026. Singularity

32 6 0
                                    

" Dingin sekali, Doyoung dingin. "


Valery menarik senyuman tipis, tangannya bergerak menepuk pelan pucuk kepala seorang anak laki-laki itu. Valery ingin sekali mendekap anak itu, tetapi anak itu menolak. Berkata bahwa bajunya akan kotor karena anak itu.

" Bagaimana kau bisa ada disini? Apa kau ingin pulang? " Tanya Valery dengan suara lembut, bertanya. Anak lelaki itu menggeleng, tatapan matanya yg polos mengarah kearah Valery.

Ia membuka mulutnya. " Eomma, Appa. Sudah mati. " Ucap anak itu akhirnya membuka suaranya. Valery membeku mendengar perkataan yg dilontarkan anak tersebut, ia mengubah ekspresi wajahnya dengan cepat.

" Apa Doyoung ingin kembali kerumah? " Tanya Valery lagi, tangannya masih mengelus pucuk kepala anak lelaki itu. Anak lelaki itu menggeleng cepat, bertanda ia menolak tawaran Valery. Anak lelaki bernama Doyoung itu memiliki rambut hitam dengan mata bulat yg menggemaskan, tetapi melihat ada lebam di lengan dan kulit bibirnya yg sobek, membuat Valery merasa sangat khawatir. Jika saja supir taksinya tidak berhenti, mungkin dia tidak akan bertemu anak ini.

Mata coklat Doyoung tampak berkaca-kaca, seperti hendak mengeluarkan air mata. " Ahjumma, Doyoung takut. Doyoung ingin pulang, tapi Eomma dan Appa akan marah kepada Doyoung. " Ujar Doyoung bersuara pelan, dibawah pandangan sorot matanya terdapat sebuah rasa ketakutan di sana. Valery tak tega, hingga akhirnya dia mendekap Doyoung erat. Air mata Valery turun, namun ia berusaha menghapusnya dan menarik napas panjang.

" Doyoung pulang dengan Ahjumma saja. Untuk sementara, lalu Ahjumma akan mencari Eomma dan Appa Doyoung. " Ucap Valery. Namun lagi-lagi Doyoung menggeleng menolak tawarannya.

" Apa Ahjumma orang baik? Eomma berkata bahwa aku tidak boleh mengikuti orang jahat. " Ucap Doyoung mengingat beberapa peringatan dari ibunya untuk menjaga diri. Valery tersenyum lagi, Doyoung sangat lucu dan polos saat mengatakan hal itu. Ia lantas melepaskan pelukannya, tangannya memegang lengan Doyoung dan menatap kearah kedua bola mata anak lelaki yg menggemaskan itu.

Valery menjawab. " Ahjumma orang baik, jangan khawatir. Doyoung tidak akan terluka bila bersama Ahjumma. Ahjumma akan melindungi Doyoung. " Ujarnya berusaha menyakinkan perasaan ragu anak lelaki itu. Sejenak, Doyoung tampak berpikir.

" Ahjumma tidak berbohong kan? " Sahutnya kembali bertanya dengan tatapan polos. Valery menganggukkan kepala lagi, Doyoung mengangguk-angguk mengerti. Tetapi ia kembali berpikir sekali lagi.

Doyoung tampak hendak mengatakan sesuatu, tetapi ia mengurungkan niatnya itu. Valery tersenyum, ia tahu bahwa Doyoung masih meragukannya. " Jika Doyoung tak ingin ikut dengan Ahjumma, gwaenchana. Ahjumma--"

Doyoung dengan cepat menggeleng. " Ani-aniyo! Doyoung akan ikut dengan Ahjumma! Karena... Doyoung tidak punya siapa-siapa lagi. " Jelas Doyoung dengan buru-buru sebelum Valery berubah pikiran, padahal sana sekali tidak. Lantas, Valery tersenyum gemas terhadap sikap Doyoung. Ia berdiri dan menggandeng tangan mungil anak kecil itu.

Valery seperti merasa bahagia, bahagia walaupun baginya hanya untuk sementara. Sejak dulu, dia sangat menyukai anak kecil, yg begitu menggemaskan, polos, dan memiliki tatapan mata yg begitu indah, seakan seluruh bintang bertaburan dalam mata mereka. Valery lantas tersenyum sendiri, ia memindahkan atensinya saat sebuah taksi melintas di depannya. Valery menghentikan taksi itu.

Drtt!

Drtt!

Drtt!

MEMORIES ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang