.
.
.
.
.Besokannya, orang tuanya Lia ada di rumah sakit---Mereka sangat khawatir, entah khawatir pure sama Lia atau masa depan mereka sendiri.
"Ngapain kalian ke sini?" tanya Lia sinis
"Kamu! Ish, bener-bener ya," ucap Ayahnya
"Apa?" Lia bertanya dengan wajah yang sinis
"Kamu harus istirahat total, kenapa sih sampai kamu keluyuran malem-malem dan coba-coba bunuh diri?" ucap Mamanya
"Bukannya kalian yang bikin aku begini?" ucap Lia
"Li, udah..." Wonpil tiba-tiba ikut nimbrung
"Kamu pacarnya Lia kan? Bukannya saya udah peringatin kamu buat gak deket-deket sama dia lagi?" ucap Ayahnya
"Saya tau kok, saya cuma gak mau ada pertengkaran ajah." jawab Wonpil, kondisinya sekarang memakai tongkat dan kakinya digips
"Kak, bisa bawa aku buat ninggalin mereka?" tanya Lia dengan wajahnya yang sangat pucat
Wonpil berani-beraninya duduk di samping Lia dan mengusap wajah gadis itu dengan tangannya, "Kamu mau Kakak culik? Gak bisa Li, ada orang tua kamu yang ngawasin hehe... Pikirin kondisi kamu dulu tuh."
"Kim Wonpil, ikut saya." ucap Ayahnya Lia lalu pergi ke luar
Lia menarik tangan Wonpil yang mau berdiri, "Jangan dengerin apa katanya," ucapnya
Wonpil tersenyum sambil melepas tangan Lia darinya, "Tenang ajah,"
"Kamu cuma mau harta keluarga saya kan? Saya tau detail latar belakang keluarga kamu."
Sekilas Wonpil tersenyum, "Segitu rendahnya saya deketin anak orang kaya cuma buat ngincer hartanya?"
"Ngaku ajah, kalau kamu maunya begitu saya bakal kasih uang dan tinggalin anak saya. Dia harus belajar keras buat keluarga kami ke depannya,"
"Maksud Om itu sangat menyinggung keluarga saya, tapi Om. Perlu diingat, mandang orang dari kerendahannya sama ajah ngerendahin dirinya sendiri. Terserah sih Om mau bilang apa, toh saya gak boleh dengerin apa-apa kata anak om sendiri tadi,"
"Benar-benar ya cinta itu bikin nutup mata kalian, apapun yang kamu lakukan bisa berdampak ke keluarga kamu."
"Global warning saja tidak berdampak ke keluarga saya, karena efek kaca tidak akan membuat panas jika tidak digunakan." ucap Wonpil lalu pergi ke ruangannya yang sudah dipindahkan hanya sama Dowoon
"Bang, jangan jalan-jalan mulu lah. Kasian badan lu," ucap Dowoon
"Badan gua strong kok haha..."
"Apaan lu yang paling lama gak sadar-sadar," ledek Dowoon
"Iya ya... Lu udah mau pulang kan? Siapa yang anter?" tanya Wonpil
"Yer---Eh lupa udah putus. Sendiri lah, sama siapa lagi,"
"Hahahah... Belum bisa move on kan lu, gua cuma bisa anterin sampe depan rumah sakit---Maafin Abang ya Woon,"
"Yailah sans, kondisi lu yang lebih parah Bang---Cepet-cepet sembuh ya biar bisa jalan-jalan lagi."
"Hanjir, gak kapok lu ya?"
"Nggak tuh." jawab Dowoon
"Gua juga enggak sih, pengen jalan-jalan ke tempat yang lebih jauh lagi malah."
*
"Lu udah meninggal kan?" tanya Rowoon
"Hah?" Lia kaget
"Eh, m-maksudnya mendingan. Ya ampun mulut gua typo Li, maaf." sahut Rowoon
"Ish,"
"Abis ini lu mau ngilang lagi huh? Enak-enaknya lu ngilang begitu? Gua nyariin tau, gila. Rasanya sampe pusing, tapi rileks juga sih."
"HEH! KELUAR LU!" bentak Lia
Suasana keruh itu berbeda dari ruangan sebelahnya, Wonpil ngerasa Rowoon kayaknya lebih tepat buat Lia---Diam-diam dia ngeliat dari luar.
"Jadi gini rasanya deket sama cewek kaya? Direndahin sama keluarganya."
"Apa gua salah ya pacaran sama orang yang gak sesuai kasta?"
"Apa gua harus lepasin dia?"
"Woy! Jangan keluyuran Pil. Badan lu masih memar itu, gak kasian sama organ-organ di dalem sana?" ucap Brian, yang baru ajah dateng sama Ryujin
"Ngintipin siapa lu?" ucap Ryujin kepo dan main buka pintu ruangan itu, sampai-sampai Lia dan Rowoon melihat ke arahnya
Wonpil cuma bisa nunduk dan jalan perlahan menjauh dari ruangan itu. "Ryujin kampret," umpatnya pelan
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak Upil • Kim Wonpil X Lia
Fanfic[COMPLETED] ▪︎15▪︎ Kak Upil, orang yang biasa ajah. Bahkan lebih baik dia tidak pernah ada---Itu sih keinginan teman-temannya. "Sebenernya gua udah lama suka sama lu. Sekarang gua harus jujur, lu mau gak jadi penyupport hidup gua?" Wonpil "Maksud Ka...