13 [REVISI]

2.6K 52 1
                                    

Pagi ini Citra seperti biasa menjalani rutinitasnya memasak didapur untuk sarapan, ia tengah fokus mengaduk kuah yang didepannya saat dirasa sudah masak ia segera mengangkatnya untuk disajikan.

"Aaawww!!" Pekik Bianca karena tersiram oleh kuah panas yang dibawa oleh Citra.

Sebenarnya Bianca sudah dari tadi berdiri dibelakang Citra tetapi karena Citra yang begitu fokus dengan masakannya membuatnya tak sadar dengan keberadaan Bianca sehingga saat iya memutar balik tubuhnya dia kaget melihat Bianca yang berdiri dibelakangnya hingga refleks menjatuhkan kuah panas yang di tangannya.

"Ah, maaf..maaf.." Citra begitu panik dan memegang lembut tangan Bianca yang tersiram tadi.

Zein segera berlari keluar kamar saat mendengar suara teriakan yang begitu keras, Zein mengepalkan tangannya wajahnya memananas melihat pemandangan didepannya.

"APA YANG KAMU LAKUKAN?"

Dengan cepat ia menarik Citra dan mendorongnya dengan kasar, membuat Citra jatuh tersungkur da kepalanya terbentur kaki meja.

"Zein udah, dia gak sengaja" Bianca mencoba melerai Zein yang sudah terlihat murka.

Namun Zein sama sekali tak menghiraukan ucapan Bianca, ia menampar keras pipi Citra membuat pipi mulus itu memerah seketika, Citra tak kuasa menahan air matanya tapi tak mampu membuat Zein menghentikan sikapnya.

"Zein dia gak sengaja" Bianca masih mencoba melerai Zein agar berhenti dia tak tega melihat Citra diperlakukan seperti itu, bahkan dahinya berdarah akibat terbentur tadi

"Dia sengaja Bi dia ini wanita ular" Zein meninggikan nada suaranya.

"Sini kamu!!" iya mencengkram keras lengan Citra tanpa memperdulikan Citra yang kesakitan.

"Zein udah" Bianca mencoba melepaskan tangan Zein dari lengan Citra, namu Zein tak menghiraukannya dan menyeret Citra dengan paksa.

Zein mendorong tubuh Citra kekamar mandi membuat Citra jatuh tersungkur, Kemudian Zein menghidupkan shower air dingin tanpa memperdulikan Tubuh Citra yang kedinginan.

"Jangan pernah mengganggu tunangan ku paham" Zein berkata penuh ancaman lalu melepaskan cengkeramannya dari dagu Citra dengan kasar dan pergi begitu saja.

Citra masih menangis didalam kamar mandi merasakan sakit di tubuhnya dan juga hatinya, ia tak pernah menyangka satu kebohongan yang dia lakukan membuatnya menderita seperti saat ini.

Konsekuensi yang harus ia bayar begitu mahal untuk satu kebohongan yang harus dia bayar, Citra merasakan pusing di kepala nya lalu secara perlahan kesadarannya mulai menghilang.

"Bagaimana keadaanya?" tanya Bianca

"Kenapa bisa seperti ini?" Johan telah selesai memeriksa tubuh Citra dan mengobati luka di dahi Citra.

Tadi Bianca merasa khawatir melihat Zein menyeret tubuh Citra masuk ke kamarnya ia hendak menyusul Zein tetapi Zein mengunci pintunya dari dalam, tak lama Zein keluar dari kamar Citra dan memasuki kamarnya sendiri. Tanpa menunggu lama Bianca langsung masuk kedalam dan benar saja ia melihat Citra yang sudah tergeletak pingsan dengan badan basah kuyup didalam kamar mandi.

Tanpa menghiraukan sakit ditangannya ia memapah tubuh citra keluar dan mengganti pakaiannya lalu menghubungi Johan untuk memeriksa tubuh Citra.

"Ulah Zein" Bianca menatap sedih pada Citra yang terbaring tak berdaya.

"Tangan kamu kenapa?" Johan melirik tangan Bianca yang memerah terluka.

"Ah, gak sengaja ketumpahan air panas" Bianca melihat kembali tangannya, saking paniknya tadi ia sampai lupa jika tangannya terluka.

"Aku obati dulu luka kamu" Johan menarik lembut Bianca dan mendudukkannya di sofa.

