Tentang Rombongan Aneh yang Bercakap-cakap

50 14 2
                                    

Setelah aku bercakap-cakap dengan Nyonya Peruglia, aku tidak langsung keluar toko. Tentu saja, apalagi kalau bukan mengambil upah yang ia janjikan?

Aku berencana akan membeli makanan lezat di pasar Scallian hari ini dengan upah yang tidak seberapa banyak itu. Hitung-hitung sebagai perayaan untuk kesabaranku yang sukses untuk tidak meledak selama satu minggu terakhir ini.

"Tidak ada niatan untuk memperpanjang kontrak, Arthur?" Nyonya Peruvian membuka basa-basi sembari berjongkok dan melihat laci meja pembayarannya untuk mengambil upahku yang Nyonya Peruglia titipkan kepadanya.

"Tidak, Nyonya. Kalau mau pun, aku tidak akan bisa."

Nyonya Peruvian berdiri tegak lagi setelah selesai dengan urusannya. Wajahnya terlihat tidak rela, tapi air mukanya juga mengatakan bahwa ia tidak akan bisa mengubah peraturan yang sudah dibuat sekeras apa pun ia berusaha.

"Ini upahmu. Terima kasih sudah membantu kami bekerja di sini, terutama aku yang malas jika harus menghadapi para pengantar pesanan, hehehe," tuturnya.

Nyonya Peruvian menyodorkan kantung goni yang bergemerincing ketika digoyang-goyangkan. Cukup berat, dan aku bisa mencium aroma orang kaya dari dalamnya--padahal mungkin dengan koin sebanyak ini aku tetap belum bisa membeli seekor keledai muda.

Aku membungkuk-bungkuk untuk menunjukkan terima kasihku. Setelah berkata-kata sedikit sambil membahas tentang kerja tambahanku untuk lusa nanti selama beberapa menit, mengutarakan salam perpisahan dan ucapan terima kasih, aku akhirnya berbalik dan berlalu menuju pintu keluar.

Ini sudah lumayan sore dan aku harus pergi ke pasar kota sebelum penjual roti isi daging kaki babi di sana menutup tempat jualannya. Sedikit berlari hingga kantung kecil di saku celanaku membuat bunyi gesekan dua logam.

Jalanan sudah ramai lagi ketika aku memasuki blok nomor dua. Semakin ramai ketika memasuki blok nomor tiga dan empat, mendadak sepi pada blok kelima, lalu ramai lagi ketika berbelok menuju pasar. Sudah sore dan penjual-penjual di sana hampir semuanya sudah mau tutup toko. Tapi, masih ada saja orang yang baru datang ke tempat ini--termasuk aku.

Aku membeli roti isi dengan cepat. Penjualnya ramah. Pria tua dengan kepala plontos, kumis jangkar, dan lengan berbulu. Di mulutnya ada cerutu, tapi sepertinya sudah habis dari tadi karena tidak ada asap yang keluar dari lubangnya.

Harga roti isinya tidak terlalu mahal. Tidak salah aku memilih penjaja satu ini sebagai tempat untuk mengeluarkan uangku.

Setelah selesai membeli, aku langsung keluar dari area pasar--tidak ada lagi yang bisa kulakukan di sana, untuk apa aku berlama-lama?

Di perjalanan menuju rumah, lagi-lagi aku menemukan hal yang sama dengan yang kulihat beberapa hari yang lalu. Rombongan besar dengan orang-orang yang sama kembali berjalan entah menuju mana, tapi yang pasti arahnya berlawanan dengan arah menuju rumahku.

Ah.

Rombongannya makin besar. Pula, bukan hanya manusia saja yang ada di sana. Kurcaci, beberapa goblin hutan, dan makhluk-makhluk bertubuh aneh lainnya ikut berjalan dalam arak-arakan.

Tidak banyak hal yang bisa kudengar dan kulihat. Hanya puluhan langkah kaki dan samar-samar percakapan mereka yang tenggelam di suara satu sama lain.

"Lusa adalah hari besarnya!"

"Tuan sisik emas akan memberkati kita! Aku tidak sabar melihatnya datang ke tengah kota nantinya."

"Walikota datang juga, kan?"

"Kue spesial tahun ini seberapa besar? Yang dipanggil ada berapa ekor?"

"Kalau dia mengamuk bagaimana?"

"Toko itu tidak mengacaukan perayaan tahun ini, kan? Tahun kemarin upacaranya berlangsung luar biasa jadi aku menaruh harapan tinggi bagi toko kue di ujung kota sana."

"Mama, apa yang akan kita lakukan di sana nanti?"

Hah?

Ah.

Hufftt ....

Baiklah, sepertinya aku tidak akan langsung pulang ke rumah. Aku akan bertolak terlebih dahulu ke perpustakaan kota.

Secepatnya.

Yang orang-orang itu katakan sama sekali tidak ada kaitannya satu sama lain, tapi jika didengar dari sisi mana pun, tetap mencurigakan juga pada akhirnya.

Dan lagi, apa masalah mereka hingga membawa-bawa pesanan spesial di toko kue milik Nyonya Peruglia? Aku terusik karena aku sendiri yang ikut membuatnya.

Karenanya, mau tidak mau aku harus buru-buru ke perpustakaan kota. Aku akan meminjam buku sejarah kota dan membawanya pulang ke rumah. Barangkali juga Tuan Suara-tanpa-nama bisa memberikan informasi tambahan tentang apa yang orang-orang itu bicarakan.

Perpustakaan kota hampir ditutup ketika aku sampai di sana. Penjaganya yang seorang wanita tua dengan kacamata tebal bahkan sudah berdiri di dekat pintu masuk, berniat untuk lekas-lekas pulang. Angin malam mungkin bisa membuatnya demam jika dia tidak pulang sebelum jam enam dan mantel bulunya terlihat tidak lebih tebal dari yang kupunya.

Wajah wanita itu kemelut begitu aku mengatakan akan singgah sebentar di perpustakaannya untuk mencari satu atau dua buku tentang Kota Scallian. Mau tidak mau, karena waktu saat ini belum menyentuh jam tutup toko, ia mengizinkanku masuk dengan catatan harus segera keluar begitu bukunya kutemukan.

Bukunya ada di lorong nomor lima, bersebelahan dengan lorong tempat buku-buku cara membuat mentega lemak dan sabun batang dipajang.

Aku mengambil satu. Jika lebih, aku tidak tahu apakah aku bisa membawanya pulang dengan selamat. Satu tanganku memegang roti isi dan tanganku yang lain tidak akan sanggup mengangkat dua buku yang tebal-tebal itu.

Wanita itu tidak mengatakan apa-apa lagi selain perintahnya untuk mengembalikan buku itu sebelum tiga hari, terhitung sejak hari pertama peminjaman. "Dendanya dua puluh koin jika lewat satu hari," ancamnya lagi.

Aku tidak takut karena yang kutahu, buku ini akan habis kubaca dalam satu malam--atau satu hari paling lama.

Yang kubutuhkan hanyalah informasi tentang 'perayaan' apa yang dimaksud oleh orang-orang tadi, siapa si Tuan Sisik Emas, apa hubungan antara toko kue milik Nyonya Peruglia, pesanan spesial, dan perayaan yang disebut-sebut oleh rombongan tadi, dan info-info berguna lainnya--bisa-bisa aku juga akan mendapat pengetahuan baru tentang kota ini nantinya.

Tidak ada gangguan lagi setelah aku pergi dari perpustakaan. Tuan Bargin Meath dan kucingnya juga tidak terlihat dari jalanan. Biasanya mereka di waktu-waktu seperti ini sedang saling duduk berpangku di kursi goyang sambil melihat-lihat ke arah jalanan--Bargin Meath yang memangku. Seringkali ia juga ikut mengelus-elus bulu kucing abu kesayangannya yang sering mengacak-acak rumput kering itu hingga tangannya penuh bekas cakaran.

Aku sampai di rumah saat matahari sudah tenggelam dan menghilang di balik Gunung Telulang. Aku mandi dengan cepat, berpakaian dengan cepat, lalu menyalakan lampu minyak dengan cepat. Karena besok aku kosong, malam ini aku bisa dengan bebas membaca buku sejarah Scallian sampai dini hari sekali pun.

Aku membuka salah satu halaman dan membaca informasi yang ada di sana.

"Baiklah, fakta pertama. Ada perayaan pemanggilan ... naga ... setiap akhir musim ... gugur."

Baru fakta pertama, tapi aku sudah ingin mati saja.

Tuhan, tolong aku.

Tbc.

Scallian : The City of Cloud [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang