"Zahra?" suara Azzam terdengar sangat lirih. Zahra menutup mulutnya tak percaya melihat keadaan Azzam yang terpasang banyak sekali alat bantu itu.
Zahra menghampiri ranjang Azzam dan sesekali mengusap air matanya karena tak kuasa melihat kondisi Azzam. Ia memikirkan bagaimana jika Ia di posisi Azzam saat ini.
"Makasih" lirihnya pelan. Azzam tersenyum menatap Zahra, sudut matanya mengeluarkan air mata. Zahra ingin sekali mengelap air mata itu, namun tidak bisa.
"Maafin semua kesalahan Aku"
Zahra mengangguk dengan tertunduk. Ia tak kuasa menahan tangisannya, Umi dan Kyai juga tak kuasa melihat Azzam. Dokter yang menangani Azzam juga hanya bisa terdiam, Ia ingin memberikan banyak pengobatan agar Azzam membaik tapi Azzam menolak karena Ia tak tahan lagi dengan semua rasa sakit ini. Azzam hanya ingin damai dari semua ini, semua usaha ini hanya memperlambat waktunya saja bukan menyembuhkannya.
Ali, ia mengusap kepala Azzam. Ali benar-benar menyayangi Azzam.
"Aku akan segera pergi,"
Zahra mendongak dengan wajahnya yang basah. Bibir pucat Azzam yang mengatakan itu tapi entah kenapa Zahra tak terima.
"Jangan bicara seperti itu. Insya Allah, kamu akan sembuh"
Azzam tersenyum mendengar ucapan Zahra. Nampak sekali kecemasan dan kepedulian dari Zahra untuk Azzam. Tapi, Azzam tak bisa melihatnya lebih lama lagi.
Azzam menatap Zahra lekat. .
"Kamu baca diary lembaran terakhir Aku, Aku nulis sesuatu disana. Saat Kamu membacanya, artinya Aku sudah tiada"
"Jangan ngomong gitu, Zam. Perkataan adalah Do'a"
"Jika perkataan adalah Do'a, Aku akan berdo'a untuk terakhir kalinya agar Kamu selalu bahagia setiap saat"
Zahra tertegun. Di saat seperti ini bahkan Azzam mendoakan tentang dirinya, Zahra merasa malu pada dirinya yang sedang entengnya malah ingin melupakan orang sebaik Azzam.
"Insya Allah, semua akan baik-baik saja Zam" tekan Zahra. Azzam mengangguk lemah.
"Iya, Aku akan baik-baik saja sebentar lagi Aku akan bertemu dengan Umi dan Abah, juga sebentar lagi Aku tak akan merasakan kesakitan ini lagi. Aku capek"
Azzam nampak terdiam, matanya mulai berkaca-kaca seperti merasakan sesuatu. Ali yang masih menangis kemudian memegang salah satu tangan Azzam dan mulai membisikkan sesuatu di telingan Azzam.
"Asyhaduanlanlailahaillallah"
Suara Azzam tak terdengar jelas. Hanya seperti bisikan, Azzam mengucapkan syahadat seperti yang Ali ucapkan.
Zahra menutup mulutnya tak sanggup. Umi sudah menangis dalam dekapan Kyai yang mengucapkan banyak istigfar.
Dokter hendak menghampiri dengan panik. Tapi, Kyai menghalanginya dan memberikan ekspresi agar membiarkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Insya Allah, mereka ikhlas.
Dokter hanya bisa menurut walaupun dalam hatinya Ia ingin membantu Azzam. Tapi, disisi lain Ia juga kasihan melihat kondisi Azzam yang sudah sangat kesakitan. Azzam bilang dia hanya ingin damai.
"wa asyhaduana muhammadarrosulullah"
Mata Azzam mengeluarkan air mata. Selanjutnya matanya mulai menutup sempurna. Alat untuk melihat detak jantung Azzam mendadak menjadi lurus, menandakan jantungnya berhenti bekerja.
Ali menangi sejadi-jadinya. Ia menenggelamkan wajahnya di kasur rumah sakit itu, sambil meremas tangan kanan Azzam.
Zahra tertunduk, Ia tidak pernah merasakan kehilangan seperti ini. Mungkin sekarang Zahra tahu, bagaimana perasaan Azzam saat Fatimah meninggalkan dirinya dulu. Sekarang, Azzam telah menyusul pergi pada sang pencipta.
Tak akan ada lagi sang pengganggu. Tak ada lagi seseorang yang membuat Zahra kesal. Tak akan ada lagi sosok yang di khawatirkan Zahra.
Kini dia telah pergi. Meninggalkan semua kisah pilu yang tak ingin di alami oleh siapapun. Ia merasa lelah dengan semua ini, bukan berarti Ia putus asa. Ia hanya ingin damai saja.
Dokter memeriksa Azzam. Dokter juga nampak bersedih.
"Maaf, dia sudah meninggal dunia"
---------------
Turut berduka cita atas meninggalnya Azzam:v
Okehh, udah selesai yak:v
Makasih banyak buat yang baca
Kalo nggak sedih, artinya Kalian nggak punya hati:V Sama kek Akuuuu><
Nexttt!!! Selanjutnya adalah part terakhir
Cica
KAMU SEDANG MEMBACA
Allah With Azzam ✔
EspiritualKetenangan dalam hidup adalah hal yang selalu Zahra inginkan. Saat akan masuk pesantren artinya dia meninggalkan kegiatan kesehariannya yang introvert dan harus berbaur dengan banyak orang dan tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Zahra. Firasatny...