BAB 39 - PEDIH

512 26 1
                                    

Happy reading!!

Yuk vote+komen biar up nya cepet!

Shawn Mendes - Perfectly Wrong🎧


Alea sedari tadi hanya diam dan mendengarkan orang-orang yang ada di ruangan tersebut sedang mengobrol. Entah apa yang dibicarakan Alea juga tak paham. Gadis itu hanya berbicara secukupnya dan juga kadang sedikit tersenyum.

“Ohiya Alea selesai SMA mau kuliah dimana?” Tanya Jordi Papa Ardio kepada Alea.

Alea yang merasa mendapat pertanyaan tersebut tersenyum. “Belum tahu Om mau kuliah dimana?” Jawab Alea. Gadis itu memang belum memikirkan ingin berkuliah di Indonesia atau luar negeri.

“Kuliah di Jerman aja sayang. Kan nanti ada Dio yang jagain kamu. Ya kan Di?” Kini giliran Reva Mama Ardio yang mengusulkan.

Ardio hanya tersenyum dan mengangguk mendapat pertanyaan seperti itu.

“Terus mau kamu Alea kuliah dimana Wil?” Tanya Jordi Papa Ardio kepada Willy Papa Alea.

“Aku gak berhak mutusin Ale mau kuliah dimana. Mau di Indonesia atau di luar semua sama aja.” Jawab Willy dengan bijak. Membuat Alea tersenyum senang karena Papa nya memang selalu pengertian.

Setelah itu mereka kembali melanjutkan makan malam yang tertunda karena beberapa obrolan yang menghambat acara tersebut. Selesai makan malam Alea dan sekeluarga pamit untuk pulang kerumah.

Disaat sudah mencapai pintu utama tiba-tiba Mama Ardio berkata.

“Alea biar yang nganter Dio aja gapapa kan Wi?” Tanya Mama Ardio kepada Dewi Mama Alea.

“Aku terserah Ale aja mau pulang sama siapa?” Balas Dewi.

“Yauda kamu sama Dio aja ya sayang. Gapapa kan?” Kata Mama Ardio.

Perkataan Mama Ardio membuat Alea menghela nafas dan tersenyum pasrah. “Yaudah gapapa Tante.” Kata Alea masih tidak bisa menolak dengan ajakan Mama Ardio.

Diperjalanan pun Alea dan Ardio hanya diam dalam kebisuan dan hanya suara music yang mengalun dengan tenang. Alea melihat pemandangan keluar jendela. Jakarta di malam hari ternyata masih tetap  sama seperti dulu.

“Maafin sikap Mama ke kamu ya.” Tiba-tiba Ardio memecah keheningan masih tetap fokus menyetir. Membuat Alea menoleh ke arah nya.

“OH gapapa.” Balas Alea kembali menatap jalanan dan gedung-gedung pencakar langit.

“Kalau kamu gak nyaman kamu ngomong aja.”

“Gapapa aku bisa maklum kok sama Tante Reva. Lagian juga bukan salah Tante Reva, aku mau pulang sama kamu karena kemauan aku sendiri. Jadi bukan salah Tante Reva.”

“Mama mungkin begitu karna kangen aja sama kamu karena dulu kamu sering kerumah sama Sergio. Semenjak Sergio gak ada kadang aku lihat Mama sering nangis malem-malem dikamar sambil pegang foto kalau Papa belum pulang dari kantor.”

Perkataan Ardio membuat Alea menoleh dengan cepat ke arah lelaki tersebut. “Nangis?” Tanya Alea.

“Iya nangis. Mungkin Mama belum rela Sergio pergi gitu aja dari kehidupan kita semua. Mama sayang banget sama kita berdua terlebih sama Sergio karena menurut aku Mama itu lebih deket sama Sergio daripada aku.” Kata Ardio dengan sedih mengingat setiap memori  yang dia alami dengan saudara kembarnya dulu.

“Mama emang gak pernah beda-bedain kita berdua tapi emang aku akui kalau Sergio yang lebih deket sama Mama daripada sama aku.”

Alea masih diam tetap menyimak setiap apa yang dikatakan oleh Ardio. Sejujurnya hatinya juga pedih jika mengingat setiap kenangan nya bersama Sergio. Kenapa lelaki itu begitu cepat meninggalkannya. Itulah takdir kita tidak akan pernah tahu kapan ajal akan menjemput.

ALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang