Gerobak Kayu di Alun-alun

48 13 0
                                    

Tidak dikatakan ada naga pun aku pasti akan tetap lari terbirit-birit setelah selesai menaruh kue ini di tengah perayaan mengerikan mereka. Siapa orang waras yang mau diam saja ketika melihat sekumpulan makhluk dua dunia berkumpul di tengah lapangan sambil menari, menyanyi, tertawa, dan bersujud di depan sebuah kue?

Kami bertiga berhenti dulu di depan toko. Nyonya Peruvian ternyata lupa mengunci pintu depan toko sehingga mau tidak mau, kami harus menunggunya lagi. Kuncinya dari dalam, jadi wanita itu harus memutar lagi dari pintu belakang.

Padahal dia sudah diperingatkan untuk mengunci pintu depan benar-benar oleh Nyonya Peruglia.

"Lama sekali, Peruvian." Nyonya Peruglia cemberut ketika Nyonya Peruvian muncul lagi sambil berlari. Ia kesal karena harus menunggu di depan toko beberapa menit, padahal cuaca sedang panas-panasnya.

Yang diprotes tertawa saja. Aku diam, tidak tahu harus berkata apa--dan tidak patut juga rasanya jika aku ikut berkata-kata.

Pun setelah itu, kami melanjutkan lagi mendorong gerobaknya menuju alun-alun kota. Sepertinya aku yang paling kesusahan saat mendorong  gerobak ini. Dari tadi, Nyonya Peruglia dan Nyonya Peruvian tidak banyak mengembuskan napas kasar, sedangkan aku entah sudah berapa kali memburu napas--padahal aku berada di bagian mendorong yang paling mudah, bukannya di bagian depan seperti Nyonya Peruglia yang harus sekalian menarik gerobaknya juga.

Hmm.

Tapi, jika dipikir-pikir, sepertinya bukan jalannya yang bermasalah, tapi roda pedati ini secara keseluruhan. Jika sebelumnya aku berpikir bahwa yang menjadi alasan utama gerobak ini susah didorong adalah jalan berbatu di belakang toko, maka sepertinya aku salah.

Jalanan depan toko tidak banyak lubang, berbatu, apalagi dilapisi cairan lengket. Tapi, gerobak ini tetap sulit untuk dipindahkan. Keringatku sudah bercucuran semua, bahkan ketika baru mencapai ujung belokan.

Nyonya Peruglia bersenandung lagi, Nyonya Peruvian yang berada di dekatnya melihat kanan-kiri, sedangkan aku diam saja sambil mengatur napas.

Sejauh yang kutahu, jalanan benar-benar sepi dan panas sehingga tidak ada alasan kuat bagiku untuk menoleh ke sana kemari saat ini. Angin pun tidak ada yang berembus--mungkin Tuan Santa mengurung mereka karena sebelumnya sudah keluar terlebih dahulu sebelum waktu yang ditentukan.

"Tugas kita hanya mengantar kue ini saja kan, Nyonya?"

Nyonya Peruglia mengangguk. Membenarkan tanpa berbicara. Sepertinya dia juga sudah kelelahan hingga enggan untuk berbicara banyak. Hanya Nyonya Peruvian yang terlihat masih biasa-biasa saja kali ini--kecuali jika melihat poni di keningnya yang langsung ia singkap ke belakang karena dahinya kepanasan dan banyak peluh.

Hanya menaruh kue di tengah lapangan. Tidak ada yang susah dari hal itu. Paling-paling masalah yang akan kami rasakan adalah nanti ketika akan menurunkan kuenya dari gerobak.

Selebihnya tidak ada. Jika sudah selesai pun, kami tidak perlu berpuisi, berbicara di depan banyak orang, apalagi ikut menyembah naga itu.

Jalanan memang sepi, tapi ketika memasuki area alun-alun kota, baru kali ini aku melihat lautan penduduk yang paling besar selama dua belas tahun aku hidup. Blisshore ketika sedang melakukan pekan raya bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan ini.

Diam saja. Kelompok itu tidak bersuara sama sekali. Gerobak melaju dan suara rodanya yang menabrak kerikil terdengar nyaring di antara lautan makhluk dua dunia ini.

Kelompok ini belum berbaris--sepertinya seperti itu jika melihat betapa tidak teraturnya kondisi alun-alun kota saat ini. Gerobak beberapa kali menabrak kurcaci yang melompat-lompat tanpa suara--yang akhirnya mengumpat setelah disenggol gerobak cukup kuat, tapi menutup mulut lagi sedetik setelahnya.

Bagian tengah alun-alun benar-benar kosong dan sepertinya memang disiapkan sebagai tempat untuk menaruh kue spesial yang dipesan oleh walikota dan orang-orang penting di kota. Tujuan kue ini sudah sangat jelas: tengah alun-alun.

Di sisi alun-alun ada podium dari kotak kayu berjaring hitam. Mimbarnya dilapisi kain penutup putih yang kelihatannya mewah dan mahal. Belum ada orang yang berdiri di situ. Mungkin pembicaranya akan muncul setelah kue ini tiba di tengah alun-alun.

Tapi, aku benar-benar kesal saat mengantar kue ini. Hampir sama kesalnya dengan ketika melihat Nyonya Ruby, kucingnya Tuan Bargin Meath, kencing di dekat perapian tempo hari.

Kelompok ini tidak berbicara apa-apa, tapi adab mereka hilang bersamaan dengan suara. Tidak ada yang tidak berlenggak-lenggok seperti peraga busana kerajaan. Akibatnya, ada beberapa kurcaci yang kakinya terlindas roda.

"Nyonya, tidak apa-apa kita menyenggol orang-orang ini?" Aku bertanya ketika gerobak sudah menyenggol puluhan kurcaci dan membuyarkan barisan yang mereka buat seperti kawanan domba ketika dikejar anjing.

"Tidak apa, tidak apa." Nyonya Peruglia tetap menarik gerobaknya. Nyonya Peruvian juga sepertinya tidak terlalu peduli dengan orang-orang pendek itu. Mungkin jika ada kurcaci yang tergencet, mereka akan terus melajukan gerobak ini seperti tidak terjadi apa-apa.

Yang penting kuenya sampai. Masalah kurcaci yang teriak-teriak dan mencak-mencak sambil menghentak kaki urusan belakangan.

Ini adalah cara mengantar kue yang paling tidak etis. Makhluk-makhluk yang ada di sana berdesak-desakkan dari tadi.
Beberapa goblin terlihat hampir tersungkur ke dalam gerobak dan jika mereka menyenggol kuenya sedikit saja, aku tidak tahu nasib perayaan ini akan jadi seperti apa nantinya.

Gerobak akhirnya sampai di tengah alun-alun setelah lama berjuang di jalur yang bersampingan dengan tembok-tembok manusia. Nyonya Peruglia cepat-cepat menaiki gerobak, disusul dengan Nyonya Peruvian yang ikut naik setelahnya.

Aku dimandat untuk tetap berada di bawah, sebagai penerima kue setelah dioper dari tangan Nyonya Peruvian. Aku bersiap sambil memasang kuda-kuda seperti akan bergulat dan main piting dengan seorang ogre--padahal tugasku tidak lebih dari memindahkan kue.

Kuenya tidak jatuh. Masih baik-baik saja bahkan ketika sudah ditaruh di tengah alun-alun. Yang rusak mungkin tulang, otot, dan persendian di lenganku saja.

"Tidak apa-apa begini?" Nyonya Peruvian berbisik ke arah Nyonya Peruglia. Atasannya itu mengangguk saja dan membalas bahwa posisinya sudah benar seperti itu.

Kami bertiga cepat-cepat kembali sambil membawa gerobak yang sudah selesai digunakan. Keluar cepat dari kumpulan orang-orang ini menjadi keputusan yang bagus di waktu-waktu seperti saat ini.

"Setelah ini lari ke toko, mengerti?"

Ketika sudah keluar dan agak jauh dari area alun-alun, Nyonya Peruglia berpesan kepada bawahannya. Wajah tuanya sudah kelelahan karena selama satu jam terakhir digunakan untuk mendorong gerobak dan berlari-lari di sekitar alun-alun. "Aku tidak akan ikut," tambahnya.

"Kenapa, Nyonya."

"Aku salah satu bagian dari kelompok ini. Sudah, sana cepat pergi!"

Tbc.

Scallian : The City of Cloud [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang