Zahra menangis menahan perih. Kak Yana mengoles betisnya dengan minyak herbal. Kak Yana, Fauzia dan Amanah kasihan melihat Zahra.
"Bener-bener, Yah Azzam!" kesal Fauzia. Ia geram pada santri Itu.
"Kamu tenang aja, Za! Aku akan marahi dia habis-habisan!" hibur Fauzia. Zahra menggeleng.
"Jangan, Zia. Dia kayaknya masih sakit, kejadian tadi Itu cuma ketidaksengajaan. Nggak apa-apa, Kok" larang Zahra. Entahlah dengan Zahra. Kenapa dia menjadi peduli dengan Azzam.
"Ana keluar dulu, Yah. Ada urusan Sebentar. Soal ini, jangan di sebarkan pada santri yang lain. Cukup kita saja yang tau" ucap Kak Yana. Mereka mengangguk.
Amanah juga pamit mengambil wudhu, Sedangkan Fauzia pergi untuk mengambil makanan catering nya. Zahra kebetulan tak bisa sholat, Jadi aman.
"Ya Allah, sakit banget" Zahra Masih setia mengusap bekas cambukan di betisnya. Perutnya juga lapar sekarang. Ia ingin turun tapi rasanya malas sekali.
Ia memilih untuk membaca buku saja. Kebetulan, mereka seminggu lagi akan segera ulangan. Jadi harus siaga.
***
"Zia!" Fauzia menoleh, seperti ada yang menanggilnya. Fauzia melihat Anshori datang menuju ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Fauzia ketus. Anshori memberikan sebuah buku pada Fauzia. Fauzia tidak mengerti dengan Anshori. Buku apa ini?
"tolong berikan pada Zahra, Yah" pinta Anshori.
"Kenapa? Ini dari Azzam, Kan? Ana tidak mau!" tolak Fauzia cepat.
"Ini bukan dari Azzam. Ana mohon, Zia!"
"Tolong Bantu Ana"
"Sekali ini saja, Yah" ucap Zia mengambil buku seperti sebuah diary Itu. Ia meninggalkan Anshori. Sesampainya di asrama, tepatnya di lantai tiga gedung Asrama dua, Fauzia langsung Masuk ke kamarnya.
Ia melihat Zahra duduk di ranjangnya sambil membawa buku. Fauzia langsung memberikan buku Itu.
"Ini apa?" tanya Zahra.
"Dari Azzam. Coba baca" titah Fauzia. Zahra kemudian langsung datar kemudian meletakkan diary Itu di bawah ranjangnya.
"Loh?"
"Ana Malas. Biarkan saja" Fauzia hanya diam. Biarkan saja. Lagi pula, Ia Sudah menjalankan amanahnya saja.
Fauzia langsung merebahkan tubuhnya di ranjang di samping Zahra. Ia sangat letih hari ini.
***
Ujian semester telah di laksanakan mulai hari ini. Zahra sudah siap dari hari-hari Sebelumnya. Semester ini adalah semester pertamanya.
"Ara?" Zahra menoleh ke arah suara yang menanggilnya. Ia melihat Fidiya datang ke arahnya membawa sebuah buku tebal.
"Buku apa ini?" tanya Zahra penasaran. Ia melihat Fidiya memasukkan buku Itu kedalam tas-nya.
"Buku diary nya ustadzah Miftah" jawab Fidiya. Zahra nampak takjub.
"Setebal itu? Masya Allah"
"Ustadzah Miftah sering banget nulis, makanya bisa sampe setebal itu deh" Zahra ber-oh-ria walaupun Ia juga suka menulis, akan tetapi Zahra Akan cepat sekali bosan.
"Diary Ustadzah Miftah pasti banyak rahasianya, hehe"
"Aku mau baca dikit, Ah" usil Fidiya. Zahra menjitak kepala Fidiya pelan.
"Jangan, Aya!"
"Yahhhh... " Fidiya nampak kesal saja. Gagal sudah niat usilnya.
Tunggu dulu. Zahra melupakan sesuatu, seharian ini Azzam belum kelihatan. Zahra tak suka dengannya. Hanya saja, dalam hati Zahra Ia khawatir soal keadaan Azzam.
"Eh"
Zahra juga melupakan sesuatu lagi. Bukankah Anshori memberikan sebuah buku diary padanya? Apakah Itu penting?
Zahra kemudian langsung berlari. Meninggalkan Fidiya yang tengah memanggil namanya.
"Ara! Ara mau kemana?" Tanya Fidiya.
"Maskanun! Ada hal penting!" Zahra menjawab tanpa melihat ke depan. Ia terus berlari di koridor yang panjang Itu Hingga tak sadar menabrak seseorang.
"Ara?!" Fidiya kaget. Zahra menabrak seseorang, Ia yakin Kalau Itu Bukanlah perempuan. Zahra terduduk di lantai dengan sempurna.Ia meringis kesakitan, Ia menjadi bahan tontonan sekarang.
Fidiya membantu Zahra berdiri. Ia tidak melihat Lelaki yang Zahra tabrak.
"Anti tidak apa-apa?" tanya lelaki Itu. Zahra berdiri di Bantu Fidiya. Fidiya Mengenal Suara Itu dengan jelas. Ia menoleh dan mendapati wajah dari anak Kyai Muhammad.
Salah Satu idamannya para santriwati di sini. Termasuk Fidiya.
"Gus Ali!"
___________
Vote Dan komen gaessss:)))
Maaf Telat publishhhh
Sampai ketemu lagiiii
KAMU SEDANG MEMBACA
Allah With Azzam ✔
EspiritualKetenangan dalam hidup adalah hal yang selalu Zahra inginkan. Saat akan masuk pesantren artinya dia meninggalkan kegiatan kesehariannya yang introvert dan harus berbaur dengan banyak orang dan tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Zahra. Firasatny...