"Ku mohon kali ini saja, percaya padaku. Serahkan semua beban yang kau pikul, biarkan aku yang menanggungnya."
-Alrich Kiano-
Happy Reading!!
***
"Jadi, ternyata cewek yang kamu taksir itu Keynara Al?" tanya Tania yang sedikit kaget.
Alrich menganggukkan kepalanya bangga. Bangaimana tidak, cowok manapun pasti akan merasa bangga jika bisa mengambil hati Nara yang lembut namun tertutupi oleh benteng esnya.
"Ya, pantes aja dia gamau sama kamu, Al. Orang Nara bibit unggul gitu, mana mau sama kamu yang amburadul," ucap Tania sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya, tapi kan sekarang Nara udah mau Bun. Bunda ini ngejelekkin anak sendiri niat banget," jawab Alrich sewot.
"Coba inget-inget, tadi kamu bilangnya Nara mau kasih kesempatan buat kamu kan? Perlu di garis bawahi baru memberi kesempatan jadi, belum di terima dong."
"Bunda mah buat Alrich jadi ngedown," dengusnya.
Tania tertawa puas berhasil membuat putranya kesal. Ia lantas berdiri lalu membisikkan sesuatu sebelum meninggalkan Alrich di kamarnya.
"Inget ya, jangan terlalu berharap kalo belum pasti, nanti jadi sadboy."
Alrich hanya melongo melihat sambil mengusap dadanya sabar.
***
Mengingat Nara membuat Alrich merindukan gadis itu. Ia lantas mengambil ponselnya lalu mengirimkan sebuah gambar pada Nara. Karena tak kunjung mendapat balasan, Alrich pun memutuskan untuk menelponnya. Senyumnya mengembang begitu panggilannya terhubung pada Nara.
"Tuh kan, kamu kangen sama aku."
"Ih siapa bilang?"
"Ini buktinya kamu nelpon aku."
"Kamu yang nelpon, Al."
Alrich terkekeh mendengar nada biacara Nara yang sedikit kesal. Andai saja sekarang gadis itu sedang bersamanya, Alrich pasti sudah mencubit pipi chubby itu.
"Kamu jangan ngadi-ngadi, Key."
"Eh iya, usernameku jangan diganti loh Key, awas aja."
"Username alay gitu."
"Kamu lagi ngapain, Key?"
Alrich mengerutkan keningnya begitu menyadari Nara tak lagi menyahuti obrolan mereka. Ia kembali mengecek layar handphonenya untuk memastikan panggilan Nara masih tersambung.
"Halo, Key. Kamu masih disana kan?"
Tidak ada sahutan apapun. Namun tiba-tiba Alrich mendengar Nara yang berteriak.
"Pergi! Pergi dari sini saya mohon pergi!"
"Sialan!" Alrich mengumpat kasar begitu teringat Nara hanya dirumah bersama Mbok Yem. Firasatnya sangat tidak enak, ia segera melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata menuju rumah Nara.
Selama di perjalanan Alrich tak henti-hentinya merapalkan doa, semoga gadisnya akan baik-baik saja. Begitu sampai di rumah Nara, keningnya dibuat kembali berkerut. Kenapa hanya lampu rumah Nara yang padam? Dan ini, kenapa pintunya terbuka seperti ini?
Alrich segera berlari menuju lantai dua karena mendengar teriakan yang ia yakini adalah suara Nara.
"Bangsat! Dikunci," umpat Alrich yang mendapati pintu kamar Nara yang terkunci dari dalam. Ia segera mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/233017588-288-k469491.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG [Segera Terbit]
Fiksi RemajaBUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA:) (Completed) "Tuhan mengizinkan kita untuk merasakan luka, tetapi Ia juga akan memberikan penawarnya." Ada pada ketidakadaan. Sepi di tengah keramaian. Bagaimana jika kita di tempatkan dalam keadaan tersebut? T...