Part37. Pindah?

150 18 0
                                    

"Zahra mencintai Kamu, Zam"

"Dia terlanjur menaruh rasa pada Kamu. Walaupun Aku mencintai Dia juga, tapi Aku tidak ingin memaksanya mencintaiku jika pada dasarnya Dia hanya mencintai Kamu"

"Zahra gadis yang polos, nampak dari sikapnya. Ia mengatakan menerima khitbah ku hanya ingin membuat Kamu cemburu,"

"Zahra gadis yang labil mengenai hal ini"




Azzam terdiam di masjid. Ia mengingat kembali ucapan Ali semalam, bahkan masih jelas di pikirannya. Hari ini adalah Hari jum'at yang artinya hari libur, Azzam memilih berdiam di masjid setelah selesai berziarah.

Sebenarnya mereka akan melakukan 'Jumber' atau kepanjangannya Jum'at bersih. Namun, Azzam tak di izinkan untuk melakukanNya karena Ia masih di tahap pemulihan. Walaupun kondisi Azzam memang tak fit.

Azzam menggenggam sebuah gantungan kunci dimana disitu terpampang sebuah nama yang sampai sekarang belum bisa Azzam lupakan. Fatimatulzahrah Abidin.

Cinta apa ini? Cinta aneh di usianya sekarang.

"Kenapa Kamu nggak bisa lepas dari pikiran Aku, Fa?" monolognya menatap sendu ukiran nama itu.

"Kadang Aku merasa ibadahku nggak khusyuk karena selalu mikirin Kamu. Aku jadi Zina hati, Fa"

Di tengah kesunyian yang Azzam alami, seorang lelaki menghampirinya dan menepuk pundak Azzam. Azzam menoleh dan mendapati Gus Ali sedang tersenyum padanya.

"Kamu mikirin apa? Aku lihat sejak tadi Kamu merenung begitu" tanya Ali. sebenarnya ia sudah memperhatikan Azzam sedari tadi bahkan Ia sudah bisa menebak apa yang sedang Azzam pikirkan.

"Kenapa disini? Bukannya ada undangan ceramah?" tanya Azzam mengalihkan topik. Ia tidak ingin membahas soal Zahra, karena tidak enak jika nanti Ali merasa tidak nyaman.

Ali juga bukanlah orang yang langsung menampakkan ekspresi kaget, marah, sedih, bahagia atau bahkan cemburunya di depan orang-orang. Ia akan tetap senyum dan mengatakan bahwa Ia tidak apa-apa padahal faktanya Ali tidak baik-baik saja.

Azzam mengenal sikap Ali yang seperti itu. Siapa coba yang tidak mengenal sikap Kakaknya sendiri? Sedangkan Gus Ali dan Azzam sudah seperti saudara kandung saja.
"Tidak mau menjawab yah?" tebak Ali. Ia tahu jika Azzam mengubah topik karena Ali. Ali menepuk pundak Azzam mengerti.

Tiba-tiba Azzam memegangi kepalanya yang pusing secara tiba-tiba. Ali yang panik melihat darah yang mulai mengalir dari hidung Azzam kemudian segera memanggil santri lainnya untuk membantunya mengangkat Azzam.

***

Lemari, kasur, koper dan lainnya sudah di angkut ke atas mobil open cup yang kini terparkir di depan asrama putri. Siapa yang akan pindah?

"Kami bakalan rindu sama Kamu, Zahra" Fauziah, Amanah dan Difa memeluk Zahra. Tak lupa pula dengan Kak Yuna yang sudah menjadi Ketua Kamar yang baik untuk Zahra.

"Jaga diri Kamu, yah. Kami do'akan semoga kamu bisa betah di pesantren baru Kamu" ucap Kak Yuna. Zahra mengangguk. Ia beralih pada sahabatnya Fidiya yang rela ke pondok untuk menemui dirinya.

Fidiya langsung memeluk Zahra. Menumpahkan segala kesedihan pada sahabatnya yang pertama itu, Zahra membalas pelukan itu dengan tersenyum.

"Aku akan sangat rindu, Zar"

Zahra mengusap punggung Fidiya, sebenarnya Ia tidak ingin pergi akan tetapi Ia rasa ini pilihan yang tepat.

Ia memilih pindah karena tawaran Abi-nya yang mengatakan bahwa Abi-nya di pindah tugaskan selama setahun di Aceh. Abinya menawarkan Zahra untuk masuk ke pesantren di Aceh, di situ Zahra nampak berfikir dan kemudian akhirnya menyetujui untuk ikut pindah ke Aceh.

Lagi pula, jika sekiranya keluarganya ke Aceh maka mereka akan jarang menemui Zahra di sulawesi. Zahra juga butuh melihat kedua orang tuanya walaupun hanya sebulan sekali.

Lagipun, dengan ini Ia mungkin bisa muhasabah dirinya agar menjadi lebih baik lagi. Berusaha untuk melupakan dosanya karena telah mencintai seseorang yang belum menjadi mahramnya.

Zahra melepas pelukannya. Ia kini beralih pada Ustadzah Rara dan Miftah yang menjadi pengawas santriwati selama ini. Kepindahan Zahra di nilai sangat mendadak sekali, mereka cukup berat melepas siswa berprestasi seperti Zahra.

Zahra ingin sekali pamit pada Kyai Muhammad dan Umi Sa'diyah, hanya saja mereka sedang berada kesibukkan di luar kota, mengurus beberapa cabang pesantren.

Setelah Zahra berpamitan pada para asatidz dan kepala sekolah yang menyempatkan datang, Zahra segera memasuki mobil putih. Zahra sudah menatap sendu asrama yang kini akan Ia tinggalkan itu.

Zahra merasa sedih karena ternyata tidak bisa menjadi lulusan di pesantren ini. Di sisi lain, Ia sedih karena tidak berpamitan pada Ali dan Azzam. Mungkin ini jalan terbaik.

"Semoga rencanamu indah untuk hambamu ini ya Allah"

























___________

Vote komennya readers:)))

Dikit lagi ending dah cerita aneh ini:)))

Ingat yah gaess!!

Ini hanya cerita fiktif doang, jangan di kiranya beneran:v

Baybay





_Cica

Allah With Azzam ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang