Suara Aneh di Halaman Panti

503 74 63
                                    

Aku sudah mencoba untuk tidak menghiraukan suara itu sekuat tenaga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sudah mencoba untuk tidak menghiraukan suara itu sekuat tenaga. Pikirku, itu pasti salah satu trik licik yang dimainkan oleh para penjarah rumah. Bisa mati aku jika terpancing oleh tipuan murahan mereka.

Tapi apa daya, suara itu masih terngiang-ngiang di pikiranku. Aku sudah menutup telingaku tetapi suara sialan itu masih bisa menyusup entah bagaimana caranya. Aku frustasi. Cukup mataku saja yang membangkang, telingaku jangan.

Akhirnya, aku memutuskan untuk berdiri dan melihat siapa gerangan pencipta suara terkutuk ini. Aku beranjak dari kasurku dan berjinjit untuk mencapai kusen jendela.

Ck, berdebu—lupa kubersihkan.

Kosong. Halaman samping kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana. Daerah itu hanya dipenuhi oleh kunang-kunang dan rumput hijaunya dipeluk cahaya bulan.

Aneh sekali. Jelas-jelas suara itu berasal dari halaman samping. Namun ... halaman itu lengang dan sepi seperti gedung utama panti di malam hari.

Aih, atau telingaku saja yang bermasalah dan berhalusinasi dari tadi?

Ah, aku tidak tahu lagi! Aku sudah letih dan aku butuh istirahat saat ini. Secepatnya!

Aku mendengkus dan kembali menyapa pembaringan. Kembali, aku berbaring sambil menutup mataku paksa. Rasa kantuk mulai menyerangku, begitu juga dengan suara seruling tadi yang masih berpesta di kepalaku.

Tak ayal, rencanaku untuk tidur cepat hancur lebur gara-gara bising dari seruling itu. Telingaku pengang dan aku tidak tahan lagi. Aku harus mencari tahu siapa--atau apa yang membuat suara itu.

Aku beranjak dari kasurku untuk yang kedua kalinya. Tak lupa, aku kembali melirik ke luar jendela. Sunyi. Masih kosong melompong seperti aula kota di hari Minggu.

Pada awalnya, aku berniat untuk membangunkan Hisk dan memintanya untuk menemaniku mencari sumber suara itu. Bagaimanapun juga, aku masih memiliki rasa takut. Menemukan anak kecil seumuranku yang tidak memiliki rasa takut sama tidak mungkinnya dengan menemukan naga bersisik emas yang tinggal di rumah jamur dekat danau.

Niatku begitu. Namun, ketika mendengar dengkurannya dan melihat wajahnya yang sudah jauh terlelap ke dalam dunia mimpi--jika dibangunkan pun, kemungkinan besar dia tidak akan mau ikut kecuali diberikan gula-gula merah muda yang saat ini tidak mungkin bisa kumunculkan tiba-tiba--, aku memutuskan untuk pergi sendiri. Dia juga pasti sudah kelelahan setelah bekerja seharian penuh sejak pagi tadi. Aku pasti akan merasa bersalah jika waktu tidurnya yang berharga harus terpotong karena ulahku.

Jadilah, aku akan keluar sendiri. Jarak halaman itu dengan pintu depan hanya beberapa jengkal. Jadi, aku yakin aku akan baik-baik saja kelak.

Aku memakai alas kakiku. Rasa dingin langsung menjalar dari telapak kaki, ke betis, pinggang, perut, hingga puncak kepala. Malam ini entah kenapa terasa lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Hmm ... mungkin ini karena musim dingin akan berlangsung sebentar lagi. Bisa saja angin-angin dingin yang nakal memutuskan untuk menjelajahi kota ini lebih cepat dari jadwal yang ditentukan oleh Tuan Santa.

Scallian : The City of Cloud [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang