|14.| Dua Orang Yang Berbeda

272 36 15
                                    

Happy reading📖

Reina dan kawan-kawan tengah duduk melingkar di meja paling tengah di area kantin. Karena dari situ mereka bisa melihat semua area dengan jelas.

Semuanya asyik bercerita dan makan. Terkecuali, Reina. Ia hanya diam melamun dengan makanan yang hanya ia aduk-aduk tanpa berniat untuk memakannya.

Raisya yang menyadari akan perubahan sikap Reina hari ini memberanikan diri untuk bertanya pada Reina, terlebih tempat duduk ia dan Reina lebih dekat. Reina begitu terlihat berbeda dengan hari-hari biasanya. Hari ini ia begitu terlihat murung. Raisya menyentuh lengan Reina. Reina pun menoleh pada Raisya, ia mengangkat sebelah alisnya.

"Are you-"

"I'm Ok." Jawab Reina cepat, padahal Raisya belum menyelesaikan ucapannya itu, Reina sudah terlebih dahulu menjawabnya seolah-olah ia telah mengerti apa yang ada dipikiran Raisya.

Raisya mengangguk-anggukan kepalanya perlahan. Ia melanjutkan kembali aktifitasnya, bercanda gurau bersama teman-temannya yang lain. Meskipun begitu Raisya diam-diam memperhatikan Reina. Ia merasa ada yang tidak beres dengan Reina, pasti ada sesuatu yang Reina sembunyikan.

Raisya segera menepis segala pikirannya itu dan kembali melanjutkan canda guraunya itu yang sempat tak ia perhatikan.

'Ada sesuatu hal yang memang tidak dapat di ceritakan kepada siapapun. Ada sesuatu hal yang memang membutuhkan prifacy untuk diri sendiri.'

****

Reina kini tengah berada di dalam UKS. Tadi selepas dari kantin. Ia memisahkan diri dari kelima temannya. Ia mengatakan jikalau dirinya sedang tidak enak badan.

Kini dirinya tengah membaringkan tubuhnya dengan pikiran-pikirannya yang bercabang.

'Huft!'

Hembusan nafas gusar keluar dari hidung Reina. Ia memejamkan matanya.

Reina kini tengah berjalan menuju UKS dengan kepala menunduk. Tak seperti biasanya yang selalu berjalan dengan sikap badan tegap dan jangan lupakan pula senyuman yang membuat kedua lesung pipinya itu terlihat, sehingga menambah kesan manis untuk Reina.

'Bruk!'

Reina jatuh terduduk. Ia hanya diam memandang sepasang sepatu di hadapannya yang ia ketahui pemilik sepatu itu adalah sang pelaku yang menabrak dirinya. Bahkan ia mengetahui dengan jelas siapa pemilik sepatu itu.

Lagi. Reina berbeda dari hari-hari biasanya. Biasanya jika ada seseorang yang entah sengaja atau tidak di sengaja menabraknya ia akan langsung dengan mudahnya terpancing emosi. Ia akan memarahi sang pelaku sampai ia terlupa akan masalah itu. Tapi.. untuk kali ini ia hanya diam terduduk di lantai. Padahal ia tau siapa sang pelaku itu.

Sang pelaku melanjutkan kembali langkah kakinya tanpa ada rasa inisiatif untuk membantu Reina. Reina memejamkan kedua matanya, ia menarik nafas dan menghembuskannya secara kasar.

Ia menoleh ke belakang dimana sang pelaku tengah berjalan dengan tangan yang di masukkan kedalam saku celananya. Jangankan untuk membantunya bangkit berdiri, atau sekedar menyapanya, untuk menoleh sedikitpun pada Reina pun ia enggan.

"Apa harus berakhir sampai disini, Dev?"

"Lo berubah.. "

"Lo mungkin juga bakalan ngelupain semua kenangan kita, Dev, dari semenjak kita kecil."

"Lo bahkan tega nyuekin gue kaya gini padahal.. gue sendiri juga ngga tau dimana letak kesalahan gue."

"Harusnya lo kasih tau gue. Dimana letak kesalahan gue biar gue bisa benerin semuanya, Dev. Bukan ngediemin gue kaya gini."

Bel pertanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi 5 menit yang lalu. Tetapi Reina belum juga meninggalkan area UKS.

"Kak Rein.. " Panggil seorang gadis yang ia yakini adalah petugas UKS yang dapat Reina tebak bahwa gadis itu adalah adik kelasnya. Reina menoleh, ia memperhatikan gadis itu menunggu ucapan apa yang akan di lontarkan padanya.

"Eum.. it-itu kak.. eum ... " Ujar gadis itu gugup. Bahkan gadis itu menggigit bibir bawahnya, tangannya yang meremas sisi rok tartan kombinasi hitam dan merah seragam khas SMA Merdeka hingga membuat Reina memutarkan kedua bola matanya.

Reina mendudukkan dirinya dan mulai beranjak dari brankar UKS. Ia mendekat ke arah siswi itu dan menepuk bahunya. "Tenang aja, gausah gugup gitu. Gue ngga gigit ataupun ngapa-ngapain lo. Gue tau lo pasti mau bilang UKS mau tutup kan? Lo juga pasti mau balik sekolah kan? Oke gue pergi."

Selepasnya Reina meninggalkan UKS. Setelah Reina keluar dari ruang UKS itu, ia menatap lurus kedepan. Kemudian berjalan menuju kelasnya guna mengambil tasnya.

Suasana kelas kali ini begitu sepi tanpa ada seorang pun di dalamnya. Reina berjalan menuju bangkunya. Ia membereskan buku bukunya yang berada di laci sampai sebuah surat terjatuh. Reina mengerutkan keningnya. Ia mengambil surat itu. Surat dengan warna amplop yang berbeda dari biasanya, Orange.

Aku dengar kamu tengah menyukai sahabatmu itu. Entah berita itu benar atau tidaknya. Ku peringatkan kamu, jika rasa itu benar benar tumbuh maka lupakan perasaanmu itu untuk sahabatmu. Jangan rusak persahabatanmu itu yang sudah kamu bangun sejak kecil hancur seketika hanya karena cinta. Setiap orang memang mempunyai rasa. Kita memang tidak menyangkal rasa itu. Tapi jika kamu mau berusaha pasti kamu mampu melawan rasa itu. Kamu akan terbiasa dengan sendirinya. Rasamu tak salah, hanya saja tempat untuk perasaanmu berlabuh itu yang salah.

-B1/7

Selesai reina membacanya. Ia mengedarkan penglihatannya kesekelilinya. Tak ia temukan seorang pun dalam ruangan ini.

Ralat. Pandangan Reina kini tertuju pada satu arah. Ia melihat sesuatu. Seseorang dengan pakaian serba hitam tengah memperhatikannya. Reina segera bergegas dan keluar dari kelasnya. Ia memperhatikan orang itu yang berlari kian menjauh darinya.

Ia mengerutkan keningnya. Isi pesan kali ini begitu berbeda dengan pesan sebelum-sebelumnya. Nomor pengirimnya pun berbeda. Tapi masih sama di akhir kalimat dengan huruf 'B'. Isi pesan kali ini hampir sama seperti pesan-pesan dalam surat yang 2 tahun yang belakangan ini ia dapatkan, isi yang selalu berisi agar dirinya bisa mengambil langkah yang benar.

****

Balkon. Tempat favorit Reina dikala malam tiba. Tangannya bersimpuh pada pembatas balkon. Ia memejamkan kedua bola matanya menikmati hembusan angin malam. Rambut yang sengaja ia gerai bertebangan mengikuti arah angin.

Tangannya masih memegang surat-surat yang tadi ia dapatkan dan juga sebelum-sebelumnya ia dapatkan. Ia memandangi surat itu. "Siapa lo sebenarnya? Apa kita saling mengenal?"

'Ting!'

Sebuah notif pesan masuk membuyarkan pikirannya. Ia merogoh saku celananya dan melihat siapa gerangan yang mengganggunya.

0812765*****

Ada kejutan di akhir pekan yang menantimu

-B21/11

Reina menutup roomchat itu. Kemudian mencocokkam nomor di pojok bawah itu dengan pesan tadi siang. Nomornya berbeda jauh. Tapi dengan inisial yang sama.

"Dua orang yang berbeda?"

***

Salam ka es, stnrmh

Baradam (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang