupnya. Perempuan itu menatap bangunan tinggi dan panjang di depannya. Saat ini Alisha dan Davina sedang berada di pondok pesantren milik Aisyah dan Abhi. Alisha hari ini memang ada jadwal mengajar di sini. Sedangkan Davina, perempuan itu ikut kemari untuk membantu Alisha.

Dua perempuan itu berjalan ke rumah kecil. Rumah kecil itu adalah rumah yang di khususkan untuk tamu ataupun orang asing yang datang. Biasanya ada Fatimah, teman Aisyah yang menjaga rumah itu. Singkatnya, jika ada tamu atau orang yang datang harus melapor ke Fatimah. Ini mencegah adanya orang jahat yang masuk ke pondok. Tak hanya itu, di depan gerbang juga ada dua satpam yang siap menjaga.

"Assalamualaikum, Umi." ucap Alisha begitu melihat Fatimah.

"Waalaikumsalam, eh ada Lili sama Vina." Fatimah tersenyum melihat dua perempuan itu. Wanita paruh baya itu memberikan buku dan pulpen kepada Alisha. "Ini ya, kayak biasanya. Tulis nama sama tanda tangan."

Alisha dan Davina mengangguk-angguk. Alisha menulis lebih dahulu, dan Davina kedua. Setelah selesai kedua perempuan itu pamit kepada Fatimah.

Alisha masuk ke dalam satu kelas, yang isinya adalah murid SMP kelas delapan.

"Assalamualaikum." ucap Alisha dan Davina bersamaan.

"Waalaikumsalam, ustadzah." jawab mereka kompak, membuat Alisha tersenyum.

"Udah lama ya nunggu? Siapa yang absen hari ini?" tanya Alisha.

"Belum kok, kami juga baru aja masuk, ustadzah." jawab Aina. "Dan yang nggak masuk hari ini Tasya, ustadzah." jawab gadis itu lagi.

"Kenapa Tasya nggak masuk?"

"Perutnya sakit, dia juga muntah tadi. Jadi tidur deh di asrama." jelas Aina.

Alisha mengangguk-angguk mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aina. "Yaudah, hari ini kita lanjutkan pelajaran kita yang terlewat ya, sampai mana kita?"

"Ustadzah!" panggil Zahra, salah satu murid di kelas Alisha.

"Iya, kenapa, Zahra?" tanya Alisha.

"Ustadzah udah punya suami ya? Tadi suami ustadzah dateng ke sini." ucap Zahra, membuat Davina langsung menatap Alisha.

Sementara Alisha mengerutkan kening nya bingung. Entah siapa yang di maksud oleh Zahra, Alisha tidak tahu. Sekarang, hanya satu yang ada di pikiran Alisha, Askar. Ya, Alisha menduga bahwa laki-laki itu mengunjungi pondok pesantren milik orang tua Alisha.

"Belum, ustadzah Lili mana punya suami. Nikah aja belum kok, kalau ustadzah nikah kan kalian pasti di undang." ucap Davina membantu Alisha.

"Ooh gitu ya, berarti dia berdosa dong. Karena ngaku-ngaku jadi suaminya ustadzah." kata Zahra.

Alisha langsung menatap balik Davina. Membuat perempuan itu tersenyum kikuk.

Alisha berdehem."Kalau kalian masih ngomong ustadzah keluar ya."

"Eh iya, maafin Zahra ustadzah." Zahra langsung menundukan kepalanya.

"Ustadzah maafin Zahra kok. Sekarang ustadzah mau semuanya buka buku bahasa Arab sekarang." ucap Alisha.

Semuanya langsung patuh mendengar ucapan Alisha. Mereka membuka tas mereka dan mengeluarkan buku bahasa Arab.

"Halaman berapa ustadzah?" tanya Rayna.

Saat Alisha ingin menjawabnya, ponsel milik nya berdering. Alisha langsung minta maaf, dan pamit keluar. Sementara itu Davina yang akan menggantikannya.

"Assalamualaikum, kenapa, Bunda?" tanya Alisha begitu mengangkat telepon, yang ternyata adalah Aisyah.

"Waalaikumsalam, Alisha. Kamu jumpa Askar nggak?"

Alisha mengerutkan keningnya, berarti benar dugaannya bahwa Askar datang ke pondok. "Nggak jumpa, Bunda. Kalau Alisha boleh tau, ada apa, Bun?"

"Ah, nggak apa-apa sih sebenarnya. Bunda cuma mau tanya aja. Yaudah, Lisha lagi apa sekarang?"

"Lisha lagi ngajar Bun, ini permisi keluar sebentar." jawab Alisha.

"Oalah, Bunda lupa. Maaf ya kalau Bunda ganggu Alisha, yaudah Bunda tutup ya telepon nya, Assalamualaikum."

Belum sempat Alisha menjawabnya Aisyah sudah mematikan teleponnya. Tetapi Alisha tetap menjawabnya walaupun Aisyah tidak akan mendengarnya.

Alisha membisukan ponsel nya, jadi tidak akan ada yang mengganggu selama jam pelajaran berlangsung. Setelah itu, Alisha pun masuk kembali ke dalam kelas dan minta maaf karena membuat pelajaran terhenti. Untungnya ada Davina yang siap membantunya.

***

Askar
Lili?

Alisha
Cuma warga pondok yang manggil aku seperti itu.

Askar
Aku juga mau

Alisha
Terserah kamu

Askar
Lili

Alisha
Kenapa?

Askar
Ga apa-apa

Askar
Soalnya lucu

Alisha menatap pesan dari Askar, setelah itu ia mematikan ponselnya. Davina yang sedang menyetir melihat sesaat ke arah Alisha.

"Kenapa, Sha?" tanya Davina.

"Nggak kenapa-kenapa kok, aku cuma ngerasa pusing aja karena main hp di mobil." jelas Alisha.

Davina hanya bisa mengangguk mendengar jawaban yang keluar dari mulut sahabatnya itu. "Yaudah kalau pusing kamu tidur aja, nanti aku bangunin kok."

"Nggak usah, aku nemenin kamu aja. Nanti kalau ada apa-apa kan bahaya."

Alisha memijat keningnya sesaat, sebenarnya ia tidak benar-benar merasa pusing, ia hanya bingung. Askar memang benar-benar telah mempengaruhi hidup nya. Alisha menarik nafas dalam, setelah itu ia hembuskan perlahan. Perempuan itu beristighfar di dalam hatinya.

Setelah merasa tenang, Alisha menghembuskan nafasnya lagi. "Na, kita singgah beli martabak bentar ya. Titipan nya Bunda tadi pas di rumah." kata Alisha.

"Ada ya, Sha? Orang jualan martabak siang-siang?" tanya Davina.

"Ada, itu langganan nya Bunda. Dari jaman SMA katanya. Martabaknya juga khas banget, dibuatnya masih secara tradisional." jelas Alisha.

"Aku jadi kepengen ngerasain."

"Sekalian aja kita beli banyak nanti." ucap Alisha.

"Untuk apa? Nanti nggak kemakan."

Alisha menepuk keningnya pelan, sepertinya Davina lupa. "Mau di bagikan ke panti. Udah lama juga kan kita nggak ke sana?"

Dari Askar Untuk Alisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang