Sudah menjadi kebiasaan bagi Alrich untuk menghabiskan weekend di rumah bersama keluarga. Mengingat sekarang ia hanya tinggal berdua dengan Bunda nya, maka dari itu ia selalu berusaha agar memiki quality time bersama Bundanya itu.
"Morning, Bunda,"sapa Alrich lalu memeluk sang Bunda.
Tania tersenyum gemas melihat kebiasaan putra semata wayangnya yang tak pernah berubah sejak dulu.
"Morning, Sayang," ucap nya sambil mengecup pipi Alrich. Ia mengedarkan pandangannya ke segala sudut rumahnya. Lalu tersenyum sendu.
"Akhirnya setelah sekian lama kita bisa balik lagi kerumah ini. Rumah yang menyimpan banyak kenangan kita juga bersama Ayah. Ga kerasa ya, Ayah udah 9 tahun ninggalin kita."
Melihat perubahan raut wajah Bunda nya membuat Alrich menjadi sedikit khawatir.
"Bunda gapapa?" tanya nya.Tania tersenyum.
"Bunda gapapa, Sayang. Bunda hanya mengenang kenangan kita bersama Ayah, karna cuma itu yang bisa mengobati rasa rindu kita ke Ayah. Lagi pula, Bunda udah ikhlas kok. Bunda nyesel dulu terlalu larut dalam kesedihan Bunda sampe - sampe ga mikirin kamu yang masih butuh banget perhatian Bunda. Maafin Bunda ya.""Bunda, kok ngomong nya gitu? Alrich ngerti kok kehilangan orang yang kita cintai itu pasti menyakitkan banget. Dan wajar aja kalau Bunda sedih banget waktu itu. Bukan hanya bunda, Alrich juga sangat terluka waktu itu. Tapi sekarang Alrich bersyukur Bunda udah bisa lewatin itu semua dan kita bisa balik lagi ke sin," ucap Alrich semakin memeluk erat Tania.
"Yang udah berlalu biarlan berlalu Bun, Alrich yakin Ayah udah tenang di sana. Dan sekarang kita harus mulai awal yang baru ya Bun, Ayah pasti bahagia ngeliat kita bisa bahagia juga," sambungnya.
Tania menitikan air mata haru lalu tersenyum penuh arti. Putranya sudah tumbuh dewasa sekarang.
"Iya, Al kamu bener. Oh, iya gimana sekolah baru kamu?" ucap Tania mengganti topik."Ada satu hal yang menarik, Bun. Jadi ada satu cewek, dia tuh dingin banget. Tapi gatau kenapa Alrich bisa ngeliat banyak luka dari tatapannya itu bun. Kalo bunda liat dia pasti gemes banget, cebol, matanya bulet, terus muka nya sangar Bun. Tapi bukannya keliatan serem malah menurut Alrich imut banget," jelas Alrich sambil terkekeh.
"Kapan-kapan kenalin ke Bunda dong. Bunda pengen tau gadis mana yang udah buat anak Bunda ini jatuh cinta," ucap tania.
"Gimana bisa kenalin ke Bunda, kenalan sama Alrich aja dia gamau Bun," jawab Alrich sendu.
"Ya, kamu harus berusaha dong Sayang." ucap Tania menyemangati Putranya.
"Kamu hari ini ga kemana mana kan? Mending ikut Bunda yuk!" sambungnya lalu menarik tangan Alrich.
***
"Key, maafin gue dong," pinta Bianca yang sedari tadi tidak mendapat respon dari Nara.
"Key, jangan diem aja dong" sambungnya. Pagi-pagi benar Bianca sudah berada di rumah Nara lantaran pesan dan panggilan yang tak mendapat respon.
"Iya, Bi gapapa. Lagian lo juga ga salah kok. Gue juga ga marah sama lo. Kemaren itu gue cuma badmood aja karna gue jadi keinget kejadian itu lagi," ujar Nara. Ia tidak tega melihat Bianca yang terus meminta maaf padanya.
Bianca paham betul bagaimana perasaan Nara, ia sudah menjalin persahabatan dengannya sejak SMP. Dari dulu Nara selalu menarik diri, tidak pernah berbaur dengan teman yang lainnya. Bianca yang saat itu menjadi teman sebangku Nara, ia tulus ingin berteman dengan Nara. Awalnya Nara juga bersikap dingin pada Bianca, namun perlahan ia bisa merasakan ketulusan Bianca. Lalu sejak itu mereka mulai bersahabat, Nara mulai terbuka pada Bianca. Bianca tahu betul setiap derita yang sahabatnya pikul itu. Tentang keluarga nya juga tentang masa lalu nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG [Segera Terbit]
Ficção AdolescenteBUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA:) (Completed) "Tuhan mengizinkan kita untuk merasakan luka, tetapi Ia juga akan memberikan penawarnya." Ada pada ketidakadaan. Sepi di tengah keramaian. Bagaimana jika kita di tempatkan dalam keadaan tersebut? T...