"Terkadang kita ingin tertidur agar bisa melupakan sesuatu. Dan terkadang kita ingin melupakan sesuatu baru bisa tertidur."
***
Alisha membaringkan tubuhnya di kasur miliknya, di kamar yang masih sama pada saat ia pergi dari rumah. Tak ada satupun barang yang susunannya berubah, hanya saja menjadi lebih rapi.
Sejujurnya Alisha masih memikirkan ucapan Aisyah. Alisha tak tahu kenapa tiba-tiba Aisyah berbicara seperti itu. Meskipun Alisha tahu, bukankah kita harus berpikiran positif? Alisha memejamkan matanya, cairan bening menetes ke pipinya. Cairan yang dari tadi ia tahan kan untuk tidak keluar di depan Aisyah. Kini cairan itu lolos membanjiri pipi dan hijab yang Alisha kenakan.
Alisha terlalu egois, memilih Aisyah untuk tinggal lebih lama.
Menghapus air matanya, Alisha membuka ponselnya. Membuka daftar kontak dan menemukan kontak yang menjadi tujuannya. Tetapi sebelum itu, Alisha mengunci pintu kamarnya.
Panggilan pertama, tidak terjawab.
Panggilan kedua, tidak terjawab juga.
Panggilan ketiga, sama saja.
Alisha menyerah, jika panggilan ke empat tidak di jawab. Maka sudahlah, Alisha akan segera menghapus pikiran-pikiran buruk yang ada di kepalanya yang membebani dirinya.
"Halo, Alisha. Assalamualaikum, ada yang bisa saya bantu?" Panggilan ke empat terjawab. Alisha mengucap syukur.
"Waalaikumsalam, Dok. Lagi sibuk ya? Maaf Alisha mengganggu."
"Enggak mengganggu kok, kebetulan barusan aja semua pasien keluar."
Ya, Alisha sekarang sedang menelepon dokter yang di percaya oleh keluarganya.
"Bunda ada sakit enggak, Dok? Terakhir berobat kapan?"
"Kapan ya, setahu saya itu Bunda sudah lama tidak berobat. Bunda juga tidak ada sakit akhir-akhir ini." jawab Dokter itu yang membuat Alisha bernafas lega.
"Ya udah kalo gitu, Dok. Makasih ya. Assalamu'alaikum."
Alisha memejamkan matanya, Astaghfirullahaladzim, apa yang baru saja ia pikirkan tentang Aisyah? Lagipula tidak mungkin Aisyah berbohong kepadanya. Alisha akhir-akhir ini memang selalu mempunyai pikiran buruk. Walaupun Alisha selalu berusaha mengusirnya, tetapi pikiran yang buruk itu datang kembali tanpa di undang.
Alisha berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Niat Alisha ingin mengambil air wudhu, karena adzan baru saja berkumandang. Menggelar sajadah dan memakai mukena bewarna putihnya, Alisha mulai sholat.
Memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, Alisha mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Alisha melipat kembali mukena dan sajadah nya.
"Lisha, ayo turun. Kita makan sama-sama. Ayah sama Askar udah pulang dari masjid." Aisyah mengetuk pintu sembari menunggu jawaban dari dalam kamar Alisha.
Alisha membuka pintu. "Sebentar, Bunda. Ada yang harus Lisha rapikan."
"Ya udah, udah sholat, kan? Bunda tunggu di bawah ya."
***
"Jadi Akbar enggak ikut?" tanya Alisha saat mereka semua berkumpul di meja makan untuk makan malam. Abhi dan Aisyah sontak mengangguk.
"Akbar juga sebenarnya antara mau sama enggak pas Bunda tanyain. Tapi ternyata lebih banyak enggak nya." jelas Aisyah, Akbar yang duduk di sebelah Abhi mengangguk-angguk. Karena itu memang kenyataannya.
Alisha membuang nafas pelan, ia sedikit tenang sekarang. Setidaknya jika Abhi dan Aisyah pergi ia masih punya Akbar disini dan Askar yang menemaninya.
"Kamu juga enggak tinggal di sini. Sayang rumahnya kalo enggak ke urus." sambung Aisyah lagi.
Alisha menatap Aisyah, perempuan itu meletakkan kembali sendok makannya. "Lisha bisa tinggal di sini kok, Bun."
Aisyah menggeleng. "Sayang dong rumah kamu sama Askar."
"Nanti seminggu di sini, seminggu di sana, Bun." Askar ikut nimbrung dan tertawa kecil.
Aisyah tersenyum sambil menggeleng-geleng mendengar ucapan yang keluar dari mulut Askar. Entah bagaimana jadinya kalau hal itu benar-benar terjadi.
Meja makan kembali hening, mereka sibuk menghabiskan makanan mereka. Dan juga Alisha yang masih sibuk dengan pikirannya.
Makan malam selesai, Alisha membantu Aisyah mengangkat dan mencucinya. Tetapi, Alisha menyuruh Aisyah untuk duduk dan melihatnya saja. Ini adalah malam terakhir Aisyah dan Abhi di sini. Setidaknya Alisha harus berbuat baik, walaupun hari-hari sebelumnya Alisha sudah melakukan hal yang sama.
"Sha, kalo udah selesai, coba buka toples yang ada di lemari. Bunda buat kue tadi." ucap Aisyah yang membuat kegiatan mencuci piring Alisha langsung terhenti.
"Kenapa Bunda repot-repot buatin Alisha kue?"
Aisyah tersenyum. "Enggak apa-apa. Bunda cuma kepengen aja. Udah lama Bunda enggak buat kue. Ajak Askar juga ya makannya, soalnya itu dua rasa kesukaan kalian."
"Makasih, Bunda. Kalo Bunda pergi pasti Lisha kangen sama kue buatan Bunda." Alisha meletakkan piring yang sudah kering ke dalam lemari. Dan kembali mengelap piring yang masih basah.
"Kue nya aja? Bunda enggak?"
"Kalo Bunda bukan kangen aja, tapi kangen banget banget banget."
Aisyah tersenyum, namun tak di pungkiri bahwa ada perasaan yang mengganjal di hati Aisyah.
***
Ikutin terus ya ceritanya, soalnya ini awal dari segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Askar Untuk Alisha [END]
Romance"Kita nikah besok aja bisa gak sih, Kak? Kalo kayak gini ceritanya aku kan gak bisa marah sama Kakak. Karena aku bukan siapa-siapa Kakak." *** Selama ini Alisha tidak pernah dekat ataupun berhubungan dengan lelaki manapun. Alisha selalu berusaha me...