|37.| Jalan Kenanga

221 37 13
                                    

Happy reading📖

"Dimana, Violla?"

Katya tersenyum, menggeser tubuhnya, dan menyerongkan tubuhnya. "Tuh, dia." Tunjuknya pada gadis yang tengah duduk dan berkutat dengan ponselnya.

Arkan berjalan dengan langkah lebar. Tangannya menggenggam kuat disisi tubuhnya. "Violla!" Panggilnya.

Violla menoleh dan terdiam dalam keterkejutannya. Gadis itu mencoba tersenyum. "Hai, Arkan." Gadis itu melambaikan tangan kanannya pada Arkan. "Kapan lo balik ke indonesia, Ar?" Gadis itu beranjak berdiri ketika melihat Arkan menghampiri dirinya.

Arkan berhenti tepat 1 meter dari Violla berdiri. Pemuda itu menyalakan ponsel Reina dan menghubungi nomor yang selalu membuat Reina tertekan. Telepon tersambung, ponsel di genggaman Violla berdering. Violla menatap ponselnya dan kembali menoleh pada Arkan. Pemuda itu menatapnya tajam. "Jadi bener. Ini semua ulah lo!"

"Ma-maksud lo apaan sih, Ar? Gue ngga ngerti."

"Halah lo ngga usah pura-pura ngga tau!"

Revan datang dari arah berlawanan. Pemuda itu berlari dan langsung berdiri dihadapan Arkan. "Ar, udah. Lo sa--"

"Minggir!"

"Ar--"

"Gue bilang minggir ya minggir, Revan!" Arkan menggeser kasar tubuh Revan.

"Ke-kenapa? Ada apa?" Tanya Violla yang merasa kebingungan.

"Ini ulah lo, kan?!" Tanya Arkan menunjukkan layar ponsel Reina.

Violla menggelengkan kepalanya. "Bukan."

"Udah jelas-jelas ini nomor ponsel lo, Violla!"

"I-iya, tapi--"

"Tapi apa?!"

"Tapi gue baru pegang nomor ponsel ini barusan. Katya yang memberikan ini sama gue!"

Arkan berbalik badan dan menatap tajam Katya. "Dia bohong!" Tunjuk Katya pada Violla.

Violla menggelengkan kepalanya. "Dia yang bohong! Bukan gue!"

"Arkan." Panggil Revan, pemuda itu menepuk pundak Arkan dua kali, mendekatkan tubuhnya. "Gimana kalo lo cek ponsel dua-duanya aja, Ar." Usul Revan.

Pemuda itu menoleh pada Katya. "Karena dari situ kita bisa cek pesan di ponsel mereka. Siapa yang mengirimnya pasti ada sedikit bukti di ponselnya." Ditatapnya gadis itu dengan senyuman penuh kemenangan.

"Itu melanggar privacy!" Seru Violla. Berbeda dengan Violla, Katya terdiam mendengarkan dan menatap Revan sinis.

"Jadi lo takut?"

"Engga!"

Mau tidak mau kedua gadis itu menyerahkan ponsel mereka kepada Arkan. Arkan mulai mengeceknya satu persatu. Namun, hasilnya nihil tak ada satupun bukti di ponsel mereka.

Pemuda itu menoleh pada Revan. "Ngga ada."

"Pasti udah di hapus." Lanjutnya. Revan menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Arkan.

Kemudian Revan berjalan mendekat pada Violla. "Lo tadi bilang, katanya ... lo baru aja di kasih simcard itu sama Katya. Apa lo ada buktinya? Mungkin pesan dari Katya?"

Violla mendongak dan menganggukkan kepalanya. "Iya, Violla sempat menelfon gue dan dia juga memberi pesan ke gue untuk datang kesini, katanya dia mau mengembalikan kartu gue yang bahkan gue sampai lupa, Katya pernah meminjam kartu itu sama gue. Lo bisa lihat di history telepon gue dan pesan WhastApp."

Disisi lain Reina sekuat tenaga meloloskan dirinya dari Chiko. Tadi ketika Chiko mendekat, dirinya mengumpulkan seluruh tenaganya untuk menggunakan ilmu beladiri yang ia kuasai. Ia berhasil memberi pukulan dan tendangan pada Chiko. Bahkan kini tangannya menggenggam sebuah balok kayu di kedua tangannya. Gadis itu terus memukuli tubuh Chiko.

"Stop! Stop! Cukup, Na! Gue nyerah!" Ujar pemuda itu yang tergulai lemas di lantai yang penuh dengan debu dan ada beberapa pecahan beling di ruangan itu. Nafasnya tak beraturan, beberapa darah dan lebam di tubuhnya begitu terlihat. "Apa lo tau ..."

Gadis itu menoleh. Menunggu kalimat yang akan diucapkan mantan kekasihnya itu.

" ... di jalan kenanga, Katya sedang merencanakan sesuatu disana. Ada kejutan yang tak terduga yang bakalan dia lakuin. Disana juga ada Revan, Violla, Arkan, dan mungkin Devan juga akan disana."

"Apa yang bakal Katya lakuin? Dan apa yang dia incar?"

"Salah satu nyawa ... sahabatnya."

Reina membulatkan kedua bola matanya. Jantungnya berdetak cepat. Ia tak ingin kehilangan sahabatnya kembali seperti 2 tahun silam. Apa yang harus ia lakukan? Otaknya berpikir keras. Ditatapnya Chiko yang masih tergeletak di tanah. Mata gadis itu tertuju pada kunci di saku kiri Chiko.

Gadis itu dengan sigap mengambilnya. Kunci mobil, mobil yang dulu pernah digunakan Chiko untuk jalan dengan dirinya.

"Balikin kunci mobil gue!"

"Engga! Nyawa sahabat gue dalam bahaya dan itu lebih penting!"

Pemuda itu mencoba bangkit, Reina yang melihatnya dengan cepat berlari dan meninggalkan Chiko. Gadis itu memencet tombol dalam kunci mobil itu untuk menyalakan alarm mobil Chiko.

Pandangannya jatuh pada mobil di depan minimarket. "Reina!" Teriak Chiko dengan lantang. Gadis itu menoleh kebelakang dan segera berlari menuju mobil itu.

Reina membuka pintu itu dan menyalakan mesinnya. Di gasnya mobil itu dengan kecepatan tinggi.

Melihat Reina yang sudah pergi meninggalkannya, membuat pemuda itu tersenyum tipis. Pemuda itu merogoh saku celananya dan mengirimkan pesan pada seseorang.

Dia sedang menuju jalan kenanga.

Di pertengahan jalan, seorang lelaki tua menyeberangi jalan, gadis itu menginjak remnya untuk mengurangi laju kecepatan mobil itu. Tetapi, sayang. Rem mobil itu tidak berfungsi. Gadis itu menjadi cemas. Ia bingung apa yang harus dia lakukan.

Dilain tempat Devan berlari menyusuri sudut jalan kenanga dari club, tempat tongkrongan, arena bermain akrobat motor dan mobil, dan di dalam club di jalan kenanga sudah ia cari tapi dirinya tak kunjung menemukan Reina.

Tadi, selepas Reina memberitahunya menuju gedung tua. Pemuda itu langsung bersiap-siap untuk menyusul Reina ke gedung tua. Tetapi, gedung itu kosong. Tidak ada Reina. Alhasil pemuda itu pulang, siapa tau Reina berada di rumah, tapi hasilnya juga sama Reina tidak ada. Bahkan orang tua Reina juga ikut mencarinya menuju jalan kenanga dengan amarah yang bertumpuk di kepala Ayah Reina.

***

Arkan berjalan beberapa langkah mengikis jarak antara dirinya dengan Katya. Ditatapnya gadis itu dengan tajam. Dadanya naik turun seirama dengan emosinya yang memburu. "Lo--"

"Van, Van!" Devan menepuk-nepuk pundak Revan. Pemuda itu baru saja datang dengan kondisi nafas tak beraturan, keringat-keringat mulai turun membasahi wajah dan juga punggung pemuda itu. Semuanya menoleh pada Devan termasuk Arkan. "Reina ada kesini ngga? Apa mungkin lo ngelihat Reina kemana?"

"Devan." Panggil Arkan.

****

Satu kata?

See you next part♥️

Salam ka es, stnrmh

Baradam (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang