6

9.1K 573 5
                                    

"Bukanlah kesabaran jika masih ada batas, dan bukanlah keikhlasan jika masih merasakan sakit."

***

Aisyah membuka plastik dan kotak yang membungkus makanan di dalamnya, martabak. Entah kenapa ia memang sangat ingin memakan martabak. "Kamu nggak mau?" tawar Aisyah kepada Alisha.

Alisha langsung menggeleng. "Buat Bunda aja, yang mau makan martabak kan tadi Bunda."

"Ya maksud Bunda kita makan sama-sama." ucap Aisyah.

"Nggak usah, Bunda. Lisha sisanya aja."

Aisyah langsung menyodorkan kotak martabak ke depan Alisha, membuat perempuan itu mengerutkan keningnya.

"Ini, Bunda udah, sekarang kamu makan ya." ucap Aisyah, sebelum wanita paruh baya itu pergi.

Alisha langsung menatap Aisyah yang pergi sambil tertawa kecil. Sekarang Alisha menatap martabak yang ada di depannya. Martabak itu sama sekali tidak berubah bentuknya, sebab Aisyah hanya mengambil secuil saja. Bahkan seperti tidak tersentuh sama sekali. Kalau begini nama nya bukan sisa, ini sama sekali belum di makan.

Alisha langsung menutup kotak yang membungkus martabak tersebut. Alisha akan pergi mencari Aisyah, untuk membawakan martabak ini kembali dan tujuan utamanya saat ini adalah dapur!

Alisha melihat Aisyah yang membuka kulkas dan mengambil semangkuk jelly. Alisha langsung berlari dan mengganti mangkuk yang ada di tangan Aisyah menjadi sekotak martabak. "Maaf ya, Bunda." Alisha langsung berlari meninggalkan Aisyah.

Aisyah hanya bisa tersenyum melihat Alisha, wanita itu menatap makanan yang sekarang ada di genggaman nya. Padahal ini sebenarnya memang untuk Alisha, Aisyah masih ingat kalau anaknya itu ingin makan martabak, walaupun itu sudah sebulan yang lalu. Alisha tak pernah sempat membelinya, karena perempuan itu yang jarang keluar dan tidak mau memesan secara online karena katanya tidak bisa melihat proses pembuatan nya. Bisa di bilang, bagi Alisha, kelezatan martabak di lihat dari cara pembuatan nya, cara pembuatan nya itulah yang membuatnya makin enak.

"Lisha, bisa tolongin Bunda?!" ucap Aisyah agak sedikit keras, karena sepertinya Alisha sudah berada di kamarnya.

Alisha yang merasa terpanggil pun langsung membuka pintu kamarnya. "Bunda mau minta tolong apa sama Lisha?" tanya perempuan itu.

"Minta tolong habiskan ini." tunjuk Aisyah pada martabak yang sekarang ada di depannya. Melihat Alisha yang diam, Aisyah langsung berbicara lagi. "Yaudah, Bunda buang aja, soalnya Bunda nggak bakalan habis." ucap Aisyah yang tentu saja itu adalah candaan.

Namun, Alisha langsung menggeleng-gelengkan kapala nya. "Eh, jangan, Bunda. Lisha bantu Bunda kok!"

Aisyah tersenyum. "Sini duduk dekat Bunda."

Alisha menurut, ia menarik kursi yang berada di samping Aisyah. Mengambil satu buah martabak yang ada di dalam kotak dengan hati-hati. Di susul dengan Aisyah yang juga ikut mengambilnya.

"Kamu tadi habis dari pesantren, kan? Bunda kira kamu keluar main-main sama Davina." kata Aisyah.

"Kami emang main-main, Bunda. Main sambil belajar, dapat ilmu sama pahala juga." ucap Alisha.

Aisyah tersenyum. "Besok bantuin Bunda ya, Bunda tadi habis beli bunga baru, cantik bunga nya."

"Bunda beli bunga lagi?" tanya Alisha.

Aisyah langsung mengangguk-angguk. "Bunda lihat tadi yang jualan masih anak dibawah umur, kasian. Belum ada satu orang pun yang beli bunganya. Padahal bagi Bunda bunganya bagus-bagus loh, pandai dia ngerawatnya." jelas Aisyah.

"Astaghfirullahaladzim, terus dia dimana jualannya, Bunda?" tanya Alisha.

"Dia jualan di pinggir jalan, alas untuk jualannya cuma karung beras sama kain."

Alisha tidak habis pikir, orang-orang begitu tega kepada anak yang seharusnya bermain-main dan sekolah di masanya saat ini, malah membuat nya bekerja. Tidak hanya itu saja, terkadang ada orang yang membuang anaknya dan juga menggugurkan kandungannya. Padahal di luar sana banyak orang yang ingin segera diberikan anak oleh Allah SWT, bahkan yang tidak bisa hamil mereka sampai mengikuti program kehamilan atau mengadopsi anak.

***

Alisha masuk ke dalam kamarnya dan membuka ponselnya, ada panggilan tak terjawab dari Davina membuat Alisha mengerutkan keningnya. Langsung saja perempuan itu memanggil balik ponsel Davina.

"Assalamualaikum, Na. Ada apa?" tanya Alisha.

"Ah, enggak apa-apa, Sha. Aku cuma ngetes aja tadi ponsel aku sempat mati. Ini baru bisa karena di telepon kamu." kata Davina di dalam telepon.

"Ooh, aku kira kenapa. Kamu buat aku kaget."

"Maaf ... ngomong-ngomong martabaknya bener-bener enak, Sha! Aku jadi kepengen beli lagi." kata Davina.

"Bener kan yang aku bilang." ucap Alisha. "Yaudah, kalo gitu aku tutup ya telepon nya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Alisha menghembuskan nafas pelan dan mematikan ponselnya. Ia membuka hijabnya dan mengambil jarum yang di pakai untuk melekatkan hijab yang di pakainya. Tak lupa mengganti bajunya dengan baju rumahan. Setelah itu ia akan sholat, dan turun kebawah untuk membantu Aisyah.

Dari Askar Untuk Alisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang