|31.| Kejutan dari Semesta

171 36 9
                                    

Happy reading📖

Banyak orang mengatakan hidup itu seperti roda-roda yang akan terus berputar. Hidup tak hanya berada di atas ataupun di bawah. Banyak orang beranggapan hidup di atas penuh dengan kebahagiaan. Hidup di bawah penuh dengan penderitaan. Apakah kamu juga berpendapat sama seperti mereka?

Tentang bahagia dan juga kesedihan, keduanya melibatkan perasaan. Bukankah rasa pun sama halnya seperti kehidupan? Seperti roda-roda yang akan terus berputar? Yang tadinya membenci bisa jadi berubah menjadi mencintai. Yang tadinya menyukai dan berubah menjadi kebencian. Hanya waktu yang akan menjawab semuanya. Waktu dapat merubah segalanya.

****

Reina baru saja tiba di sekolah. Semua pandangan menatap Reina dengan pandangan tidak suka. Sepanjang koridor menuju kelas-nya juga banyak murid yang membentuk kerumunan. Sepanjang ia akan melewatinya, mereka menatapnya dengan pandangan tidak suka dan kembali membicarakan sesuatu.

Reina berbalik badan dan menatap seluruh koridor. Bahkan tak sedikit pula murid yang keluar dari dalam kelas hanya untuk menatapnya dengan sinis.

Gadis itu merasa bingung. Tak seperti biasanya. Hari ini sungguh berbeda. Biasanya ketika ia menyusuri koridor, banyak dari mereka akan menyapanya dan tersenyum ramah. Kenapa sekarang berkebalikan? Ada apa?

Biasanya pula di hari terakhir class meeting menjadi hari paling membahagiakan bagi semuanya. Sekolah begitu ceria dengan berbagai warna. Di hari itu juga semua pelajar SMA Merdeka di perbolehkan mengenakan pakaian bebas.

Di ujung koridor, Reina melihat kelima temannya yang tengah berjalan menuju kelas di hiasi dengan gurauan. Reina tersenyum, menggenggam erat tas gendongnya dan berlari menghampiri kelima temannya -Angel, Lala, Bianca, Jessica, dan juga Raisya-

"Woy!" Teriak Reina.

Reina merangkul bahu Angel dan Lala ketika ia sampai di antara kelima temannya itu. "Tumben ngga nungguin gue?"

Keduanya menoleh dan serempak menurunkan tangan Reina di bahunya dengan kasar. Semua menoleh pada Reina, menatapnya sinis, setelahnya berjalan pergi meninggalkan Reina seorang diri.

"Kalian semua kenapa si?! Gue ada salah?" Tanya Reina berteriak. Suaranya begitu menggema di seluruh koridor, membuat tanda tanya dalam kepala siswa-siswi yang tengah memperhatikannya. "Ada apa?"  Begitulah yang ada dikepala mereka.

Langkah kelimanya terhenti. Lala berbalik badan dan menatap Reina. "Gue ngga mau berteman sama pembunuh!"

"Maaf, Na. Gue ngga bisa temenan sama lo lagi. Kalo nyokap bokap gue tau gue berteman sama pembunuh pasti mereka marah besar." Ujar Raisya.

"Pembunuh? Maksud kalian apa si? Gue ngga ngerti."

"Halah Rein. Ngga usah pura-pura ngga tau. Lo kan yang ngebunuh Binar." Jessica memperlihatkan layar ponselnya yang memperlihatkan sebuah artikel. Artikel itu memperlihatkan kejadian 2 tahun silam.

"Kecelakaan tragis di jalan kenanga menewaskan satu pelajar"

"Bu--"

Belum selesai Reina menyelesaikan kalimatnya, Bianca sudah terlebih dahulu memotongnya. "Sahabatnya aja dia bunuh apalagi kita kan?"

"Mulai sekarang jauhi kita, Na!"

"Eh liat tuh. Dia di jauhin sama teman-temannya! Pasti mereka udah tau kalo ternyata mereka berteman sama pembunuh!"

"Ngga nyangka ya ternyata dia pembunuh!"

"Cantik-cantik pembunuh!"

"Pembunuh!"

"Pembunuh!"

Kata-kata itu terngiang-ngiang dalam pikirannya. Membuat ia tersudut dan merasa takut. Tidak ada satupun yang akan membelanya. Ia berharap itu semua hanyalah mimpi buruk. Tapi, nyatanya itu semua bukanlah mimpi tapi nyata!

Semuanya bersorak pada Reina. Mata Reina berkaca-kaca. Tubuhnya mulai bergetar. Pandangannya mengarah ke seluruh penjuru koridor. Ia melihat kekasihnya, Chiko dan juga sahabatnya Devan. Mereka hanya melihatnya dengan bibir terkatup rapat-rapat.

"Panggil ambulance sekarang!"

Reina menatap ke depan dengan sendu. Tubuhnya terguncang atas kejadian yang baru saja menimpa dirinya dan juga sahabatnya. Rasa terkejut dalam dirinya masih belum menghilang. Tatapan matanya begitu kosong menatap ke depan dengan garis polisi yang melintang. Matanya sudah berkaca-kaca, namun sepertinya kristal bening itu masih belum mau meluncur.

Banyak orang berdatangan membentuk sebuah lingkaran besar. Polisi, ambulance, dan mobil pemadam kebakaran pun telah tiba. Semua orang semakin banyak yang berdatangan untuk menonton kejadian apa yang telah terjadi. Beberapa wartawan juga telah tiba di lokasi untuk mengambil informasi.

Beberapa orang datang mendekat pada Reina yang diikuti dengan pihak medis di belakangnya. "Ayo cepat kita bantu gadis itu terlebih dahulu!"

Memori kejadian 2 tahun silam kembali terngiang dalam pikirannya.

"Dasar anak ngga tau di untung!"

"Saya menyesal telah melahirkan kamu! Itu adalah kesalahan terbesar saya! Kalau bukan tugas saya untuk melahirkan saya tidak akan melahirkan kamu kedunia ini!"

"Kamu hanyalah seorang pembunuh!"

"Kamu hanya bisa membuat saya malu di depan semua orang!"

"Ikuti peraturan saya!"

"Gue ngga suka sama lo!"

"Binar menyukai Arkan! Dan lo merebut darinya!"

Tes. Satu tetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Bayangan masa lalu itu terus datang menghampiri. Membuatnya merasa takut. Rasanya ia ingin menghapus kejadian itu dari dalam ingatannya, namun, bayangan itu seolah enggan pergi, justru semakin mengejarnya. Mengikuti kemanapun Reina pergi.

Reina berjalan mundur secara perlahan dengan kepalanya menggeleng lemah, menyangkal semuanya. Dadanya bergemuruh hebat. Rasa takut itu kembali muncul. Ia membalikkan tubuhnya dan berlari melewati koridor sekuat tenaganya.

"Huuuuu!" Sorakan semuanya dengan serempak menghiasi kepergian Reina.

"Nana!" Panggil seorang pemuda dengan suara lemah.

Reina menghentikkan langkah kakinya. Menoleh kesamping. Tangan pemuda itu baru saja akan menyentuh bahu Reina tapi Reina sudah terlebih dahulu kembali berlari dengan air matanya yang mengalir deras.

Reina bersimpuh di taman belakang sekolah. Hujan mulai turun dengan begitu derasnya, begitupun juga dengan isak tangis Reina.

Reina mendongak ketika melihat sepasang sepatu di hadapannya, menghalangi hujan yang turun membasahi dirinya. Gadis itu beranjak berdiri dan akan memeluk pemuda itu.

Namun, pemuda itu memundurkan langkahnya menghindari Reina yang akan memeluknya. Reina menatapnya dengan intens. Air matanya masih terus mengalir dengan begitu derasnya.

"Kita putus!" Ujar pemuda itu. Setelahnya pemuda itu berjalan pergi meninggalkan Reina.

2 kata yang mampu meruntuhkan hati Reina. Pandangan mata Reina kosong. Tubuhnya merosot ketanah. Menangis kembali dengan terbahak. Hari ini, 2 kejutan dari semesta membuatnya merasa melayang ingin pergi dari dunia ini.

Dirinya selalu bertanya-tanya. Kenapa tuhan selalu memberinya ujian yang begitu berat. Dirinya juga bertanya, kenapa harus selalu merasa terpojokkan. Kenapa dirinya selalu saja lemah. Kenapa dirinya tidak mampu untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi? Dan ribuan kenapa dalam kepalanya.

Tangannya meremas kuat rumput-rumput di sisinya. Ia tak peduli jika nantinya seragamnya akan kotor karena tanah basah dari percikan air hujan. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah melampiaskan segala rasa sedihnya. Hujan semakin lebat. Sepertinya langit ikut bersedih atas kesedihan yang tengah Reina rasakan. Menjadi teman satu-satunya dalam keterpurukan Reina.

***

Next part? Nanti sore atau besok?

See you,-

Salam ka es, stnrmh

Baradam (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang