12 [REVISI]

2.3K 44 1
                                    

Citra menyandarkan tubuhnya pada balkon kamarnya menatap sang surya yang hampir terbenam menampilkan warna jingga yang begitu indah, ia memejamkan matanya menerawang kembali pada kejadian 7 tahun yang lalu.

Sebuah tragedi yang membuat hidupnya hancur berantakan, membuatnya kehilangan harapan dan hampir bunuh diri.

#Flashback#

Seorang gadis remaja 14 tahun berdiri didepan sebuah toko yang telah tutup sesekali ia menatap layar ponselnya, wajahnya terlihat sedikit cemas menanti seseorang yang tak kunjung datang, langit sudah mulai gelap karena tertutup mendung menandakan akan turun hujan.

"Bayu mana sih lamanya" ia menekuk wajahnya sambil bersendekap dada, hampir satu jam dia berdiri menunggu temannya yang tak kunjung datang.

Sebuah mobil kijang berhenti tepat di depannya, kaca mobil diturunkan menampilkan dua sosok pria didalam mobil tersebut.

"Citra ngapain disini?" tanya salah satu dari pria tersebut.

"Lagi nunggu temen"seseorang yang dia kenal tapi jujur Citra merasa tak nyaman dengan pria tersebut, entahlah ia tak tau apa sebabnya padahal pria ini tak pernah berbuat apa-apa padanya tapi ia merasa tak suka.

"mana temenmu?" tanya pria itu lagi

"Udah dijalan lagi kehabisan bensin tadi katanya" jawabnya cuek

"Mau kemana sih?" tanya pria itu membuat Citra merasa risih, jujur ia ingiin agar pria itu segera pergi dari hadapannya

"Mau pulang"

"Bareng aja yuk, kebetulan kita lewat tempatmu" pemuda itu memberikan tawaran pada Citra.

"Gak usah kak aku tunggu temenku aja" tolaknya halus.

"Bentar lagi hujan, udah ayok" pemuda itu turun dari mobilnya dan menarik paksa tangan Citra.

"Ah gak usah kak" Citra meronta mencoba melepaskan tangannya dari genggaman pemuda tersebut, tetapi tenaganya kalah kuat pemuda itu membuka pintu belakang mobil dan mendorong paksa Citra untuk masuk.

Mobil berhenti didepan sebuah rumah tingkat dua lantai.

"Kok kesini?" Citra merasa heran karena ini bukan alamat rumahnya.

"Aku mau jemput pacarku bentar, turun yuk" pemuda itu membukakan pintu mobil untuk Citra, Citra turun dari mobil dan mengikuti pria tersebut memasuki rumah.

Hampir 30 menit Citra duduk disofa tapi orang yang ditunggu mereka tak kunjung datang, bahkan rumah ini tak terlihat ada penghuninya.

"Pacarmu mana?" Citra merasa mulai bosan, ia ingin segera pulang dan beristirahat badannya lelah setelah seharian keliling berjualan koran.

"Bentar, masih siap-siap dikamar" jawab pria itu acuh sambil meminum kopinya, sedangkan seseorang yang satunya hanya diam dan tersenyum Citrapun tak mengenal siapa itu.

"Kamar mandinya dimana?" tiba-tiba Citra merasa ingin buang air

"Di lantai dua kamar paling ujung, mau di anterin?"

"Ah gak usah" Citra segera berlari menaiki tangga menuju tempat yang di sebutkan tersebut, setelah ia menyelesaikan buang air kecilnya ia segera keluar dari kamar mandi. namun ia terkejut begiatu ia keluar pintu kamar sudah tertutup padahal tadi ia merasa tak menutup pintu kamar.

Ia berusaha membuka pintu kamar tetapi pintunya terkunci sedangkan dua orang tersebut telah berdiri tepat di belakangnya sambil tersenyum menyerigai membuat Citra semakin panik.

"Kak buka pintunya" Citra gemetar ketakutan.

"Ambil aja sendiri" Pria itu memasukkan kunci tersebut kedalam saku belakang celananya, lalu menarik paksa tubuh Citra dan menghempaskannya ke ranjang dengan kasar.

#Flashback off#

Tok. Tok. Tok.
Suara ketukan pintu membuat Citra tersadar dari lamunannya, ia bergegas membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang.

"Bisa bicara?" ternyata yang mengetuk pintu adalah Erick yang telah berdiri di depan kamarnya bersama Bianca.

"Silahkan masuk" Citra mempersilahkan mereka masuk, lalu menutu kembali pintu kamarnya.

"Ada apa?"

"Apa yang Zein lakukan sama loe?" Erick menatap Citra penuh selidik.

"Tidak ada" Citra mendudukkan dirinya pada pinggiran ranjang dan menatap datar kearah Erick dan juga Bianca.

"Jangan bohong, tadi aku lihat badan kamu banyak bekas luka" kali ini Bianca yang membuka suara.

Citra menatap Bianca dengan tersenyum "maaf jika kalian datang untuk meminta saya membuka aib suami saya maka itu tidak akan saya lakukan"

"Loe dipukul sama Zein?" tanya Erick

"Bukankah itu konsekuensi?" Citra balik bertanya dengan sikap yang tenang.

"Kenapa waktu itu loe harus bohong?"

"Bukankah kamu tahu alasannya"

"Kenapa? Demi uang?" kali inj Erick meninggikan sedikit nada suaranya.

"Jika kamu sudah tahu jawabannya mengapa harus bertanya"

Erick mengusap wajahnya kasar, wanita didepannya sungguh tak sebaik penampilannya yang terlihat lugu dan sopan, berbeda dengan Bianca yang merasa aneh dengan sikap Citra, wanita ini memang bersikap tenang terapi seolah sedang menyembunyikan sesuatu Bianca adalah seorang psikiater tentu saja dia bisa membaca tingkah seseorang.

"Gue gak nyangka, gue pikir loe orang yang baik ternyata loe menghalalkan segala cara demi uang,"

"Maksud anda saya jual diri?" Citra masih menatap Erick dengan tersenyum berbeda dengan Erick yang sudah terlihat emosi.

Bianca semakin heran melihat sikap Citra seperti ada yang tidak beres dengannya, tetapi ia belum berani menyimpulkan itu.

"Tadinya gue pikir loe bakal kasih gue alasan yang masuk akal barangkali gue bisa bicara sama Zein buat bantu loe, tapi gue gak nyangka kalau ternyata loe semurahan itu. Gue gak akan tinggal diam kalau sampai loe berani macam-macam sama Zein" Erick menunjuk Citra penuh ancaman, lalu keluar dan membanting pintu dengan keras.

Bianca masih menatap Citra dengan intens "kenapa kamu harus berbohong?"

"Memangnya saya harus bagaimana?" Citra mencoba tetap tersenyum, meskipun hatinya seperti teriris saat ini, murahan? Hahaha kata-kata yang sungguh menyayat hati.

"Aku harap suatu saat kamu bakal jujur" Bianca menepuk pelan pundak Citra lalu melangkah keluar kamar.

Meninggalkan Citra seorang diri yang menunduk meneteskan airmata.
"Aku harus bagaimana tuhan?"

Deritanya seolah tak pernah berhenti tuhan pun seolah tak pernah berpihak padanya, sampai kapan ia dapat berpura-pura tegar bersikap tenang seolah semua baik-baik saja.

Tiba-tiba ia teringat adik nya yang bahkan hingga detik ini ia tak tau bagaimana kabarnya, apakah sudah sehat?, apakah ia makan dengan baik?, siapa yang menjaganya? ponselnya disita oleh Zein membuatnya tak bisa menghubungi adiknya.

Terakhir kali ia mendapat telepon dari rumah sakit yang mengatakan adiknya sudah sadar setelah satu minggu koma, tapi ia tak bisa datang menjenguknya karena Zein tak mengijinkannya keluar.

Sekarang dia benar-benar merasa sendirian, semua orang meninggalkannya seolah begitu bencinya mereka kepada dirinya, kedua orang tuanya pergi tanpa mengucap selamat tinggal memintanya menjaga adiknya yang bahkan sekarang ia tak tau dimana keberadaannya.

*Aku tak ingin menyalahkan takdir, meski takdir tak pernah berpihak padaku.

Aku juga tak ingin memaksakan cinta yang tak mampu ku genggam.

Para tangan yang dulu menggenggamku penuh cinta sekarang meninggalkanku satu persatu.

Semakin jauh aku menyusuri jalan hidupku maka semakin sesat arah dan tujuanku.

Maka hari ini biarlah aku menjadikan tujuan hidupku untuk melindungi orang-orang yang aku sayang tanpa harapan untuk balasan* Citra_kirana

Gadis 40Juta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang