10

7.5K 466 3
                                    

"Manusia tidak akan pernah puas sampai hidungnya tertutup kapas."

***

"Assalamualaikum. Lisha dimana? Udah jalan pulang belum?" tanya Aisyah di telepon.

"Waalaikumsalam. Belum, Bun. Kayaknya Lisha pulang agak lama, soalnya ini masih mau makan." jawab Alisha jujur, mereka melupakan waktu makan karena asik berkeliling di mall.

Riska menatap Alisha, kemudian perempuan itu meminta agar Alisha memberikan ponselnya kepada dirinya. Agar ia bisa lebih mudah berbicara dengan Aisyah.

"Assalamualaikum, Bunda. Ini Riska."

"Waalaikumsalam, ada kamu juga ya ternyata." ucap Aisyah di sebrang sana.

"Hehe, iya, Bunda. Emangnya Alisha enggak bilang?" Riska menatap Alisha, membuat perempuan itu menatap balik Riska.

"Bukannya enggak bilang, tapi emang Bunda taunya Alisha sama Davina tadi." jelas Aisyah. Riska mengangguk-angguk, walaupun ia tahu Aisyah tidak melihatnya.

"Kalau gitu, hati-hati ya kalian. Sholat jangan sampai lupa, wajib itu." ucap Aisyah mengingatkan.

"Iya, pokoknya Bunda tenang aja. Ada Riska semua nya aman, Bun."

"Yaudah, Bunda matikan ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Bunda." Sambungan telepon pun terputus, Riska segera mengembalikan kembali ponsel yang ia gunakan kepada sang pemilik nya.

Alisha menerimanya. Melihat Riska yang bercakap-cakap dengan Aisyah, membuat Alisha berpikir bahwa Riska cocok menjadi anak Aisyah. Lebih tepatnya Kakak dari Akbar. Sifat dan tingkah laku mereka hampir sama. Mengingatnya, Alisha menjadi kangen dengan Adiknya itu.

"Jadi, mau makan dimana?" Davina menatap keduanya.

"Aku ikut aja, mau makan di mana pun." kata Alisha.

"Ah, kita ke restoran Papa aku aja gimana?" tawar Riska yang langsung di setujui oleh Alisha.

Berbeda dengan Alisha, Davina justru terkejut. "Kamu punya restoran?"

"Punya Papa aku, bukan aku. Masa kamu lupa, udah lama loh berdirinya." ucap Riska menjelaskan.

Riska langsung menarik tangan Alisha, meninggalkan Davina yang masih berusaha mengingat nya. Sementara itu, Alisha ingin melepaskan genggaman tangan Riska dari tangan nya. Perempuan itu kasihan dengan Davina yang mereka tinggal. Riska mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Dan ternyata benar, tak selang beberapa lama, Davina menyusul mereka.

"Aku baru inget, kamu pernah cerita waktu SMP!" ucap Davina bersemangat setelah bisa mengingat kembali.

Riska tersenyum kecil, sifat pelupa Davina belum hilang ternyata.

***

Davina melihat beberapa anak SMA yang masuk. Perempuan itu terus menatapnya secara terang-terangan tak perduli bagaimana nanti orang melihatnya. Davina langsung membulatkan matanya, pantas saja tidak asing ternyata itu adalah gerombolan yang tidak sengaja ia dan Alisha lihat di restoran sebelumnya di tempo hari atau bulan yang lalu.

Perempuan itu langsung menepuk-nepuk tangan Alisha yang ada di atas meja. Sementara Alisha langsung menoleh ke arah Davina.

"Itu anak SMA yang hari itu sama kita juga kan?" tanya Davina memastikan.

Alisha langsung mengangguk cepat dan mengalihkan pandangannya, karena salah satu dari mereka ada yang melihat ke arahnya.

Alisha tahu, salah satu dari mereka pasti ada Askar. Apa laki-laki itu bolos? Kenapa tidak mengganti seragam sekolahnya terlebih dahulu?

Alisha menunduk, melihat pesan yang masuk dari ponselnya.

Askar
Kakak lg dmn?

Alisha kaget melihat pesan yang di kirim oleh Askar. Beberapa saat kemudian, ia lebih di buat kaget lagi karena Askar dan teman-temannya menuju lorong tempat duduk mejanya. Tapi sepertinya laki-laki itu tidak mengenali dirinya, atau bisa juga tidak tahu bahwa Alisha ada disini. Itu membuat Alisha bernafas lega, tunggu kenapa Alisha seperti ini?

Askar
Kenapa cuma di baca?

Alisha
Lagi dirumah

Astaghfirullahaladzim, setan mana yang merasuki tubuh Alisha? Yang membuat perempuan itu sampai harus berbohong.

Askar
Ooh yaudah

Alisha hanya membaca pesan yang di kirimkan oleh Askar. Alisha juga tak tahu kenapa ia berbohong seperti ini.

"Sha, Alisha!" seru Davina. Alisha langsung tersadar dari lamunannya.

"Ah, iya. Kenapa?"

"Kamu mau mesen apa?" tanya Riska sambil memberikan datar menu.

"Aku nasi goreng aja." kata Alisha.

"Minumnya?"

Alisha berpikir sesat, "Air putih aja."

"Itu aja? Itu aja udah?" tanya Riska tak percaya. Mereka jauh-jauh kemari dan Alisha hanya ingin air putih saja? Ah, tapi memang seperti itulah Alisha. Riska hampir melupakannya.

Setelah Davina mengucapkan pesanannya Riska pergi untuk memberi tahu kepada pelayan. Tapi yang pastinya, ia akan memesan lebih banyak makanan daripada makanan yang di pesan sebelumnya.

***

"Bener kan, Kar? Itu calon istri lo." ucap Aidan sambil memperhatikan ketiga perempuan di meja yang agak berdekatan dengan mereka.

Askar mengangguk-angguk.

"Gue mau satu, ah! Udah punya pacar belom ya?" ujar Aidan yang membuat Askar langsung mendelik.

"Gak boleh, gak boleh! Allah said it's haram!"

Zaki pun mengangguk-angguk menyetujui ucapan Askar.

"Iya, iya. Enggak kok. Maksudnya mau gue jadiin istri, bukan pacar."

"Emangnya dia mau sama lo?" Liam yang tadinya diam langsung ikut masuk ke dalam percakapan.

"Am, jujur. Mending lo diem." ucap Aidan.

Liam memang tipikal orang yang pendiam. Tetapi sekalinya ia berbicara, omongannya sangat tajam. Makanya bagi Aidan lebih baik Liam diam. Daripada ia berbicara dan menyakiti hati orang, bukan kah Liam nanti akan mendapat dosa?

Liam hanya menaikan bahunya acuh, tak terlalu peduli dengan ucapan Aidan.

"Gue mau juga, satu. Gue jadiin istri." ujar Reno. Laki-laki itu menatap ke arah Davina yang ada di sebelah Alisha.

Askar bergedik ngeri melihat kedua tingkah temannya. Kenal saja tidak, tapi gaya nya ingin menjadikan istri!

"Ya udah, gue yang baju pink. Yang barusan pigi tadi." ujar Aidan. Yang di maksud laki-laki itu adalah Riska.

Zaki menggeleng-gelengkan kepalanya. Sementara Askar kembali menatap ponselnya. Kenapa Alisha hanya membaca pesannya?

Dan, kenapa Alisha berbohong kepadanya?

Dari Askar Untuk Alisha [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang