Kepalaku tiba-tiba jadi panas. Aku berhenti membaca setelah habis halaman pertama--bukan benar-benar halaman pertama bukunya karena aku langsung lompat ke bagian sejarah kota.
Fakta nomor satu saja sudah bisa membuat badanku panas dingin. Jika meneruskan, mungkin aku akan benar-benar sakit--fisik maupun mental.
Kota ini ... gila.
Ini akhir Oktober dan aku mulai mengerti kenapa toko kue milik Nyonya Peruglia mendapat pesanan spesial seminggu belakangan ini. Lagi, aku juga semakin percaya bahwa ucapan Tuan Suara-tanpa-nama tentang menemui naga yang awalnya terdengar seperti olok-olok ala kakek tua, memang benar adanya.
Yang masih harus kupastikan hanya satu. Apakah iring-iringan kelompok di jalanan kota tadi sore memang benar-benar ada hubungannya dengan perayaan pemanggilan naga ini atau tidak.
Aku membalik halamannya. Tidak ada yang berguna di halaman setelah fakta tentang naga tadi--halaman yang ini berisi tentang cara menangkap ikan di Danau Hitam dekat Hutan Pencecak. Halaman-halaman selanjutnya pun masih sama saja. Tidak bisa menjawab pertanyaanku.
"Kau bisa membaca?"
Ah, Tuan Suara-tanpa-nama datang lagi dan kali ini, ucapannya tidak jauh pedas dari tadi pagi.
"Bisa. Kiramu aku tidak bisa membaca?"
"Tentu saja. Kau tinggal di panti. Di kota ini, penjaga pantinya saja masih belum bisa membedakan antara kuda dan keledai."
"Pantiku ada di Blisshore, kenapa menyamakannya dengan panti yang ada di Scallian?" Aku mengomel lagi. Menyamakan Scallian dengan Blisshore sama saja seperti menyamakan Eropa dengan Antartika. "Nyonya penjaga panti bahkan merupakan salah satu orang paling pintar yang pernah kukenal. Jadi, mana mungkin dia tidak mengajariku dan anak-anak panti yang lain untuk membaca."
"Ah, benar juga. Tapi, jangan dibahas dulu hal itu. Kau sedang baca apa? Bukunya tebal sekali. Matamu tidak lelah melihat halaman-halamannya yang berisi tulisan itu? Gambarnya hanya ada tiga sejauh yang kulihat dari awal kau membuka bukunya."
Aku berhenti membaca buku itu sejenak. "Kau melihatku membaca buku ini dari awal?"
"Aku bahkan sudah melihatmu sejak kau membuka pintu tadi."
Pantas saja dia tidak terdengar seperti terkejut ketika bertanya kepadaku saat ini. Dia sudah tahu aku akan membaca buku ini tepat saat masuk ke dalam rumah.
"Buku sejarah kota."
"Untuk apa?"
"Masih perlu ditanyakan?"
"Perlu. Aku yang lebih tua darimu saja tidak akan mau membaca buku setebal dan seberat itu. Kulit kayunya bahkan sudah mengelupas di sisi-sisinya. Hidungmu tidak apa-apa saat menghirup debunya yang kemungkinan sudah berumur puluhan tahun itu?"
Aku berdecak. "Jika tidak ada keperluan pun, aku tidak akan mau membuka, apalagi repot-repot meminjam buku ini dari perpustakaan."
"Nah," ucap suara itu, "Apa tepatnya keperluanmu saat ini?"
Aih.
Aku salah berbicara. Aku tidak bisa lagi mengelak dan mencari-cari alasan untuk membuatnya tidak penasaran lagi dengan kegiatan membacaku.
"Ah, anu."
"Apa?" desaknya. Dia tidak sabaran sekali ingin mendengar jawabanku. Seperti penting sekali saja--padahal hidupnya tidak bergantung sama sekali dari aku yang menjawab pertanyaannya atau tidak.
Aku melipat halaman yang kubaca terakhir kali--aku tahu ini tidak diperbolehkan, tapi ya sudahlah, tidak ada juga yang akan melihat--, menutup buku, lalu menepuk-nepuk muka sampulnya tiga kali.
"Aku melihat banyak orang-orang aneh berjalan menuju suatu tempat yang letaknya tidak kuketahui sama sekali. Karena aku penasaran, jadilah aku meminjam buku ini untuk melihat penjelasan tentang rombongan aneh itu."
"Memang di buku itu ada jawabannya?"
Aku menggeleng. "Belum kulihat semua," jawabku.
Tuan Suara-tanpa-nama tidak berbicara lagi setelahnya. Mungkin dia membiarkanku membaca buku itu dulu sampai habis, dan jika tidak menemukan jawabannya, dia akan langsung menyemburku dengan ejekan.
Satu jam pertama kuhabiskan hanya untuk membaca hal-hal yang lagi-lagi tidak ada hubungannya dengan kejadian yang kualami tadi sore. Dari tadi hanya ada langkah-langkah cara mengusir goblin pencuri dari Hutan Pencecak, peringatan kematian tetua kurcaci yang dilaksanakan tiap awal musim semi, dan informasi lain yang tidak penting sama sekali untuk saat-saat seperti ini.
Mataku sudah mengantuk. Panas dan berair. Malam terasa sudah semakin larut, padahal aku baru membaca selama satu jam lebih. Roti isi di tanganku bahkan masih tersisa setengah dan tenggorokanku kering--aku tidak menyadarinya sampai aku batuk-batuk tadi.
Buku yang kubaca belum sampai seperempat bagian. Masih ada dua ratusan halaman lagi yang harus kubuka dan kujelajahi isinya.
Aku berniat untuk membacanya sampai habis tapi apa tidak apa-apa jika aku tidur larut malam ini?
Aku akhirnya memilih untuk membaca sekilas halaman-halaman buku ini. Yang tidak ada hubungannya langsung kulompati. Yang sekiranya mengandung informasi penting langsung kubaca lamat-lamat--walau pada akhirnya tidak terlalu berguna dan berakhir dilupakan secepatnya.
"Sampai kapan kau mau membaca buku itu? Sudah hampir tengah malam." Tuan Suara-tanpa-nama kembali lagi. Aku yang tengah kelabakan dengan kalimat aneh di halaman yang membahas tentang air mancur di tengah kota langsung menatap dinding dengan malas.
"Sampai selesai."
"Matamu sudah berair. Tidak mencoba untuk istirahat dulu?"
"Jika aku istirahat sekarang, nantinya aku tidak akan tahu apa jawaban dari pertanyaanku sejak sore tadi."
"Memangnya kau mau bertanya apa?"
"Aku sudah mengatakannya kepadamu, bukan?"
"Ah, tentang rombongan aneh itu?" tebaknya. Aku mengangguk lalu kembali menatap kertas tua berbau debu perpustakaan ini. "Rombongan itu memang aneh," imbuhnya.
Perhatianku langsung teralih sepenuhnya ke suara itu. "Memang aneh dari mananya? Kau tahu tentang rombongan itu?"
"Tentu saja aku tahu! Kau pikir sudah berapa lama aku menetap di kota ini?"
Aku diam. Dia melanjutkan, "Rombongan itu memang sudah lama menjadi perbincangan penduduk Scallian. Tapi, penduduk yang membicarakan tentang rombongan itu, sebagian besarnya termasuk ke dalam kelompok itu."
"Bagaimana mungkin?"
"Siapa yang bilang kalau hal itu tidak mungkin?"
"Ah, tidak ada. Aku hanya merasa aneh saja. Itu artinya mereka membicarakan diri mereka sendiri, bukan?"
Tuan Suara-tanpa-nama membenarkan. "Karena itu mereka disebut aneh. Bukan itu saja sebenarnya."
"Ah, kau tahu lebih banyak?"
"Kau sepertinya benar-benar meremahkanku, ya? Pertanyaanmu mau dijawab atau tidak?"
Aku terkikik, menggaruk kepalaku lalu pindah ke tengkuk, kemudian kembali ke posisi duduk tenang untuk menyimak ucapannya lagi.
"Sebenarnya, warga di sini hampir semuanya termasuk ke dalam kelompok itu. Bahkan tetangga kita yang sering datang untuk memberikan sosis daging, si tua Bargin Meath, termasuk ke dalam kelompok itu. Hanya sedikit yang aktif. Tapi untuk yang pasif, hampir semuanya masuk ke dalam kelompok itu."
Aku agak terkejut ketika mendengar bahwa Tuan Bargin Meath ikut masuk ke dalam kelompok itu. Jika saja Tuan Suara-tanpa-nama tidak memberitahu, maka aku tidak akan pernah tahu jika tukang daging itu adalah salah satu anggota dari komunitas aneh itu.
"Memangnya, kelompok apa itu?"
"Kelompok penyembah naga."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scallian : The City of Cloud [END✓]
FantasiSelamat datang di Scallian! Di sini, kami memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pelancong--atau penyintas yang memasuki kota ini sepertimu. Kota ini bukan milikmu atau nenek moyangmu. Jadi, jangan terlalu penasaran mengenai seluk b...