Scene terakhir...
"Pantas atau tidaknya, kau belum bisa mengetahui itu tanpa bertemu Hana. Hadapi kakaknya dulu sebelum orangtuanya" memang ajaib. Perkataan Hoseok selalu tepat.
Sebelum Jungkook benar-benar keluar. Yoongi memanggilnya kembali.
"Kook, yakin akan menyerah?"
So, enjoy it~
(Sambil dengarkan Paper Hearts -JK atau Your Eyes Tell)
____________________________"Tentu, kalau Hasa yang meminta" jawab Jungkook sekilas. Dirinya juga tidak tau harus menjawab apa. Seketika merasa tidak pantas untuk gadis itu. Namun di sisi lain, Jungkook benci menyerah atas apa yang telah ia mulai dan jalani.
Pun setelah mengatakan itu. Jungkook buru-buru keluar. Salah satu tujuannya adalah Han Hana. Bisa dibilang kali ini Jungkook mengalami rasa gugup yang bukan main anehnya. Dulu, saat akan melaksanakan meeting di luar negeri dengan klien penting, dirinya tidak pernah gugup apalagi takut. Dan sekarang, ia merasakan semuanya. Bersamaan. Rasanya seperti ditekan oleh beribu-ribu ton massa di setiap inci tubuh. Jungkook lemas.
Mercedes itu tetap membelah malam pekat dengan begitu hening. Mungkin hening di dalam namun sedikit bising dari luar. Jungkook mengigit bibirnya. Bukan kebiasaan, tapi memang reflek. Mengingat gadis itu juga suka sekali mengigit bibir. Seolah-
-Jungkook tidak bisa melakukan itu untuknya. Lampu merah. Mobil berhenti walau sepi. Menaati peraturan adalah bagian dari disiplin yang dijunjung Jungkook, tidak hanya di kantor saja. Pria itu mengambil botol minum yang tersedia di samping. Isinya bukan air mineral, melainkan kopi dingin. Awalnya hangat. Hanya saja pengaruh pendingin mobil yang menghempaskan panas.
"Oh!"
Pria itu mengambil ponselnya yang berbunyi. Rassnya tadi tidak mendengar apa-apa. Ternyata sudah ada lima panggilan dari orang yang sama. Park Jimin.
"Apa?" tanya Jungkook datar. Matanya masih menatap detik-detik lampu merah yang terus berkurang.
'Kesempatanmu, mungkin hanya malam ini. Gunakan sebaik mungkin. Kalau tidak-'
Kening Jungkook berkerut
'Taehyung saja yang bersama Hasa. Sahabat sejak diriku masih bocah ingusan ini. Pria gentle yang tidak hobi lari atas masalahnya. Mengertikan, Jungkook?.'
Setelah mengatakan itu. Jimin tertawa dan sambungan terputus. Mobil Mercedes itu berbelok ke arah kiri. Sebelum keluar. Jungkook lebih dulu mengambil nafas tenang. Gugup bukanlah ciri khas dirinya ketika dalam keadaan seperti ini.
Maka dengan sedikit porsi rasa keyakinan. Jungkook mulai berlari ke arah lift dan mempersiapkan jawaban terbaik. Rasanya seperti mau meminang cucu presiden Korea Selatan. Pria itu tertawa pelan. Setelah sampai di lantai yang dituju. Jungkook buru-buru berjalan ke arah pintu apertment Hana. Mengetuk dan memencet bel. Tidak lama, sosok berumur tidak jauh darinya itu terlihat di balik pintu.
"Masuk."
Pun kaki Jungkook melangkah ke dalam. Suara pintu tertutup membuat Jungkook menelan air liur. Ia melihat gadis itu duduk di sofa ruang tengah. Lalu Jungkook memposisikan dirinya di seberang kakak Hasa itu.
"Jungkook."
"Ya, Noona?"
"Waktumu sepuluh menit. Lalu ku berikan waktu menelepon adikku. Persetujuanku akan semakin kuat jika adikku menerimamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SIR ✓
Fanfiction[ Be wise: Mature Content] Seharusnya posisiku hanya duduk di kursi milik kakakku, Han Hana. Mengerjakan tugasnya lalu mengatur jadwal si boss 'membosankan' yang sering dia ceritakan padaku. Boss yang kuno, jauh dari kata, fashionable. Tapi, hari p...