"Johan" Bianca kembali memanggil Johan karena merasa belum mendapat jawaban dari pertanyaannya tadi.

Johan telah selesai mengobati tangan Bianca dan membalutnya dengan perban, ia menatap lembut kearah kekasihnya tersebut seolah tau apa yang di pertanyakan.

"Dia gapapa sayang asalkan hal ini tidak terjadi lagi, dia lagi hamil jangan sampai kelelahan" Johan menjelaskan dengan lembut pada Bianca agar kekasihnya tidak cemas lagi.

"Aku takut jika setelah ini Citra akan trauma berat, Zein emang keterlaluan" Bianca menatap Citra hampir menangis.

Johan mengusap lembut pundak Bianca "nanti biar aku yang ngomong sama Zein" ia mencoba menenangkan kekasihnya tersebut.

Johan menepuk pelan pundak Zein lalu ikut berdiri disamping Zein dan menyandarkan dirinya pada balkon.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Zein masih menatap lurus kedepan.

"Siapa?" Johan justru balik bertanya.

"Mereka" jawabnya singkat.

"Mereka baik-baik saja, tapi aku sarankan berhentilah menyiksa Citra" Johan berusaha untuk menasehati sahabatnya tersebut.

"Atas dasar apa aku harus mengikuti ucapanmu?"

"Dia hamil"

Deg.. Zein terdiam seketika, hamil bukankah harusnya dia senang karena sebentar lagi keinginannya tercapai, tapi mengapa ia merasakan gundah dihatinya seolah tak rela melepaskan wanita itu, wanita yang selama delapan bulan ini menemani dirinya meskipun ia sering menyiksanya, wanita yang setiap hari ia buat menangis jika saat ini dia hamil maka itu arti nya sebentar lagi harus ia lepaskan, tapi mengapa ia merasa tak rela.

"Jika kau masih tak berhenti menyiksanya itu bisa membuatnya keguguran" Johan kembali mengingatkan.

"Akan aku usahakan" Zein menjawab dengan datar.

"Mengapa aku merasa kau terlihat tidak senang?" Seolah Johan mengetahui apa yang tengah dipikirkan sahabatnya tersebut.

"Entahlah" Zein semakin terlihat kegundahannya.

"Bukankah kau sudah menantikan hari ini? Harusnya kau senang karena sebentar lagi kau terbebas darinya, kalian bisa menjalani hidup kalian Masing-masing dan dia juga sudah membayar mahal perbuatannya, aku harap saat hari itu tiba kau sendirilah yang mengantarnya ke pintu gerbang"

Zein mengepalkan kedua tangannya, ucapan Johan bagaikan petir yang menyambar hatinya itu adalah sebuah kenyataan yang membuat dadanya terasa sesak.

"Mengapa kau berkata seperti itu?"

"Aku hanya takut suatu saat kau kembali menyesali keputusanmu, sebelumnya kau juga menyesali keputusanmu padahal aku sudah mengingatkan, maka hari ini aku kembali mengingatkanmu sebelum saat itu tiba cobalah untuk bersikap sedikit lebih baik padanya, penyesalan selalu datang di akhir bro" Johan menepuk pundak Zein lalu melangkah pergi meninggalkan Zein yang masih diam mematung.

"Saat hari itu tiba, aku harap kamu sendirilah yang mengantarnya ke pintu gerbang" ucapan Johan masih terbayang-bayang di kepalanya.

Zein kembali mengingat sejak saat ia menikah ia sama sekali belum pernah bersikap baik pada istrinya tersebut, ia selalu memukulnya untuk sebuah kesalahan kecil bahkan tak pernah memberikan kesempatan untuk menjelaskan, jika di pikir-pikir istrinya tak pernah melakukan kesalahan apapun kecuali kebohongan waktu itu, kebohongan yang membuat Zein menutup mata dan hatinya kepada istrinya kebongongan yang membuatnya tak pernah mempercayai istrinya.

Sakit hati yang membuatnya begitu membenci istrinya, jika saja waktu itu ia tak berbohong padanya mungkin Zein tidak akan menyetujui keinginan Bianca untuk berpura-pura tunangan, mungkin saja ia akan menjelaskan kepada orang tuanya bahwa dia sudah menikah, mungkin saja ia akan jatuh cinta pada istrinya, mungkin saja ya mungkin saja..

"Kau sendirilah yang menghancurkan kepercayaan ku"

Gadis 40Juta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang