|3.| Rumah

796 112 44
                                    

Jangan lupa untuk menekan tombol bintang di pojok kiri bawah. Apresiasi kalian sangatlah berharga untuk para penulis. Jadi hargailah karyanya dengan memberikan vote, komen, dan follow akun profilnya♥️

Happy reading 📖

Rumah. Satu kata berjuta makna. Banyak orang mengatakan rumah adalah tempat yang sangat di rindukan. Surga dunia yang tiada duanya.

Banyak orang juga mengatakan rumah akan menjadi bahu dikala kamu membutuhkan sandaran. Tempat yang akan menenangkan dirimu dikala kamu merasa cemas. Mendekapmu dalam hangatnya keluarga.

Keluarga yang akan menjadi pahlawan untuk dirimu. Berbaris di depan untuk membelamu. Memberimu semangat untuk impianmu. Memperhatikan setiap langkahmu dan membantumu bangkit ketika kamu terjatuh.

Ah ... nyatanya itu semua hanyalah omong kosong. Aku tak mempercayai itu. Bagiku rumah adalah neraka. Tempat dimana kamu akan di perlakukan dengan seenaknya. Di acuhkan, mengalah, dan menerima. Tempat hangat yang akan selalu menyudutkanmu.

Keluarga bukanlah pahlawan. Bukan mereka pula yang berada di baris paling depan untuk membelaku. Lagi bukan mereka yang akan mendekapku. Lagi dan lagi bukan mereka yang akan mendekapku ketika aku merasa takut.

****

"Dari mana aja kamu jam segini baru pulang?!" Intrupsi pria paruh baya sambil duduk bersandar di sofa ruang tamu. Aku hanya melirik-nya sebentar. Setelahnya aku melanjutkan langkah kakiku kembali.

Pria itu mengintrupsiku kembali. Pria yang dulunya aku sebut dengan kata 'Ayah' dua tahun yang lalu. Aku terus berpura-pura tak mendengar segala ucapannya itu. Karena, memang aku tak peduli dengan segala ucapan-ucapan yang keluar dari mulutnya.

Aku terus berjalan menaiki tangga untuk menuju kamarku. Baru beberapa langkah kakiku memijak anak tangga. Pria itu mengintrupsiku kembali. Seakan-akan meminta penjelasan dari mulutku.

"Anak gadis macam apa kamu?! Main ngga tau waktu hingga tengah malam begini!"

Begitulah bentakan dan gertakan dari pria itu. Mau bagaimana lagi? Aku sudah terlanjur kecewa dengannya. Sehingga, untuk membuatku menghentikan langkah kakiku atau sekedar mendengar ucapan-ucapannya pun aku sudah tak sudi. Untuk menengok pun aku sudah tak peduli.

'Brak!'

Suara pintu yang di tutup paksa menggema di seluruh ruangan. Bak melody horor yang mengejutkan dan menakutkan di ruangan gelap nan sunyi.

Aku mengunci pintu kamarku agar tak ada orang yang berani masuk kedalam kamar. Aku berjalan menuju tempat tidurku dan mulai merebahkan diriku. Ah rasanya begitu nyaman.

"Reina! Ayah belum selesai bicara sama kamu ya. Ayah ngga pernah ngajarin kamu buat ngga sopan sama orang tua!" Ketukan dan gedoran dari pria itu tak aku pedulikan.

"Huh, pria itu masih mengikutiku?" Aku merotasikan kedua bola mataku seperti jam yang berputar.

'Huft' aku menghembuskan nafas dengan kasar dan menegakkan tubuhku. Aku berjalan menuju meja belajar dan mengambil earphone yang aku simpan di laci meja dan menghubungkannya dengan handphoneku. Lagu Bored - Billie eilish mengalun indah di indra pendengaranku. Tak lupa aku menyetelnya dengan volume keras agar suara pria di luar kamarku tak dapat aku dengar.

Baradam (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang