|12.| Ada Apa Dengan Devan?

292 40 4
                                    

Happy reading📖

Jam sebentar lagi akan menunjukkan pukul 12 malam yang berarti sudah larut malam. Menurut sudut pandang orang tua jika sudah melewati jam 10 malam itu tak baik untuk seorang gadis masih berkeliaran di luar rumah. Namun, Reina tak mempedulikan pendapat kuno seperti itu. Yang ia pikirkan adalah dirinya sendiri, keinginannya bukan keinginan orang lain. Lagipula mereka hanya penonton, setiap opini yang mereka keluarkan juga belum tentu benar dengan kenyataannya. Hanya diri kita sendiri yang tau persis bagaimana kita yang sebenarnya. Tak perlu mempedulikan ucapan orang lain entah itu tetangga, teman, atau mungkin ... bahkan orang tua kita?

Reina tiba di jalan kenanga, dengan motor hitam kesayangannya itu. Jaket army dengan logo burung garuda bersayap elemen api dan air itu begitu pas di badan Reina. Siapapun di jalan kenanga pasti akan dengan mudah mengenalinya.

Reina membuka helmnya dan menaruhnya di atas sepeda motornya itu. Rambut berponinya langsung tergerai begitu saja yang membuat kaum adam pastinya akan bertekuk lutut padanya. Reina meluruskan pandangannya tak lupa dengan senyuman manisnya hingga memperlihatkan lesung pipinya.

Reina turun dari sepeda motornya dan berjalan menuju tempat dimana teman-temannya berkumpul, tak lupa pula sepanjang berjalan menghampiri teman-temannya ia menyapa teman-temannya yang lain dan bertos ria ala anak-anak club motor.

"Heh, Ndu!" Panggilnya. Pandu yang tengah bermesraan dengan seorang wanita pun menolehkan kepalanya, pada Reina yang tengah menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Ia mengerutkan dahinya. "Udah dulu kali, Ndu, main mesra-mesraannya, lo ngga kasian tuh sama soib-soib lo yang lainnya pada ngejomblo." Canda Reina dengan kekehannya.

Mendengar candaan Reina, Pandu tersenyum ramah pada Reina. Pandu menoleh pada wanita itu dan berbicara sebentar sampai pada akhirnya Pandu berdiri dan menghampiri Reina. Ia mengulurkan tangannya guna bertos ria dengan Reina. "Elo ternyata, Rein. Gue kirain siapa."

"Yaiyalah ini gue Reina, emang lo kira siapa kalo gue bukan Reina hm."

"Lagian lo makin cakep aja, Rein, tumben-tumbenan tuh rambut lo gerai. Udah lama juga kan lo ngga ikut kumpul-kumpul kalo malam-malam kaya gini."

"Ah bisa aja lo Ndu becandanya. Maklum orang penting mah sibuk." Reina menepuk punggung Pandu. "Yaudah ya, Ndu, gue duluan ya. Mau nyusulin Violla sama Katya dulu. Lanjutin aja sono kasian tuh cewe baru lo ntar ngambek lagi." Reina tersenyum.

"Tau aja lo Rein kalo tuh cewe gebetan baru gue."

Reina tak menanggapi ucapan Pandu, ia melanjutkan langkah kakinya kembali dan berjalan mendekat kearah Violla, Katya dan yang lainnya berada, tentunya dengan Devan dan lainnya.

"Woy!" Teriak Reina.

Semuanya serempak menoleh pada Reina yang tengah tersenyum manis. Namun, ekspresi mereka semua berkebalikan dari Reina, ekspresi datar dan tak terbaca, entah apa yang tengah terjadi. Reina menghampiri teman-temannya. "Kalian semua kenapa?"

Diam.

Semuanya hanya diam.

Tak ada satupun yang mengeluarkan suara sepatah kata pun untuk membalas sapaan Reina ataupun menjawab pertanyaan Reina.

Reina duduk di sebelah Devan. Baru saja tangannya mendarat di bahu Devan, tetapi langsung di tepis kasar oleh Devan. Devan beranjak dari duduknya dan meninggalkan tempat itu.

Devan menjadi dingin.

Devan seperti bukan Devan yang biasa Reina temui.

Devan bukan seperti Devan yang Reina kenal sejak kecil.

Baradam (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang