28

2.3K 44 0
                                    

ERICK POV

Aku mengemudikan mobilku dengan kencang, meninggalkan halaman parkir apartemen ku. Apartemen yang saat ini di huni oleh adikku dan wanita yang sangat aku benci.

Tadi setelah ia mengatakan semua permintaan maafnya dan juga semua pertanyaan perihal alasan apa yang membuatku membencinya aku langsung pergi meninggalkannya.

Aaarrhhh.... Aku memukul setir mobilku, melampiaskan seluruh emosiku, entahlah setelah aku mendengar semua yang Citra ucapkan tadi aku menjadi merasa bersalah. Mungkin itu adalah isi hatinya, mungkin ia bertanya alasan apa yang membuatku membencinya.

Aku masih ingat kala ia menangis dengan begitu rapuh di hadapanku tadi, dia benar. Aku tak punya alasan apapun untuk membencinya, dulu akulah yang membawanya pada Zein. Seharusnya memang akulah yang salah, tapi kenapa justru aku malah menyalahkan dia. Hanya karena dia berbohong karena dia mengatakan bahwa ia masih perawan dan nyatanya tidak? Ah, itu bukan alasan yang tepat untuk aku membencinya seperti saat ini. Atau karena ia mendekati adikku? Benar adikku lah yang membawanya kemari, dan kenyataannya sampai detik ini ia tak melakukan hal apapun yang membahayakan adikku.

Aku memarkirkan mobilku di halaman parkir club, masih dengan emosi yang memuncak aku memasuki club, menghiraukan seluruh sapaan karyawan ku aku segera masuk ke dalam lift untuk menuju ruangan ku.

Aku melepas jasku dan melemparkannya asal, kemudian duduk di kursi kebanggaanku, menyandarkan tubuhku dan melonggarkan dasiku, aku meminta sebotol minuman beralkohol kepada staffku melalui panggilan telepon yang ada di atas meja kerjaku.

Aku meneguk minuman yang ada di depanku hingga hampir tandas, rasanya kepalaku sudah mulai pusing.
Entahlah biasanya aku mampu menghabiskan hingga lima botol tapi saat ini satu botol saja rasanya aku sudah mulai mabuk, mungkin efek karena aku sedang banyak pikiran juga.

Jika di pikir-pikir kedua sahabatku sudah tak pernah kesini lagi, dulu Zein hampir setiap hari datang kemari, sekedar untuk minum atau bermain dengan para wanita yang ada di clubku, tapi semenjak berpisah dari Citra ia sudah tak pernah kemari lagi, ia sibuk dengan putri kecilnya.

Johan pun begitu, sekarang ia sibuk dengan tunangannya Bianca, yah semenjak keluarga mereka tau bahwa Zein sudah memiliki anak mereka memutuskan untuk mengakhiri sandiwara mereka, orang tua Bianca pun sudah merestui hubungan mereka. Begitupun Zein, mamanya memutuskan untuk tinggal di indonesia menemaninya merawat putri kecilnya, papanya masih tetap di singapura, tapi akan datang dua minggu sekali untuk mengunjungi mereka.

Ha,ha,ha.. Erick tertawa hambar, kedua sahabatnya telah bahagia dengan kehidupannya masing-masing , sedangkan dia masih kacau seperti sekarang.

.

Egh.. Aku terusik dari tidurku karena sinar matahari yang menerpa wajahku, dengan malas aku mendudukkan diriku, memijit pangkal hidungku. Aku masih merasakan pusing di kepalaku akibat mabuk semalam. Ku raih ponselku yang tergeletak di atas nakas, waktu di ponselku sudah menunjukkan pukul 11:30, ternyata sudah siang.

Sejenak aku mengamati sekelilingku, ini kamar apartemen ku, mungkin manager club yang membawaku kemari, tak mau pikir panjang. Aku melangkahkan kakiku ke kamar mandi untuk membasuh wajahku. Segera setelah itu aku keluar, aku ingin mencari Citra dan meminta maaf padanya, aku sadar ucapan ku kemarin telah melukai hatinya.

Apartemen ini sangat sunyi, sepertinya tak ada orang, aku melangkahkan kakiku menuju kulkas sekedar mengambil air minum untuk membasahi tenggorokanku. Ekor mataku tertuju pada tudung yang menutupi meja makan, saat aku membukanya beberapa makanan sederhana yang tersaji, tapi bukan itu yang menarik perhatianku melainkan kertas kecil yang menempel pada meja.

'Maaf, aku tidak bermaksud lancang dengan mengganti bajumu, bajumu kotor karena terkena muntahanmu. Aku sudah mencucinnya, aku jemur di balkon.
Aku sudah memasak untukmu makanlah, semalam kau mabuk, aku pikir kau akan bangun siang dan pasti lapar saat kau bangun.
Sekali lagi maaf karena sudah mengusik adikmu, aku pergi, sampaikan terima kasihku pada adikmu saat dia kembali, sekali lagi maaf'

Aku tersenyum masam, menatap bajuku, aku baru sadar jika aku sudah berganti pakaian. Aku masih ingat semalam aku menggunakan kemeja, dan sekarang sudah berganti kaos oblong. Padahal aku belum sempat meminta maaf karena ucapan ku kemarin dan sekarang ia sudah pergi.

Berarti yang merawat ku semalam adalah dia, bahkan mencuci pakaianku yang terkena muntahan tanpa merasa jijik. Aku jadi semakin merasa seperti pecundang sekarang.

Aku menatap makanan yang ada di depanku, beberapa masakan sederhana, rendang, tumis buncis, dan dadar telur. Aku menarik kursi di depanku untuk ku duduki, mengambil nasi dan beberapa lauk ke dalam piring, menyuap sesendok makanan ke dalam mulutku. Enak, itulah kata pertama yang ada di otakku. Pantas saja Clarissa selalu membanggakan masakannya di sedepan papa dan mama, ternyata masakannya memang seenak ini. Tak terasa bahwa aku menghabiskan semua makanan yang ada di depanku tanpa sisa, sekarang malah perutku yang terasa kekenyangan, padahal biasanya aku tak pernah makan sebanyak ini.

Aku menyalakan TV di ruang tamu apartemen ku, mataku memang tertuju pada layar tapi tidak dengan pikiranku, aku masih memikirkan kemana kepergian kirana.

Suara pintu apartemen terbuka, ternyata Clarissa yang telah pulang dari liburan nya, yah seminggu ini dia pergi liburan ke bali bersama teman-temannya.

"Kak Erick, tumben kesini, kak Kirana mana?" lihatlah jika dulu ia akan langsung berhambur kepelukanku setelah tak bertemu aku beberapa hari, sekarang justru orang lain yang ia tanyakan. Aku jadi semakin merasa bahwa kasih sayangnya untukku telah berpindah pada wanita itu.

Ia pergi menuju kamarnya masih sambil memanggil nama Kirana "dia gak ada dek, udah pergi" jawabku sambil tetap menatap layar TV sambil mengganti channel rasanya semua tak ada yang menarik untuk di tonton.

"Pergi kemana? Kakak ngusir dia kan?" aku meliriknya sekilas, namun aku tau bahwa dia sudah hampir menangis.

Ia menjatuhkan paper bag yang sedari tadi di genggamnya, mungkin itu oleh-oleh untuk Kirana. Aku beralih menatapnya, tanpa beranjak dari tempatku, dan benar saja sekarang dia sudah menangis "kakak gak tau dek, dan kakak juga gak ngusir dia" ucapku pelan.

"Kakak bohong pasti kakak ngusir dia, kakak kan benci sama kak Kirana" ia semakin menangis se jadi nya. Benarkan kataku, bahwa kasih sayang adikku sudah berpindah pada wanita itu.

Ia berlari menuju kamarnya, membanting pintu dengan keras. Membuatku tersentak seketika, tak pernah sebelumnya dia seperti ini, dia adalah gadis yang lemah lembut dan sangat manja padaku, untuk pertama kalinya dia marah padaku dan itu karena Kirana. Aku tak tau seberapa banyak wanita itu telah mempengaruhi adikku hingga seperti ini.

Aku mencoba memutar knop pintu, ternyata di kunci dari dalam.
"Dek buka dong, kakak beneran gak ngusir dia" aku mengetuk-ketuk pintu kamar adikku, meskipun bohong jika aku berkata bahwa aku tidak mengusir Kirana. Bukankan ucapan ku kemarin sudah sama dengan mengusirnya.

"Gak mau, pokoknya kalau kakak gak bawa kak Kirana kembali, Cla gak mau lagi ketemu kakak" aku mendengar teriakan nya dari dalam kamar bersama suara tangisan nya.

Aku menghembuskan nafasku dengan berat "okey, kakak bakal cari Kirana, tapi kamu janji jangan marah lagi sama kakak" Aku berbicara selembut mungkin, meskipun aku tau tak akan mendapat jawaban darinya.

Aku benci adikku menangis, karena itu akan membuatku merasakan sakit, aku menyayangi nya lebih dari apapun dan sekarang justru aku yang membuatnya menangis. Sekarang aku harus pergi menemukan Kirana agar adikku berhenti marah padaku.

Gadis 40Juta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang