Alisha membasahi kain dengan air dingin, kemudian kain itu ia letakkan di kening Askar. Laki-laki itu kelelahan karena harus kuliah dan melanjutkan bisnis Kafkar. Walaupun seperti ini, semangat Askar tidak pernah pudar. Ia tetap melanjutkan pendidikannya dengan rasa semangat, tanpa membenci salah satunya.
Askar pun saat ini sudah bisa membeli rumah baru untuk mereka tempati. Rumah itu tidak terlalu jauh dari rumah yang di tempati Abhi. Karena Alisha takut terjadi apa-apa dengan Ayahnya itu. Masalah membeli rumah pun Abhi yang menyuruhnya, laki-laki itu bilang bahwa ia bisa hidup sendiri. Biarlah Askar dan Alisha hidup dengan tenang tanpa mengurusinya. Namun Alisha tetaplah Alisha, ia tidak bisa meninggalkan Abhi begitu saja. Oleh karena itu mereka membeli rumah yang tak jauh dari Abhi.
Alisha merendam kembali kain yang ia rasa sudah mengering dan menempelkannya kembali ke kening Askar. "Mana lagi yang sakit? Mau aku pijet enggak? Atau aku ambil obat, ya." tawar Alisha kepada Askar yang masih enggan membuka matanya.
Laki-laki itu bergumam. "Hmm ... Iya ... Aku butuh obat,"
Alisha mengangguk paham, perempuan itu meletakkan mangkok air dinginnya. Alisha akan mencari obat di dapur.
Melihat Alisha yang bersiap pergi, Askar langsung menarik Alisha. Perempuan itu pun jatuh kedalam pelukan Askar. Suhu badan Askar yang panas menyatu dengan suhu badan Alisha yang dingin.
Alisha bergerak perlahan agar tidak menyakiti Askar. "Askar, lepas. Katanya mau minum obat, lepasin aku. Biar aku ambil."
Askar menggeleng, semakin mengeratkan pelukannya. "Obatnya udah ada disini. Makanya kamu jangan kemana-mana." Askar semakin menunduk hingga bersentuhan dengan kening Alisha. Deru nafas keduanya saling beradu.
"Oh, obatnya udah aku ambil juga, ya? Kok aku lupa,"
Askar mengangguk, laki-laki itu menangkup pipi Alisha. "Kamu obatnya sayang. Kamu obat aku, dan aku butuh kamu."
***
Alisha menggeleng-gelengkan kepalanya, Askar yang tadinya terlihat lemah, letih, lesu kini tiba-tiba telah kembali bersemangat. Laki-laki itu kembali bersemangat karena benar-benar telah memakan obatnya. Obat yang tidak dijual di mana pun, dan obat yang hanya ada pada Alisha.
Askar yang bersemangat berganti kepada Alisha yang terlihat lemas, perempuan itu berjalan pelan untuk menemui Kafkar dan Anisa yang ada di ruang tamu. Kedua orang tua Askar datang untuk melihat cucunya. Satu bulan yang lalu, Alisha memang telah melahirkan. Ia telah melahirkan bayi perempuan yang sehat, kulitnya putih bersih seperti Alisha. Hidungnya yang mancung, bulu mata yang lentik dan alis yang cukup tebal. Jangan lupakan bibir pink mungil yang selalu mengeluarkan tangisan saat malam tiba.
"Askarnya mana, Lisha?" tanya Anisa begitu melihat Alisha hanya keluar sendiri.
Alisha jadi kebingungan untuk menjawabnya. Askar memang sakit tadi, tapi sekarang laki-laki itu sudah nampak sehat. Apakah Alisha harus berbohong? Atau Alisha bilang bahwa Askar sedang sakit?
"Askar disini, Yah, Mi." Askar keluar, membuat Alisha bernafas lega.
"Lama banget kamu, udah tau orang tuanya dateng. Malah istrinya sendiri yang suruh keluar." ujar Anisa. Detik selanjutnya, wanita paruh baya itu memanggil Alisha. Membisikkan sesuatu di telinga perempuan itu. "Nanti malem, kalo Askar minta jangan di kasih."
Alisha reflek menjauhkan diri setelah Anisa membisikkan seperti itu. Sungguh, Alisha tak pernah menyangka bahwa kehidupan setelah menikah akan sebrutal ini. Menurutnya.
"Umi! Kenapa bisik-bisik sama istri Askar? Umi bisik-bisik yang enggak bener, ya?!" Askar langsung menarik Alisha kedalam pelukannya. Sementara Alisha hanya bisa pasrah saja di dalam pelukan suaminya.
"Umi bisik-bisik yang bener. Lagipula ini untuk kebaikan Alisha." kata Anisa.
Kafkar yang tidak ingin mendengar ocehan antara Ibu dan anak itu langsung menutup mulut Askar, saat laki-laki itu ingin membalas ucapan Anisa. "Cucu Ayah dimana?" Kafkar menarik tangannya yang ada di mulut Askar.
"Di kamar atas."
Anisa menarik tangan Askar yang masih memeluk Alisha. "Awas tangan kamu, Alisha enggak bisa napas."
"Ayo, Lisha. Kasih tau Ayah dimana." ucap Kafkar.
"Umi enggak sabar mau liat." sahut Anisa.
Alisha hanya bisa tersenyum manis.
Askar menatap interaksi ketiganya. Sebenarnya siapa anak Kafkar dan Anisa? Kenapa jadi Alisha yang lebih di sayang?
***
Askar memeluk Alisha kuat. Kafkar dan Anisa sudah pulang sejak sore tadi. Dan itu membuat Askar bernafas lega, tidak akan ada lagi yang mengganggu dirinya dan Alisha. Sungguh berdosa nya, Askar. Akhir-akhir ini memang banyak orang yang datang ke rumah mereka. Untuk mengucapkan selamat atas kelahiran putri mereka, dan menjenguk Alisha yang keluar dari rumah sakit karena melahirkan.
Alasan orang-orang itu menjenguk baru-baru ini, di karenakan tidak sempat bulan lalu dan banyak pekerjaan. Bahkan, Davina sendiri belum sempat datang untuk menjenguk Alisha. Alisha kira saat Riska datang, mereka pergi bersama. Ternyata tidak, Riska datang bersama Aidan.
Tak hanya teman Alisha dan teman Askar. Orang-orang pesantren, termasuk murid-murid Alisha datang untuk menjenguk. Fahri juga ada saat itu, untungnya laki-laki itu tidak banyak bicara. Kalau tidak sudah Askar tendang keluar rumah.
Alisha melepas pergelangan tangan Askar yang ada di perutnya. Membuat Askar sedikit bingung, karena Alisha langsung bangkit dari tempat tidur mereka.
"Mau kemana? Aku ikut." kata Askar melihat Alisha yang sudah siap-siap untuk membuka pintu kamar.
"Mau ngambil anak kita."
"Hah? Buat apa? Biar aja fff tidur disana."
"Enggak mau, malam ini dia tidur disini."
Askar menelan ludahnya susah, ia tahu tidak akan ada lagi penolakan dalam ucapan yang Alisha buat. Namun Askar, tetaplah Askar. Ia akan mencoba agar hal itu tidak terjadi. Ayolah, Askar masih butuh waktu berdua dengan Alisha.
Askar langsung bangkit dari tidurnya, berlari dan menahan tangan Alisha untuk membuka pintu kamar. "Sayang, jangan gitu dong. Kamu enggak pernah kayak gini, ini kok tiba-tiba sih."
"Lepas, Askar. Aku mau ngambil anak kita."
"Ini pasti gara-gara bisikan Umi tadi, ya? Umi bilang apa? Kamu harus jujur sama aku."
"Diem atau kamu enggak aku kasih 'itu' lagi."
Askar langsung diam. Bukan, memang sebaiknya ia diam kan? Daripada hal-hal yang tidak diinginkan muncul dan berdampak bagi kesenangan dirinya.
***
Extra part selesaiiiSesuai janji, extra part nya ada pas beberapa vote tercapai. Pada nungguin, ya? Oh enggak ternyata.
Makasih ya, udah ngikutin cerita DAUA dari awal sampai selesai. Ini jadi cerita kedua ku yang dapet pembaca lumayan banyak setelah cerita 99 DWPD 💫.
Oh iya, yang mau gabung grup chat bisa hubungi nomor di bawah ini ya.
+62 857-3818-9154 (Apri)
+62 895-2181-2230 (Oji)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Askar Untuk Alisha [END]
Romance"Kita nikah besok aja bisa gak sih, Kak? Kalo kayak gini ceritanya aku kan gak bisa marah sama Kakak. Karena aku bukan siapa-siapa Kakak." *** Selama ini Alisha tidak pernah dekat ataupun berhubungan dengan lelaki manapun. Alisha selalu berusaha me...