Kue Mengapung dan Tamu Malam Hari

53 13 10
                                    

Aih.

Aku jadi urung untuk tertidur. Pintu depan ada yang mengetuk beberapa kali. Makin lama makin kencang seperti orang yang mengetuk baru saja dikejar serigala pegunungan.

Ketukan itu kudiamkan dulu beberapa saat. Aku tidak mau jika bayang-bayang tentang kejadian buruk yang Nyonya Peruvian katakan kepadaku di toko tadi pagi benar-benar terjadi kepadaku.

Tidak kunjung menyerah, malah makin menjadi-jadi. Suaranya keras sekali sampai-sampai aku tidak bisa lagi fokus untuk tertidur dan memejamkan mata. Pun, pada akhirnya aku menyerah juga ketika siapapun orang yang ada di balik pintu itu menangis pasrah.

"Tuan, bolehkah?"

"Silakan saja. Aku tidak merasa bahwa orang yang mengetuk-ngetuk pintumu adalah orang yang jahat atau satu jenis dengan penipu dari Hutan Pencecak. Jadi, bukakan saja. Tidak ada salahnya."

Aku mengangguk. Jika ada apa-apa yang terjadi kepadaku, Tuan Suara-tanpa-nama adalah orang pertama yang akan aku salahkan karena sudah meyakinkanku untuk membuka pintu depan.

Aku tidak pernah menyangka sebelumnya kalau aku akan mendapat tamu di malam hari seperti ini.

Tamunya ... seorang gadis berbadan dekil yang memakai baju panti.

"Tolong aku, Tuan! Tolong aku!" Gadis itu, walau sudah dibukakan pintu lebar-lebar pun masih tetap bersimpuh di pintu depan sambil menangis dan memekik ingin masuk.

Beberapa saat kemudian, entah karena apa, gadis yang sepertinya seumuran denganku itu berdiri. Badannya lebih tinggi beberapa sentimeter daripadaku dan aku tidak suka hal itu. Aku harus sedikit mendongak ketika ingin melihat matanya.

Hmm ....

Mungkin seperti ini perasaan tetua kurcaci menjengkelkan tempo hari ketika tengah mencoba untuk berbicara denganku.

Aih, persetan.

"Ah, mohon maaf karena sudah mengganggumu malam-malam begini tapi aku mohon, biarkan aku masuk, Tuan!" ucapnya patah-patah, lalu berjongkok, bersimpuh lagi, kemudian bersujud seperti ingin melakukan penghormatan kepada keluarga kerajaan.

Aku baru kali ini melihat ada seseorang yang bersujud di bawah kakiku dan aku sama sekali tidak senang dengan hal itu--salah satu anjing tua berbulu hitam yang baru saja melewati jalanan depan rumah juga sepertinya tidak senang. Hewan itu tiba-tiba berhenti, lalu menyalak kencang-kencang untuk menyuruh kami masuk dan melanjutkan acara bersujudnya di ruang tengah.

"Tidak perlu bersujud seperti itu! Apa-apaan pose itu?! Aku bukan rajamu, jadi tidak perlu seheboh itu," ujarku kesal. "Cepat masuk! Di luar dingin. Anjing tua di sana bahkan bisa saja menggigit batang kakimu ketika tengah bersujud tadi jadi ayo cepat!"

Berhasil.

Dia masuk dengan cepat ke dalam rumah setelah aku berkata seperti itu. Sesekali wajahnya menoleh ke belakang, bermaksud untuk melihat anjing yang dari tadi memasang pandangan seperti ingin membunuh salah satu dari kami--atau malah dua-duanya kalau bisa.

Wajahnya seperti baru saja melihat mimpinya yang paling buruk. Rambutnya acak-acakan dan basah entah terkena apa--mungkin air danau karena baunya mirip lumut dan ganggang hijau saat ini. Lututnya robek, betisnya banyak yang lecet--tapi hebatnya, ia masih bisa bersujud tadi. Bajunya sama seperti saat aku datang ke kota ini dulu.

Baju Panti Asuhan Sunnywood.

"Kau ... salah satu dari anak panti?"

"Eh?" Ia terkejut. Wajah memelasnya berubah menjadi kaget bercampur bingung. "Panti ... Sunnywood?"

"Iya. Jangan bilang kau juga anak panti itu."

"Namamu Arthur?"

Aku tersentak ke belakang. Pertanyaan dibalas pertanyaan. Pun, Aku tidak tahu bagaimana ia bisa mengetahui bahwa namaku adalah Arthur--tebakan beruntung tidak akan bisa setepat ini.

Tidak tahu lagi harus melakukan apa, aku memutuskan untuk mengangguk. Namaku memang Arthur. Toh, jika berbohong pun, aku tidak akan mendapat keuntungan apa-apa.

Wajah gadis itu berubah senang, tapi tidak bertahan lama karena kondisinya lebih tidak menyenangkan daripadaku saat ini. "Ternyata kau benar-benar Arthur. Pantas saja aku seperti pernah melihat wajahmu sebelum ini."

"Dari mana kau tahu?" tanyaku pada akhirnya, setelah melihat wajahnya yang seperti baru saja bisa bernapas setelah lama kehabisan oksigen itu.

"Dari Nyonya penjaga panti. Satu minggu belakangan, panti--ah, tidak, bukan hanya panti, tapi seluruh Blisshore juga sedang heboh karena seorang anak panti menghilang di malam hari. Kau tidak akan tahu seberapa paniknya Nyonya penjaga saat menyadari ada satu anak asuhnya yang hilang."

"Lalu, apa yang dilakukan mereka?"

"Tentu saja mereka mencarimu. Salah besar jika berpikir bahwa Nyonya penjaga mempertahankan anak-anak di panti hanya demi upeti dari walikota saja. Tiap malam setelah tiga hari melakukan pencarian yang tidak membuahkan apa-apa, wanita itu menangis di ruangannya. Rudolf, si kucing panti, bahkan tidak mau memasuki ruangannya karena takut melihat wajah Nyonya penjaga yang seperti mayat kaukasia hidup putus asa itu."

Aku terhenyak lagi. Tidak kusangka bahwa kepergianku menyebabkan banyak hal tidak menyenangkan terjadi di panti.

Nyonya penjaga orang baik dan sudah kuanggap seperti ibu sendiri. Melihat wanita itu menangis sesenggukan di kantornya sama saja seperti melihat Ibu yang menangis setelah ditinggal oleh Ayah ke medan perang--janjinya akan pulang, tapi ternyata tidak jadi sampai hari ini.

Haahh ....

Jika jadinya seperti ini ....

Aku berjanji akan pulang.

Secepatnya.

Tapi sebelum itu, ada satu hal lain yang harus kupastikan dari gadis di depanku ini.

"Kau kenapa bisa sampai ke kota ini? Dan lagi, kenapa wajahmu seperti baru saja berhadapan dengan hantu aneh dari blok di pusat kota ketika berada di pintu depan tadi?"

"Siapa yang bilang kalau aku tidak benar-benar dikejar hantu-hantu aneh dari salah satu blok sempit yang ada di pusat kota?"

"Eh?"

"Eh?"

"Kau benar-benar dikejar hantu dari komplek pertokoan roh?"

"Komplek pertokoan roh? Tempat mengerikan macam apa itu? Aku tidak tahu, yang pasti aku baru saja dikejar-kejar oleh hantu badan besar dengan muka konyol ketika berjalan sendirian tadi. Lihat." Gadis itu menjawab bahwa dirinya memang benar dikejar-kejar oleh seorang hantu, kemudian beralih menunjuk-nunjuk luka menganga di lutut kirinya dengan telunjuk. "Ini kudapat baru saja, ketika tengah berlari di jalanan kota ketika mencoba untuk kabur dari hantu itu."

Jadi memang benar bahwa luka yang ia dapat asalnya tidak jauh-jauh dari kota ini. "Tapi, kenapa rambutmu sampai basah seperti itu? Kota ini tidak hujan dari tadi."

"Aku tidak tahu. Yang pasti, aku mengalami kejadian aneh sebelum ini. Paling aneh selama dua belas tahun aku hidup."

"Aneh seperti apa?"

"Malam ini sebenarnya aku mendapat giliran untuk mencuci piring bekas makan di panti. Tapi, ketika yang lain sudah selesai menaruh mangkuk dan gelas di lemari piring, aku malah mendengar sesuatu mengepak-ngepakkan sayap bulunya tidak jauh dari panti. Aku mencari asalnya, berjalan hampir satu jam dan berakhir di danau kota yang sepi, melihat kue berbau aneh mengapung di tengah danau, mencoba untuk menggapainya, lalu boom!"

"Apa?"

"Aku terjatuh, tenggelam, pingsan. Ketika bangun, ternyata aku sudah berada di depan gerbang aneh."

Gadis malang.

Tbc.

Scallian : The City of Cloud [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang