|15.| Perpisahan dan Pertemuan

277 39 5
                                    

Happy reading📖

"Reina." Panggil seorang gadis.

"Rein.. " Panggil gadis itu kembali, kali ini dengan goyangan kecil di bahu Reina.

"REINAA!" Teriak seseorang tepat di telinga Reina.

Reina terkejap dalam lamunannya. Ia reflek menutup kedua telinganya itu dan menggosoknya perlahan. "Lo kalo ngomong ngga usah teriak-teriak gitu juga napa?" Ujarnya sebal.

"Gue ngga budeg ya!" Lanjut Reina.

Gadis di sampingnya itu menyengir dan menyenggol lengan Reina. "Maap, orang ngga ... "

Belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya. Reina sudah bangkit berdiri dan meninggalkan gadis itu seorang diri.

"Sialan lo Rein. Gue belum selesai ngomong njir."

"Eh Rein lo mau kemana!"

"Lah lo tega gitu ninggalin gue sendirian?"

Reina tetap berjalan tanpa menghiraukan ucapan Angel. Ia berlalu begitu saja meninggalkan Angel seorang diri di kantin, karena memang sekarang bukanlah waktunya jam istirahat. Jika kalian berpikir mereka bolos? Tentu jawaban kalian benar. Tadi sewaktu bel pertanda jam pelajaran pertama dimulai Angel dan dirinya menghampiri guru yang akan mengampu pelajaran di jam pertama di kelasnya. Ketika guru itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki area kelas. Reina sudah berdiri tepat dihadapan guru itu untuk meminta izin membeli pulpen ke koperasi. Tapi faktanya? Mereka menuju kantin dan bolos pelajaran. Kenapa mereka tak mengajak Lala, Jessica, Bianca dan juga Raisya? Alsannya simple, cukup susah untuk mencari alasan untuk keluar beramai-ramai dari kelas.

"Terus ini siapa yang mau bayar Rein!"

"Rein, ish. Tau ah nanti kalo gue di ajak bolos berdua lagi sama lo gue ogah!"

***

Reina mendudukkan dirinya di tepi rooftop dengan kaki yang menjuntai kebawah dengan ketinggian yang kurang lebih mencapai 20 meter. Dari sini ia dapat melihat seluruh area sekolah. Karena Reina memilih rooftop gedung paling belakang dengan gedung paling tinggi diantara gedung lainnya. Reina memejamkan kelopak matanya menikmati hembusan angin yang berhembus dengan kencang.

Setelah merasa sedikit rileks. Reina membuka kelopak matanya dan memandang lurus ke depan. Kini pikirannya tengah bercabang. Tentang surat, pesan semalam, perubahan sikap Devan, belum lagi masalah yang lainnya yang belum selesai.

'Huft!'

Hembusan gusar keluar dari hidungnya. Kedua tangannya kini berada di atas pahanya. Ia memperhatikan kakinya yang ia guncang-guncangkan.

"Aaaaaargh!" Teriak Reina terkejut ketika ada seseorang yang menepuk bahunya. Hampir saja Reina terjatuh dari atas rooftop karena dirinya refleks melompat.

"Hah hah hah hahh..." Hembusan nafas panik berderu dengan begitu kencangnya seiring dengan detak jantung Reina.

Reina menoleh pada tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Ia lantas menoleh ke samping guna melihat siapa sang pemilik tangan kekar itu sekaligus orang yang hampir saja merenggut nyawanya jika tadi ia tak selamat dan terjatuh kebawah.

Reina bangkit berdiri dan berjalan mundur beberapa langkah. Mereka kini seperti sepasang kekasih dengan tangan pemuda itu yang masih melingkar manis di pinggang nya. Mereka kini tengah menghadap ke depan melihat luasnya SMA merdeka.

Pemuda itu membungkukkan tubuhnya. "Untung gue gercep. Kalo ngga ... mungkin lo udah jatuh dan mungkin aja udah mati dibawah sana." Ucapnya pelan tepat di telinga Reina.

"Ini sekolah. Bukan tempat buat pacaran!"

Reina paham dengan pemilik suara itu. Suara yang berbeda dengan pemuda di belakangnya. Sontak saja Reina melepaskan tangan kekar yang melingkar di pinggangnya dan berbalik badan menghadap Devan.

"I-ini bukan seperti yang kamu lihat, Dev."

Devan hanya mengendikkan bahunya tak peduli. Tangannya setia berada di kedua saku celananya. Devan menatap pemuda di samping Reina dan menatap Reina dengan sebelah alisnya yang terangkat. "Katanya ngga mau pacaran sama, Chiko? Tapi, tadi pelukan?"

"Itu ngga seperti yang kamu lihat, Devan!"

Devan melangkah maju pada Reina. Ia membungkukkan tubuhnya agar tinggi badannya setara dengan Reina. "Lo kira mata gue udah katarak? Sampai ngga lihat apa yang tadi lo berdua lakuin?"

"Itu ngga seperti yang kamu lihat!" Ujar Reina mengulang kalimat itu untuk yang ke sekian kalinya.

Devan menegakkan tubuhnya, berbalik badan dan melangkah pergi meninggalkan rooftop. Baru 2 langkah Devan berjalan ia menghentikkan langkah kalinya. "Jangan bolos, jangan nambahin tugas gue." Ujarnya tanpa berbalik badan. Bahkan kini Devan telah mengganti kosa kata aku-kamu menjadi lo-gue.

"Bagaimana mungkin aku pacaran sama dia, Dev." Tunjuk Reina pada Chiko yang jelas tak akan di lihat oleh Devan.

"Sedangkan, orang yang aku suka itu ... kamu, Dev." Lanjut Reina.

Mendengar kalimat itu keluar dari mulut Reina. Sontak saja Devan menghentikkan langkah kakinya kembali. "Buang rasa itu! Gue ngga suka sama lo!" Ujarnya tanpa berbalik badan dan tanpa mengubah posisinya dengan tangan yang masih berada didalam saku celananya.

"Kenapa?"

"Apakah salah jika aku menyukaimu? Jika aku bisa merubah perasaanku dan mampu mengaturnya sendiri. Aku tidak akan mungkin memilih dirimu untuk menjadi tempat dimana perasaanku ingin berlabuh. Jangan salahkan aku tapi salahkan rasaku ini yang dengan lancangnya menyukai dirimu."

"Gue tegaskan sekali lagi sama lo, gue ngga suka sama lo! Jadi jangan coba-coba untuk suka sama gue! Gue ngga mengijinkan lo untuk menyukai gue! Karena gue ngga akan pernah dan ngga akan mungkin untuk ngebalas rasa lo itu. Rasa suka lo ke gue itu salah, Na!"

Reina berjalan mendekat pada Devan dan berhenti tepat di hadapan Devan. Ia mendongakkan kepalanya agar bisa bicara leluasa dengan Devan. "Bukankah setiap orang mempunyai hak untuk menyukai semua orang? Jika rasaku salah. Maka perasaanmu pun belum tentu benar."

Devan tak membalas ucapan Reina. Ia melanjutkan kembali langkah kakinya untuk meninggalkan rooftop. Bahkan dengan sengajanya ia menubruk bahu Reina dengan keras hingga Reina terhuyung kebelakang.

Chiko yang melihat itupun berjalan menghampiri Reina. Ia memegang kedua bahu Reina. "Lo ngga papa?"

Reina menghentak kasar tangan Chiko. Reina mendongakkan kepalanya dan menatap dalam mata Chiko. "Gausah sok peduli."

Setelah mengucapkan kalimat itu. Reina melangkahkan kakinya meninggalkan rooftop.

"Bukankah setiap perpisahan akan ada pertemuan dengan yang baru?"

"Seperti kamu yang dipisahkan dengan dia dan kemudian tuhan mempertemukan kamu dengan aku."

****

Salam kak es, stnrmh

Baradam (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang