🎧 Hadapi Dengan Senyuman-Dewa 19 (cover) by Hanin Dhiya
"Meski menyakitkan, kebenarannya tidak akan pernah bisa di ubah."
Happy Reading!!
***
"PLAK!"
Ini bukanlah tamparan pertama yang Nara dapatkan hari ini. Dan ya, untuk kesekian kalinya ia kembali tersentak.
Nara segera bergegas menuju rumah sakit begitu mendapatkan telepon bahwa adiknya sudah berada di sana. Ia bertanya-tanya dalam hatinya siapa yang telah menyelamatkan Irene? Siapa pun itu Nara akan sangat berterimakasi kepada orang tersebut. Nara merasa sangat gugup, ia tahu betul resiko apa yang harus ia hadapi. Mungkin bisa di bilang hidupnya berada di ujung tanduk sekarang. Dan benar saja, baru saja ia menginjakkan kakinya di tempat itu Nara sudah harus menerima kemarahan Agatha.
"BENAR-BENAR ANAK TIDAK TAHU KAMU! KAMU PIKIR KAMU ITU SIAPA HAH?! KAMU MAU MEMBUNUH ANAK SAYA KARENA DENDAM KAN?! JAWAB!" bentak Agatha.
Bagas burusaha menahan istrinya agak tidak hilang kendali. Namun kemarahan Agatha sudah memuncak, bakhkan Bagas sampai kualahan menghadapi isterinya itu.
"Ma, cukup. Ini di rumah sakit, tolong kendalikan emosi kamu." Bagas mencoba berbisik dengan lembut agar tak semakin menyulut emosi isterinya. Namun bukannya tenang, Agatha justru semakin geram dibuatnya.
"Kalau sampai terjadi sesuatu pada Irene, jangan harap kamu bisa memanggilku Mama lagi!"
Nara segera berlutut di hadapan Mamanya sambil menangis sesegukan. Semuanya memang salahnya. Tidak seharusnya ia ceroboh, mungkin sekarang sudah tidak ada tempat lagi baginya di keluarganya itu.
"Ma, Nara minta maaf. Ini semua memang salah Nara Ma, Mama bisa hukum Nara semau Mama. Tapi tolong jangan benci Nara Ma, Nara mohon."
Agatha berdesis tajam mendengar ucapan Putri sulungnya itu. Ia melepaskan diri dari cekraman Nara lalu menarik rambutnya dengan keras.
"MA, CUKUP! KAMU SUDAH KETERLALUAN!" bentak Bagas yang sudak sangat frustasi menghadapi keluarganya itu.
"Lebih baik kamu hindari Mama dulu Nara. Papa akan coba buat tenangin Mama," bisik Bagas seraya melepas cengkraman Agatha pada rambut Nara.
Nara mengangguk lemah lalu segera berlari menjauhi kedua orangtuanya. Nara terus menagis sesegukan, ia sangat kacau. Ia menyesal karena tidak mempertimbangkan keputusannya dengan baik. Sekarang nyawa Irene terancam, kedua orangtuanya semakin membenci dirinya. Semuanya hancur, rasanya ia ingin mati saja sekarang.
"Bodoh! Lo bodoh banget Nara, bodoh!" rutuk Nara pada dirinya sendiri.
Drrtt ... Drrtt ... Drrtt ...
Nara tersentak mendapati ponselnya yang bergetar.
"Teror lagi?" tebak Nara muak. Ia terkekeh karena tebakannya sangat tepat.
Unknown number
Wow! Permainanya sudah dimulai. Bagaimana, kau menikmatinya bukan? Ah, coba datangi kembali orangtuamu ada kejutan besar yang telah aku siapkan khusus untukmu!
Nara kembali teringat ucapan Irene sebelum tenggelan di danau. "Apakah ini Irene?" Nara menggeleng cepet. Bagaimana bisa ia menuduh adiknya yang sedang terbaring lemah di brankar? Bahkan ia sangat yakin bahwa dirinya mungkin yang sudah salah paham terhadap adiknya itu.
Tak mau semakin di rundung rasa penasaran, Nara segera berlari kembali menuju tempat dimana orangtuanya berada. Nara bisa melihat dari kejauhan bahwa kedua orangtuanya sedang berdebat. Ia semakin mendekat untuk dapat mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG [Segera Terbit]
Novela JuvenilBUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA:) (Completed) "Tuhan mengizinkan kita untuk merasakan luka, tetapi Ia juga akan memberikan penawarnya." Ada pada ketidakadaan. Sepi di tengah keramaian. Bagaimana jika kita di tempatkan dalam keadaan tersebut? T...