Sepenting, seberbobot, dan sebagus apapun pertanyaan Annabeth, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menjawab balik ucapan gadis itu barusan. Kutinggalkan Annabeth untuk memikirkan sendiri jawaban dari pertanyaannya itu dan berpura-pura tidak peduli serta menganggap bahwa hal tersebut hanya kebetulan serta tidak perlu dibesar-besarkan lagi--yang mana sebenarnya semua kejadian yang berkaitan dengan Nyonya Rugh dan si petani bawang, dua orang dewasa dari Blisshore, yang bisa naik ke Scallian, seratus persen tidak normal sama sekali dari segala sisi.
Tapi, bisa apa aku untuk menjawabnya? Bekerja sebagai penjaga gerbang saja baru dua hari, bagaimana pula aku bisa mengetahui seluk-beluk pagar berkarat dan dua puluh mil padang rumput bersalju yang ada di depannya itu?
Aih.
Setelah berkata bahwa aku tidak peduli, Annabeth malah terlihat tidak percaya dan terus memburuku dengan pertanyaan yang sama tiga kali--lagi.
Gadis itu sepertinya ingin sekali melihatku kesusahan.
Sial.
"Tidakkah hal tersebut aneh, Arthur?"
"Tidak."
Annabeth bertanya lagi. "Bagaimana bisa mereka naik ke tempat ini? Maksudku, tidak ada tangga, tali, apalagi batu melayang yang bisa menerbangkan orang-orang itu ke Scallian. Lagi pula, aku yakin kalau kota ini bukan seperti tempat tinggal raksasa yang tumbuh di atas sebuah pohon kacang ajaib."
"Ini Scallian. Tidak ada yang tidak mungkin. Kehadiran tiga patung di belakangmu yang bisa bergerak setiap jam tujuh pagi saja sudah lebih aneh dari menumbuhkan kacang yang batangnya bisa menembus awan."
Annabeth mendengkus sekilas, mengangguk, lalu entah bagaimana caranya bisa tiba-tiba setuju dengan ucapanku. "Benar juga. Aku pernah mendengar desas-desus kalau seorang botani dari kota sebelah memiliki tanaman kacang yang batangnya hampir setinggi pohon cemara."
"Hah?"
"Nyonya Laysen yang mengatakannya kepadaku dan gadis-gadis lain tempo hari. Bisa saja orang itu menumbuhkan tanaman yang sama tingginya dengan letak kota ini, merahasiakannya dari pemerintah kota, lalu membangun sebuah peradaban baru di puncaknya."
Ah, benar. Tentu saja Annabeth tahu lebih banyak dibandingku. Gadis-gadis panti lebih sering diajak Nyonya Penjaga Panti berjalan-jalan ke pasar dibandingkan dengan anak laki-laki--kami lebih sering diperintahkan untuk membantu mengurus kebun labu. Kalau diajak ke kota pun, kami tidak akan pernah ditinggalkan di tempat itu lebih dari dua jam tanpa pengawasan.
Tidak adil, tapi baiklah.
Annabeth berhenti sebentar untuk mengambil napas. Tiap kali mulutnya terbuka, bibirnya seperti membeku dan bisa pecah jika disentuh sedikit saja. "Tapi, kau tahu sendiri, Arthur. Kota kita selalu terbelakang. Peralatannya saja yang canggih--kecuali untuk gerobak kudanya. Orang-orang dari kota lain sudah banyak yang menggunakan sepeda roda satu, sedangkan kota kita masih setia dengan gerobak lapuk yang tiap kali berjalan, rodanya selalu memekakkan telinga itu ...."
".... Orang itu tidak berani datang ke kota kita karena bisa-bisa disangka melakukan sihir. Andai saja walikota cepat sadar bahwa di zaman seperti sekarang ini tidak ada lagi sihir, aku yakin ahli botani dari kota sebelah itu bisa menjadi tontonan yang menarik bagi anak panti dan seisi kota."
"Apa hubungannya dengan Scallian?"
"Tidak ada."
Hahaha.
Tentu saja. Bukan Annabeth namanya kalau kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak segila seperti barusan. Aku malah jadi bingung sendiri kenapa aku mau-mau saja mendengarkan penjelasannya barusan. Tidak salah, tapi juga tidak benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scallian : The City of Cloud [END✓]
FantasySelamat datang di Scallian! Di sini, kami memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pelancong--atau penyintas yang memasuki kota ini sepertimu. Kota ini bukan milikmu atau nenek moyangmu. Jadi, jangan terlalu penasaran mengenai seluk b...