Andi terbangun dari tidur panjangnya pertama kali yang masuk kedalam indra perciumannya adalah bau obat-obatan, ia mengerjapkan mata melihat sekelilingnya, rumah sakit, itulah yang pertama kali ia sadari dari tempat ini.
Hampir dua jam ia terbangun tapi tak juga melihat tanda-tanda orang yang akan datang, kakanya juga tidak ada disini. Pintu ruangan terbuka menampakkan seorang dokter bersama seorang suster disampingnya memasuki ruangan.
"Kau sudah bangun rupanya" Andi hanya menatap datar dokter tersebut yang tersenyum kepadanya.
"Sudah berapa lama kau terbangun?"
"Dua jam yang lalu"
"Apa yang kau rasakan?"
"Sedikit pusing" Lalu dokter tersebut mencoba memeriksa tubuh Andi.
"Baiklah kalau begitu beristirahatlah sambil menunggu waktumu minum obat"
"Dimana kakak saya?"
sejenak dokter dan suster saling memandang"Kakakmu meninggal bersama ibumu saat kecelakaan itu, hanya kamu satu-satunya yang selamat"
"Lalu dimana kakak perempuan saya?" dokter tersebut hanya saling pandang dengan suster yang berada disampingnya.
"Saya tidak tau dimana kakak perempuan kamu, dokter yang menangani kamu sebelum operasi telah dipindah tugaskan keluar kota, tetapi setau saya semenjak kamu operasi tidak ada seorangpun yang datang menjengukmu" Andi mengerutkan keningnya menatap dokter tersebut.
"Baiklah mungkin pihak rumah sakit tau, nanti saya akan meminta mereka untuk menghubungi keluargamu, kalau begitu beristirahatlah" lalu dokter tersebut menepuk bahu Andi pelan dan melangkah keluar ruangan.
"Semoga ibu dan mas tenang di alam sana, Andi akan mendoakan kalian dari sini, Andi janji Andi akan menjadi orang yang sukses seperti harapan kalian" air matanya menetes di ujung mata Andi, ia tak menyangka secepat ini mereka meninggalkan Andi.
Seorang suster masuk kedalam ruangannya
"Kami sudah menghubungi pihak keluarga anda, kakak anda bilang akan datang kemari setelah mendapat ijin dari suaminya"Andi menatap suster tersebut dengan penuh tanda tanya, apa ia tak salah mendengar menikah? Sejak kapan kakaknya menikah? "Baiklah terimakasih sus"
Suster tersebut lalu kembali keluar ruangan tersebut.Berbagai pertanyaan muncul dibenak Andi, kakaknya menikah? Dengan siapa bahkan ia tidak tau bahwa kakaknya memiliki pacar, lalu bukankah ibu dan kakak laki-lakinya baru saja meninggal bagaimana bisa kakaknya menikah, mengapa juga kakaknya tidak menjenguknya sama sekali bahkan saat pihak rumah sakit mengabarinya ia juga tidak bisa datang, ah, mungkin nanti kakaknya akan datang bersama suaminya, mungkin saja ia tak ingin pergi tanpa seijin suaminya, ah iya pasti begitu kakaknya orang yang baik tak mungkin pergi begitu saja tanpa seijin suaminya.
Hingga malam hari tak ada juga tanda-tanda kakaknya akan datang, ia juga sudah meminta pihak rumah sakit untuk menghubungi kakaknya tetapi mereka mengatakan bahwa nomornya tidak aktif, sebenarnya ada apa dengan kakaknya bukankah dulu kakaknya adalah orang pertama yang menghawatirkannya saat terjadi sesuatu padanya.
Bahkan satu minggu telah berlalu dan hari ini dokter telah mengijinkannya pulang tetapi kakaknya belum juga datang.
"Kau tidak dijemput?" tanya dokter Johan setelah memeriksanya, memasukkan kedua tangannya pada saku jasnya, dia heran pasalnya dari operasi hingga detik ini ia tak pernah melihat anggota keluarnya menjenguknya.
"Tidak dok"
Dokter Johan mengerutkan keningnya "Kebetulan jam praktek saya sudah selesai bagaimana jika saya mengantarkan kamu pulang"
"Apa nanti tidak merepotkan dok, biar saya naik angkot atau bus saja" tolaknya halus
"Tidak sama sekali, kamu baru saja pulih justru berbahaya jika kamu menaiki angkutan umum, biar saya antarkan saja"
"Baiklah" dengan perasaan tidak enak akhirnya Andi pun menyetujuinya.
Tak ada obrolan selama di dalam mobil bahkan Andi hanya menatap keluar jendela.
"Bagaimana kabar kakakmu?" Dokter Johan mencoba membuka suara.
"Saya tidak tau dok, nomornya tidak aktif" Andi hanya menunduk sedih.
"Benarkah, keluargamu yang lain?"
Andi hanya menggelengkan kepalanya.
"Semenjak bapak meninggal mbak yang paling dekat dengan saya""Mungkin saja kakakmu sedang mengalami kesulitannya sendiri" Andi hanya tersenyum masam mendengar penuturan dokter Johan.
"Oh ya dimana alamat rumahmu?"
"Antarkan saya ke makam umum yang ada di depan sana saja dok nanti saya akan jalan kaki ke rumah, kebetulan rumah saya dekat dengan makam itu"
"Baiklah"
Dokter Johan melajukan ke arah makam yang dituju Andi, ia menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk makam.
Andi turun dari mobil tak lupa mengucapkan terimakasih pada dokter johan.Ia melangkahkan kakinya gontai menyusuri area makam, langkahnya berhenti pada dua batu nisan yang berjejer, makam itu terlihat masih baru bunga-bunga nya terlihat masih segar ia menatap pilu pada dua makam tersebut. Dua orang yang dia sayang meninggalkannya secara bersamaan, bahkan kakak perempuannya ikut pergi meninggalkannya sebegitu bencinya mereka kah? Hingga mereka semua pergi meninggalkannya secara bersamaan.
Ia berjongkok di samping makam lalu tangannya mengusap batu nisan yang tertulis nama ibunya.
"Ibu dan mas apa kabar? Maafin Andi yang banyak nyusahin ibuk, maafin Andi mas belum bisa jadi adik yang seperti mas mau, Andi juga selalu nyusahin mbak bahkan belum sempat membuat kalian bangga sekarang kalian meninggalkanku sendirian, aku tau kalian pasti muak denganku tapi aku janji aku akan menjadi orang yang sukses agar kalian bangga melihatku dari atas sana. Kalau kalian melihat mbak tolong bilang suruh mbak menemui ku aku tidak punya siapapun lagi selain dia, aku pasti akan mendoakan kalian dari sini, Andi pulang dulu besok aku akan kesini lagi" Andi melangkahkan kakinya meninggalkan area makam.
Andi memasuki rumahnya, tak ada yang berubah dari rumah ini selain suasananya, rumah sederhana yang telah menemaninya selama 18tahun rumah yang dulu begitu hangat sekarang sunyi tak bersuara, ayah yang keras, ibu yang begitu sabar, masnya yang galak dan mbak yang tegas namun penuh kasih sayang sekarang semua itu tak lagi menemani Andi.
Andi melangkah memasuki kamar kakak perempuan yang paling dia sayangi, membuka pintu lemari pakaian nya yang bahkan masih tertata rapi.
"Mbak sebenarnya kemana sih" Andi terduduk pada ranjang mencoba menahan air mata yang siap menetes.
Mbaknya selalu bilang bahwa laki-laki harus tegar dan tak boleh mudah menangis, tapi untuk saat ini bebannya benar-benar terasa berat apakah saat ini ia masih tidak boleh menangis, dia tak sekuat kakak perempuannya yang mampu membalut lukanya dengan begitu sempurna. Meskipun kakak perempuannya terkesan cuek tapi ia tau dia adalah orang yang paling perduli dengan Andi, dia rela melakukan apapun demi Andi, membanting tulang demi melihat adik kesayangannya agar bisa sekolah selalu mengutamakan apa yang Andi butuhkan daripada dirinya sendiri.
Itulah yang membuat Andi tak pernah membantah apapun kata kakak perempuannya tersebut, bahkan ia hanya akan menurut dengan apa yang kakak perempuannya katakan.
Tapi sekarang bahkan kakak perempuannya ikut pergi meninggalkannya sendirian ditengah dunia yang begitu kejam ini, bahkan mbaknya tega menikah saat ibu dan masnya baru saja meninggal dan dirinya terbaring koma di rumah sakit. kepalanya benar-benar terasa berat ia lalu memejamkan matanya berharap apa yang terjadi hari ini hanyalah mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis 40Juta (Tamat)
RomanceCitra Kirana yang menikahi Zein Arga Wijaya demi uang 40Juta. Bagaimana akhir kisah rumah tangga mereka, akankah cinta mampu hadir di antara mereka?