Nyonya Griffith, setelah berkata seperti itu, langsung cepat-cepat menutup pintu ruangan. Wanita itu berusaha keras agar siapa saja orang yang ada di lantai bawah tidak bisa masuk ke sini--walau sebenarnya terlihat sia-sia karena pemerintah kota tidak membuat kunci di ruangan ini.
Pula, tidak ada benda berat yang sekiranya bisa digunakan untuk menahan pintu. Meja batunya tidak bisa dipindahkan dan menaruh tumpukan buku usang yang beratnya tidak lebih dari sekarung tepung jagung hanya akan mempersusah diri saja. Sia-sia. Pintu itu, walau dicoba untuk dikunci sekuat apa pun akan terbuka dengan mudah juga di akhir hari.
Aih.
Nyonya Griffith menyuruh kami bersembunyi di bawah meja batu tanpa bersuara. Kali ini, yang bermain adalah tangan dan matanya yang sedari beberapa detik yang lalu melototi bagian bawah meja batu. Burton ikut ketakutan. Sayapnya menegang dan garis matanya menukik ke bawah. Di sebelahnya, Nyonya Griffith menyembunyikan kami. Barangkali, jika para penduduk bisa masuk ke dalam ruangan ini, mereka tidak menemukan kami karena tertutup sayap Burton yang bau pegunungan.
Arak-arakan di luar semakin gencar meneriakkan umpatan dan merapal kutukan, pun bunyi bantingan dan derap langkah besar di lantai bawah makin nyaring saja rasanya. Nyonya Griffith terlihat lari bolak-balik di dalam ruangan untuk mengembalikan buku-buku yang sudah ia buka ke posisi awalnya. Kemudian, wanita berleher panjang itu berhenti, mengatur napas sebentar sembari memegangi dadanya yang kesakitan karena terlalu banyak dibawa berlari, lalu mencoba untuk ikut bersembunyi di bawah meja.
Langkah orang-orang yang ada di luar terdengar makin dekat. Bunyi ketukan sepatu mereka yang saling bertemu dengan anak tangga kayu yang beberapa saat lalu baru kami naiki sudah bising dari tadi. Orang-orang itu sudah menaiki tangga, berjalan di lantai atas, lalu menuju ruangan ini untuk mendobraknya.
Oh Tuhan.
Dari ambang pintu, kepala seseorang tiba-tiba dilemparkan. Tuan Qews, salah satu penduduk Blisshore golongan tua yang menghilang beberapa bulan lalu, tiba-tiba muncul lagi di hadapan kami tanpa badan. Tidak ada darah. Pangkal lehernya sudah mengering, matanya terputar ke belakang, bibirnya hilang--gigi-giginya juga--, dan rambut putihnya yang selalu ia banggakan lenyap. Pria itu ditemukan di Scallian dalam keadaan terakhir sebagai santapan seekor naga.
Kepala lainnya ikut dilemparkan. Dua buah. Keduanya milik penjaga rumah Nyonya Griffith yang baru saja berbincang konyol dengan kami beberapa puluh menit ke belakang.
Annabeth berteriak. Nyonya Griffith tersentak hingga kepalanya menabrak bagian bawah meja batu dan kesakitan setelahnya. Beberapa pria memasuki ruangan dengan lampu minyak luar biasa terang, berteriak sembari mengangkat-angkat garpu jerami dan kaki kurcaci biru.
Aku mendengar suara seseorang.
Tuan Suara-Tanpa-Nama. Dari bawah, tanpa bisa melihat wajah orang-orang yang ada di depan pintu, aku bisa mendengar Tuan Suara-Tanpa-Nama memekik kuat-kuat untuk memanggil namaku dan Annabeth. Murka. Ia mendesis dan meledak-ledak satu menit penuh hingga ditenangkan oleh satu pria lain yang ada di sebelahnya.
Aku bisa melihat kaki dua orang pria dengan sepatu semir hitam dan celana katun panjang yang dari tampak luarnya saja sudah seperti pakaian orang kaya. Tuan Suara-Tanpa-Nama tidak mungkin memiliki raga.
Benar, kan?
Pria itu masih memanggil-manggil nama kami. Ruangan ini sudah jadi seterang rubanah di musim panas, tetapi pria itu masih tidak bisa melihat tiga manusia dan satu burung besar aneh di bawah meja batu. Mengherankan. Aku jadi ragu apakah pria-pria itu sedang berpura-pura tidak tahu, ruangan terlalu terang hingga mata mereka menjadi silau, atau memang tidak bisa melihat karena matanya dipanah seseorang. Meski begitu, aku harap mereka tidak akan menemukan kami walaupun kemungkinannya luar biasa kecil.
"Arthur, Annabeth Green. Keluar segera atau aku akan membumihanguskan ruangan ini bersama dengan kalian di dalamnya." Begitu ucap Tuan Suara-Tanpa-Nama, dengan nada serak seperti ketika Tuan Ruthford membacakan puisi pujangganya di panti dulu.
Nyonya Griffith menahan tanganku yang akan keluar karena sudah mendengar ancaman dari pria-pria itu. Ia menyadarkanku dengan kalimat-kalimat seputar tentang diriku yang tidak akan dibiarkan mati sia-sia oleh orang-orang itu, ucapan mereka tidak lebih dari omong kosong, dan pria-pria itu tidak akan berani membakar rumahnya karena akan dengan senang hati Nyonya Griffith laporkan ke walikota kelak. "Mereka hanya mengancam, Arthur. Jebakan. Tidak lebih dari itu," bisiknya lagi.
Pikirnya begitu. Nyonya Griffith sudah akan tenang sebelum seorang pria berdehem dalam nada yang khas dan salah satu orang yang ada di sana mulai menyirami sudut ruangan dengan minyak. "Bakar semuanya," ucap salah satu pria yang ada di depan kami tanpa beban hingga bisa membuat Nyonya Griffith langsung keluar dari tempatnya bersembunyi.
"Manfred Kingsley, kuperingatkan kau untuk tidak menyentuh barang-barang di ruanganku!" pekik Nyonya Griffith. Ia kemudian memanggil burung peliharaannya untuk ikut keluar dan bersebelahan dengannya. Takut-takut jika pria tadi ingin menyerangnya, wanita itu masih bisa dilindungi oleh Burton. "Apa yang kau inginkan, Tua?"
"Aku hanya ingin agar anak-anak itu tidak bertemu denganmu. Aku tidak mau melihat mereka didoktrin olehmu lalu berharap agar bisa cepat-cepat pulang ke Blisshore."
"Kenapa, Kingsley? Kau jahat sekali dengan mereka. Mereka masih anak-anak. Yang laki-laki saja masih belum bisa menunggangi kuda sendiri. Apa yang kau mau dari mereka?"
"Aku ingin mereka menetap di Scallian ... selamanya."
Percakapan antara Nyonya Griffith dengan Kingsley terus berlanjut, bahkan hingga gerombolan penduduk yang marah dari luar melemparkan batu ke kaca ruangan dan mengenai meja batu tempat kami bersembunyi. Air mata Annabeth sudah kering, rasa terkejutnya sudah habis. Gadis itu tidak tahu lagi harus melakukan apa selain menatap kosong tumpukan kertas di seberang tempatnya bersembunyi serta mendengarkan pekikan Nyonya Griffith dan Kingsley dalam diam.
Kingsley ....
Aku pernah mendengar nama itu ....
Kingsley Manfred.
"Demi Tuhan, Kingsley! Mereka masih kecil!"
"Dulu kita juga seperti mereka, bukan? Ombudsman, setelah bertahun-tahun menetap di sini, hatimu masih sama saja ketika di Blisshore dulu. Payah sekali. Kau tidak berubah."
"Aku tidak ingin berubah jika arti dari 'berubah' yang kau maksud adalah menjadi pendendam. Terimalah, Kingsley. Kau adalah pendendam. Terlalu lama memimpin kota yang semua penduduknya adalah pendosa ternyata membuat otakmu semakin menguncup."
"Griffith, tunduklah kepada perintahku! Berikan anak-anak itu atau aku akan melakukan hal yang lebih buruk kepadamu?"
Aih.
Nyonya Griffith berada dalam bahaya. Wanita itu bisa mati jika kami tidak kunjung keluar.
Asta--
"Atau apa, Kingsley?" tantang Nyonya Griffith, "kau ingin melemparkanku ke Gunung Telulang?"
"Cukup, aku hanya ingin melanjutkan hal-hal gila ini ke keturunanku yang saat ini tengah kau sembunyikan!"
Keturunan ....
Kingsley Manfred ....
Ibu dulu pernah mengatakan jika nama kakek dari sebelah ayahku berawalan kata 'raja' dan memiliki nama belakang yang sama denganku.
Kingsley Manfred.
Kakekku.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scallian : The City of Cloud [END✓]
FantasySelamat datang di Scallian! Di sini, kami memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pelancong--atau penyintas yang memasuki kota ini sepertimu. Kota ini bukan milikmu atau nenek moyangmu. Jadi, jangan terlalu penasaran mengenai seluk b...