|6.| Kotak Berpita

500 65 193
                                    

Happy reading📖

Aku berjalan seorang diri di sepanjang koridor menuju kelas. Teman-temanku? Mereka semua masih asyik memakan dan bercerita di kantin.

Aku menghentikkan langkahku. Mendongakkan kepalaku ke atas. XI IPA3. Aku menatap seisi kelasku yang hanya berisi beberapa murid saja di dalam kelas. Aku berjalan dan mendudukkan diriku di bangku deret kedua dan baris ketiga dari pintu masuk.

Aku menggeledah tasku untuk mengambil earphone. Tapi yang aku dapatkan sebuah kotak kecil berpita yang terselip sebuah surat disana.

Aku mengambilnya dan membukanya. Hal pertama yang aku buka adalah surat itu.

Aku harap kamu menyukainya.

Hanya 4 kata yang tertulis di surat itu. Aku menutup surat itu dan melipatnya kembali. Aku menaruh surat itu di atas meja dan beralih untuk membuka kotak kecil itu. Aku tak tau pasti kenapa perasaanku begitu tak enak.

'Brak!'

Aku refleks membanting kotak itu ketika mengetahui isinya. Sobekan kain yang berlumuran dengan darah. Kain yang aku lihat di kenakan oleh seseorang 2 tahun yang lalu. Aku memundurkan langkah kakiku beberapa langkah.

Aku menoleh ke bawah. Tepatnya pada kakiku. Selembar surat terpijak. Aku berjongkok untuk mengambilnya dan membukanya.

Gimana? Kamu menyukainya bukan?
Kamu pikir dengan kamu berpura pura tak mengetahuinya akan membuat dosa-dosa kamu menghilang begitu saja?
Aku hidup menderita karenamu, tapi kamu bersenang-senang, pembunuh?

Aku meremas surat itu. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Siswa-siswi yang berada di dalam kelas terus memperhatikanku "Siapa!" Tanyaku dengan amarah yang memuncak.

Semuanya hanya diam.

"Siapa?! Siapa yang naruh kotak ini di dalam tas gue?!"

"Selagi gue bertanya dengan baik. Siapa?!" Ujarku mengulang pertanyaanku.

"SIAPA YANG NARUH KOTAK ITU, SIAPAA!" teriakku bergetar.

Semuanya masih tetap diam membisu. Aku berjalan menuju pemuda berkaca mata. "Gue tanya. Siapa yang naruh kotak itu di dalam tas gue?!"

Pemuda itu menggelengkan kepalanya. "Aku ngga tau Rein."

"Jangan bohong! Lo yang selalu di dalam kelas! Lo pasti tau itu!"

"Aku beneran ngga tau Rein. Aku tadi juga sempat pergi ke toilet dan juga koperasi." Ujarnya sambil menunjukkan barang yang dia beli di koperasi.

Aku berjalan dengan menghentakkan kakiku.

"Eh Rein, tapi, tadi gue lihat Vanya masuk kelas waktu kelas sepi."

Aku mengepalkan kedua tanganku. Vanya. Dia selalu saja membuat masalah dengan dirinya. Hanya Vanya dan geng nya yang tidak menyukaiku. Aku segera berjalan menuju kantin, karena aku yakin dia berada disana.

'Brak!'

Aku memukul keras meja yang di gunakan oleh Vanya dan gengnya. Dia menatapku dan berdiri dari duduknya. "Maksud lo apa?!"

"Pasti lo kan, yang udah naruh ini." Aku segera melemparkan kotak itu pada Vanya.

Vanya tersenyum dan menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. Ia berjalan mendekat padaku dan membisikkan sesuatu ke telingaku. "Pembunuh akan tetap pembunuh!" Ujarnya dengan suara pelan.

Aku mengepalkan tanganku erat-erat. Aku mendorong tubuhnya sampai terbentur meja. Dia berjalam mendekat padaku. "Apa?! Emang benerkan apa yang gue katakan!"

Nafasku sudah tak beraturan. Aku terus menatapnya. Tanganku sudah tergenggam dengan begitu erat di sisiku.

Seseorang menyentuh lenganku dan membalikkan tubuhku menghadapnya. Aku mendongak.

Dia menggelengkan kepalanya seperti tengah mengatakan tak perlu melayaninya.

Setelahnya, dia memelukku dengan begitu eratnya. Aku meremas kemeja untuk meluapkan seluruh amarahnya. Tak lama kemudian aku mendorong tubuhnya dan berlari meninggalkan kantin.

Aku melirik pada kelima temanku yang hanya menontonnya. Tak ada satu pun dari mereka yang berinisiatif untuk menenangkan diriku.

"Kenyataannya, ngga ada yang sebaik kamu, Nar."

****

Gimana? Penasaran sama pengirim kotaknya?

Pembunuh? Siapa yang pembunuh? Dan siapa yang di bunuh?

Salam kak es, stnrmh

Baradam (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang