Malam ini tidak ada badai salju, tetapi Annabeth membeku di pojok ruangan. Dari jam enam tadi, gadis itu tidak sekalipun mengubah posisi duduk memeluk lututnya. Aku tidak tahu harus melakukan apa kecuali duduk membelakanginya dalam diam.
Perihal kejadian tadi sore, sepulang dari bekerja sebagai penjaga gerbang, Nyonya Peruglia yang meradang sudah cukup untuk membuat kami berdua ingin cepat-cepat pulang ke Blisshore. Pula, peristiwa pembunuhan yang kuyakini sebagai hal normal di depan gerbang kota membuat kepalaku sakit. Aku butuh tidur, tetapi aku masih harus menyelimuti Annabeth. Gadis itu pasti tidak akan mau mengambil tempat yang hangat di kamar karena masih sakit hati, terkena hipotermia, lalu ditemukan mati kedinginan di pagi harinya.
Malam masih panjang. Perapian di salah satu sisi dinding tidak disentuh sejak kemarin dan kemarinnya lagi, serta untuk besok, besoknya, lalu besoknya lagi kecuali seorang penduduk mau memberikan pemantik api mahal ke kami secara cuma-cuma.
Minyak di pojokan dapur sudah tidak bisa digunakan lagi sepertinya. Ada gumpalan salju di dasar wadahnya dan perapian basah karena dijatuhi salju yang mencair. Toh, aku juga yakin tadi siang Nona Ruby mengencingi tempat itu karena mengira abunya sebagai tanah hitam kering berpasir. Api di tempat itu tidak akan muncul sekalipun disulut dengan gesekan kayu bakar.
Musim dingin di Scallian tidak jauh berbeda dengan di Blisshore. Bagaimana tidak, kota ini saja secara letak benar-benar berada tepat di atas kota kecil tanah kelahiranku yang pemerintahannya belum mendapat doktrin dari penjajah Prancis itu. Matahari akan tiba sepuluh jam ke depan dan malam ini akan sama dingin, sama panjang, dan sama jeleknya dengan malam kemarin.
Aku tidak mau Annabeth mati kedinginan. Aku tidak mau melihat gadis itu mati, menangisi kematiannya esok hari, lalu bersusah payah mengurus pemakaman gadis berhidung panjang itu hanya karena perkataan Nyonya Peruglia tadi sore.
Aku akan mencoba memanggilnya.
"Annabeth."
Diacuhkan barang satu detik saja pun tidak. Annabeth benar-benar tidak mau berbicara saat ini.
Annabeth, secara tidak langsung, berubah menjadi salah satu dari kelompok patung penjaga gerbang. Lucu jika mengingat bahwa sebenarnya gadis berambut dekil inilah yang seharusnya mengambil peran sebagai 'orang aneh dan hiperaktif', namun malam ini, Annabeth menjadi penduduk paling pendiam di Scallian.
Haahh ....
Ah, benar juga!
Annabeth belum melihat permen perisa bunga mawar yang kudapat dari salah satu penduduk kota dermawan.
Aku beranjak menuju dapur. Permennya masih kusimpan di dalam lemari penyimpanan. Jika menghilang, aku akan menyalahkan Nona Ruby. Jika digerogiti semut, aku akan menyalahkan Nona Ruby. Jika Annabeth tidak suka, aku akan tetap menyalahkan Nona Ruby tanpa alasan yang jelas.
Haha.
Kalau bisa seperti itu, aku pasti sudah bahagia saat ini. Sayangnya, kucing yang sering mendengkur tiap sore itu selalu menghilang di malam hari, lalu entah bagaimana caranya tiba-tiba sudah berada di dekatku lagi pada pagi harinya.
Mengherankan.
Sayang sekali, Annabeth, menoleh sedikit pun tidak. Perkataan Nyonya Peruglia sudah terlalu pahit untuk membuat Annabeth mau menerima manisan ini.
"Annabeth, aku belum mau melihatmu mati malam ini."
Annabeth langsung mendongak. Matanya sembab, hidungnya berlendir, mulutnya pucat. Wajahnya memerah kedinginan. Ia melihatku sekilas, mengisap lendir di hidungnya kuat-kuat satu kali, lalu menunduk lagi.
"Aku memang mau mati." Annabeth merengek seperti anak kecil, sedang ucapannya sama berbahayanya seperti penyihir dari gubuk tua dekat hutan yang mengutuk walikota sebelum dibakar di alun-alun dua puluh tahun silam. "Aku mau mati di Scallian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Scallian : The City of Cloud [END✓]
FantasíaSelamat datang di Scallian! Di sini, kami memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pelancong--atau penyintas yang memasuki kota ini sepertimu. Kota ini bukan milikmu atau nenek moyangmu. Jadi, jangan terlalu penasaran mengenai seluk b...