Sesudah Kesulitan Ada Kemudahan

4.3K 344 40
                                    


Rumah Abid terasa hangat sore ini. Wajah lelah Siti dan Herman tak terlihat, yang tampak adalah wajah sumringah. Sore tadi, mereka tiba di rumah Abid. Setelah diceritakan semua kebenaran tentang berita itu, mereka datang membawa Alfath.

Abid mengucap syukur tiada henti dipertemukan dengan keluarga Risel. Bukan sekedar mertua, tapi lebih dari itu. Setiap kumpul bersama seperti saat ini, ia merasa hidup di tengah-tengah keluarga yang harmonis--seperti bersama Abah Saga dan Umi Yanti sewaktu masih kecil dulu.

Dulu ia mengidamkan kehidupan seperti keluarganya, harmonis meski status Umi adalah ibu sambung bagi Retno. Tapi kenyataan itu tak berpengaruh. Mereka tetap harmonis penuh kasih sayang.

Semuanya berubah, sejak kepergian orang tuanya. Dari Retno yang awalnya menentang takdir hingga menimpakan kekesalannya pada Abid, sampai ternyata kenyataan yang sebnarnya lebih pahit--Abah Saga punya dua istri bahkan sampai punya anak.

Kadang Allah memang membawa kita ke lubang kerumitan sampai akal kita bisa menalar. Tak perlu menentang takdir, jika menerima dengan lapang dada malah membuat kita bahagia.

Abid mengamati Retno yang bercuap-cuap dengan Siti dan Risel. Sementara Caca dan Alfath main perang-perangan. Entah nurun siapa, Caca malah suka perang-perangan daripada main masak-masakan.

"Menang nembaknya, Bid?" suara Haidar memecah fokus Abid mengamati anaknya. "Menang, Kak. Mereka bukan saya, saya mah cuma mendampingi," jawab Abid dengan seringai.

"Pendamping apa pelatih ini?" Kini giliran Herman yang melayangkan tanya. Abid terkekeh, "Pendamping, Yah. Abid mah masih amatir," katanya merendah. Haidar tertawa diikuti oleh Herman, "Merendah untuk meroket?" Abid menaikkan level tawanya, "Memang. Saya mah nggak jago!"

"Nggak jago tapi pernah nyabet juara satu di Amrik. Merendah untuk melambung tinggu itu," sahut Retno. Semuanya tertawa renyah, sementara Abid menggaruk tengkuknya sendiri.

"Ayah sama Ibu kalau mau istirahat udah Risel siapin," kata Risel keluar dari kamar. Dia yang tak tahu pembicaraan orang-orang hanya diam, tak ikut ketawa. "Nanti aja, udah sore pamali tidur," jawab Siti.

Risel berlalu ke dapur, menyiapkan makanan untuk disantap bersama. Retno menyusul, ikut menata bolu pisang dari Lampung milik artis itu ke piring. "Ini kamu masak atau beli?" Retno menunjuk ayam bakar yang lengkap dengan sambalnya. "Hehehe, beli itu. Mana bisa aku manggang ayam sempurna kayak gitu. Buat sate ayam aja gosong," jelas Risel.

Retno mencomot kemplang, lalu dikunyah. "Mbak nggak tau loh masalah kalian. Kok kamu nggak cerita? Mbak ngerasa nggak berguna jadi Kakak, adiknya banyak masalah tapi nggak tau apa-apa. Eh, taunya udah selesai aja."

"Nggak apa-apa, Mbak. Kita kan sama-sama udah dewasa harus bisa nyeleseiin masalah sendiri. Masa apa-apa minta bantuan orang. Malu sama Mbak, masalah Wan Toha dulu aja Mbak sampe berkorban."

Retno terkekeh, "Aduh Ya Allah! Kayak gitu aja dibilang berkorban. Itu juga uang udah diganti sama Abid, jadi Mbak ya nggak bantu apa-apa itungannya." Dia meneguk air putih karena seret habis makan kerupuk.

"Hehehe, tapi makasih banyak loh--"

"Eh, ini anggur bali? Caca suka banget,"

"CACA!" Retno teriak memanggil anaknya, "Ini anggur kesukaan kamu, bawa sana main sama adek Al." Diberikan satu piring anggur untuk Caca dan Alfath. Perempuan mungil itu teriak kegirangan begitu ada buah kesukaannya, "Yeay! Anggur yummy!"

"Makan dulu yuk, Mbak." Risel berlalu untuk mengajak semuanya makan. "Makan dulu yuk, udah siap." Semuanya langsung menuju meja makan untuk menunaikan tanggung jawabnya pada tubuhnya--makan. Terkecuali Alfath dan Caca, mereka masih asyik main mobil tank dan robot.

ABIDAKARSA-Sebuah Jalan.(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang