Gadis Pirang yang Hilang

28 9 0
                                    

Aku dan Annabeth saling berpandangan dan mengoper buku ke tangan satu sama lain. Kami berdebat tentang apakah harus membawa buku ini ke rumah atau tidak, sedang langkah sepatu hak tinggi milik wanita penjaga perpustakaan sudah menggema hingga ke telingaku. Kami harus keluar lewat jendela sebelum siapa saja wanita yang mendatangi perpustakaan ini menangkap basah kami yang tengah adu mulut tentang buku informasi kota.

"Bawa saja, Arthur. Kita baca di rumah. Masih banyak hal yang harus kita cari dari buku tua ini." Annabeth menyarankan sambil menyerahkan buku yang ada di bawah dagunya. "Wanita garang itu semakin dekat."

"Tidak bisa. Berat. Kita tidak akan bisa berlari cepat jika ada buku seberat anak anjing gembala jerman ini. Letakkan saja di sini."

"Kita membawanya berdua. Aku akan mengangkat bukunya dari kanan, sedangkan kau di kirinya."

"Lampu minyak kita ditaruh di mana nantinya, wahai gadis pirang. Berjalan, apalagi berlari di jalanan tanpa penerangan sama berbahayanya dengan tertangkap oleh wanita itu. Jika jatuh, berdarah dan lutut sobek, lalu tumbang ke tanah, kau pasti akan menangis semalaman," balasku sengit.

"Letakkan di atas bukunya saja. Kita bawa sekaligus."

"Apinya akan menyentuh kertas-kertasnya. Jika terbakar di tengah jalan, kita tidak akan bisa membacanya hingga kapanpun."

Annabeth menatapku kesal. Aku merasa bahwa gadis itu saat ini tengah mempertimbangkan tentang apakah berguna jika kami bersikap bermusuhan saat ini. Annabeth kemudian melongok ke bagian luar ruang baca yang dihiasi cahaya pekat lampu gantung dan kembali menarik kepalanya menjauh sekedipan mata setelahnya.

Wanita itu sudah semakin dekat. Jaraknya tinggal tiga lorong lagi dari tempat kami berdua. Aku tidak tahu apakah orang itu tengah bermain-main karena yang kutahu, jalannya jelas sekali sengaja dilambat-lambatkan. Namun, yang pasti, kami harus segera keluar dari tempat ini.

Annabeth masih bersikeras untuk membawa buku itu. Aku tidak peduli lagi. Aku berlari duluan menuju jendela dan pura-pura meninggalkannya yang masih misuh-misuh di belakang. Gadis itu menyusulku tak lama kemudian sambil berkata, "Bukunya berat. Ayo cepat pergi!"

Benar.

Aku benar.

Haha.

Kami keluar tanpa ucapan-ucapan lain yang tak berarti. Annabeth memutuskan untuk meninggalkan buku informasi kota di meja tempatnya membaca. Terlalu berat dan terlalu menyusahkan untuk dibawa berlari, katanya tadi sambil menggaruk tengkuk. Namun, ia sempat membaca sekilas beberapa hal sepele yang ada di halaman-halaman akhir buku--termasuk di antaranya nama penjaga kandang kuda milik Tuan Walikota yang sudah diturunkan hingga tiga generasi, tata cara memanggil peri hutan, dan hal-hal lain yang tidak ingin ia sebutkan.

Aku tidak tahu saat ini bagian dalam perpustakaan keadaannya seperti apa. Ada bunyi-bunyian keras dan jatuhan buku yang terdengar hingga bagian luar. Annabeth merinding sebentar ketika lampu-lampu perpustakaan tiba-tiba dimatikan. Kami sudah pergi duluan ketika wanita penjaga perpustakaan berteriak lagi dari ruang baca.

Di perjalanan pulang, Annabeth diam saja. Ada uap air yang mengepul tiap kali hidungnya yang kembang-kempis itu mengembuskan napas. Wajah gadis itu memerah tiap menitnya. Udara dingin dan kakinya yang dibawa paksa untuk berlari tentu saja bisa membuat tubuhnya ketar-ketir saat ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Annabeth nekat membawa buku informasi kota hingga ke rumah. Walau dibawa berlari berdua, Annabeth akan tetap memiliki kemungkinan untuk pingsan setelah blok nomor tujuh.

Pun, kami pulang ke rumah setelah sepuluh menit berlari. Sama seperti ketika pergi ke perpustakaan, perjalanan pulang kami tidak mendapat masalah sama sekali.

Baguslah ....

Rumah kosong. Tidak ada Tuan Suara-Tanpa-Nama yang menyapa kami ketika membuka pintu. Gantinya, sudah ada Nyonya Ruby yang tengah merigkuk di sudut ruang depan dengan pulas--entah bagaimana kucing itu bisa masuk ke rumah tapi yang kutahu, Annabeth tidak mempedulikan hewan itu lagi. Gadis itu tidak memasang wajah takut lagi sejak beberapa hari terakhir tiap kali Nyonya Ruby mendekatinya.

Malam ini akan berakhir dengan cepat dan kami harus menggunakan sisa waktu tidur kami yang terpangkas banyak dengan sebaik-baiknya.

Aku menunggu pagi.

"Selamat tidur."

"Sampai jumpa."

****

Aku telat bangun pagi ini. Mataku baru membuka ketika matahari sudah berada di arah pukul sembilan, burung sudah berkicau dengan bising di luar, dan Tuan Suara-Tanpa-Nama berkoar-koar sembari membawa berita buruk. Hari ini seharusnya aku bisa berleha-leha dan mengongkang kaki sampai jam dua belas siang tetapi suatu hal membuatku harus panik sepanik-paniknya.

"Annabeth tidak ada di kamarnya."

Haahh ....

Annabeth tidak ada di rumah.

Aku tidak akan percaya jika gadis itu pergi dari rumah untuk membeli bahan baku untuk membuat makan siang. Gadis itu masih takut ketika harus melewati alun-alun kota dan pasar berada di salah satu gang seberang pusat kota. Ia juga tidak sedang pergi ke belakang rumah untuk mengecek sumur batu yang permukaan airnya hampir membeku, membereskan gudang, atau mengantar Nyonya Ruby ke rumah tuannya.

Annabeth benar-benar hilang.

Ya Tuhan!

"Annabeth pergi ke mana?!"

"Menurutmu?"

"Tidak tahu. Aku sudah mencarinya di halaman belakang, tetapi tidak ada batang hidungnya di sana."

"Sudah mengecek gudang penyimpanan?"

Aku mengangguk panik. Udaranya dingin, tapi aku sudah mandi keringat. "Sepatunya menghilang. Alas tidurnya malah sudah dibereskan. Ah--" Aku berhenti berbicara dan berjalan mendekati lemari. Aku akan memeriksa mantel hitam yang biasa ia gunakan sehari-harinya.

Masih ada. Tergantung rapi dan tidak disentuh sama sekali. Titik salju yang mencair bahkan masih terlihat di bagian bahunya.

Oh, sial.

"Mantelnya masih ada, Tuan! Annabeth ... apa Annabeth diculik?!"

"Tidak. Penculik mana yang mau membiarkan jarahannya membereskan tempat tidurnya terlebih dahulu sebelum dibawa berlari? Pun, jika memang ada orang yang masuk ke rumah untuk membawa Annette--Annabeth, suara pintu yang terbuka, kusen jendela yang terhempas, atau derap kaki di atap kayu pasti akan terdengar jelas olehmu, Arthur."

Aku sudah hilang akal. Annabeth masih belum boleh berkeliaran di luar sendirian. Keadaan kota masih belum stabil dan penduduk-penduduknya masih naik pitam dengan kehadiran kami. Aku takut gadis itu tidak akan pulang lagi nantinya.

Cih.

Ah, aku belum mengecek halaman depan! Barangkali gadis itu tengah bermain-main denganku dan melakukan ini semua hanya agar aku sakit jantung. Pula, bisa jadi gadis itu sedang berada di rumah Bargin Meath Tua untuk melakukan entah siapa yang tahu.

Haha.

Haahh ....

"Sudah ada?"

"Belum ada, Tuan. Annabeth tidak ada di mana-mana. Ah, tetapi, salju di halaman depan seperti ada yang sudah menginjaknya beberapa jam yang lalu. Tapak kaki kecil. Milik ... Annabeth."

"Annabeth mengarah menuju komplek pertokoan roh dua jam sebelum sekarang."

Hah?

"Komplek pertokoan roh? Dari mana kau tahu?"

"Tidak usah banyak bertanya dan langsung kejar saja gadis itu jika masih mau melihatnya pulang hidup-hidup."

Tbc.

Scallian : The City of Cloud [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang