Setelah sampai di sekolah, semua mata langsung tertuju pada Hauri. Itu karena dia sudah tidak sekolah selama berbulan-bulan. Dirinya bagaikan putri tidur yang telah bangun dari kutukan. Terlebih lagi Hauri memang populer sebelumnya. Jadi biasa menjadi pusat perhatian.
Alasan lain dirinya menjadi pusat perhatian saat ini karena dia datang bersama Alskara, si Most Wanted Brawijaya. Menyadari kehadiran Alskara yang membawa pengaruh besar, Hauri pun mengusir Alskara. Menyuruh cowok itu jalan duluan. Alskara justru senang dengan keinginan Hauri tersebut.
Kini Hauri sedang berjongkok di bawah anak tangga. Dia memang tidak mau jalan bareng Alskara, tapi dia juga tidak ingin menuju kelas seorang diri. Hauri benci menjadi pusat perhatian. Oleh karenanya Hauri menunggu Siya. Kebetulan juga Siya satu kelas dengannya, kan?
"Hauri, lo ngapain jongkok di sono?" Siya mengerutkan kening. Tidak habis pikir apa yang dilakukan Hauri di bawah anak tangga.
Hauri menoleh. Dia tersenyum senang. Langsung keluar dari persembunyiannya. "Siya lo udah dateng? Gua nunggu lo dari tadi!"
"Nunggu di kolong anak tangga?"
Hauri mengangguk semangat. "Ayo kita ke kelas sobat." Hauri memeluk lengan Siya, menuntun Siya mengikuti langkahnya.
Saat berjalan di sepanjang lorong banyak murid yang terus menatap ke arah Hauri. Mereka seperti tidak percaya bisa melihat Hauri lagi. Oh, tentu saja, Hauri belum mati, hanya AFK sebentar.
"Gua benci tatapan mereka." gumam Hauri yang terus berusaha tersenyum.
"Karena itu lo lebih milih nunggu gua?"
"Iya."
"Kenapa nggak bareng Alskara?"
"Ogah. Dia adalah orang pertama yang ingin gua jauhin. Gara-gara dia gua jadi antagonis!" Hauri memanyunkan bibirnya.
"Alskara juga nyebelin. Tadi gua berangkat bareng dia. Dia nyebelin! Gua tau gua dulu emang jahat. Tapi dia keterlaluan!" Hauri jadi teringat kejadian di rumahnya tadi.
"Kayaknya bakal susah buat lo ngejauhin Alskara."
"Kenapa?"
Siya mengehentikan langkahnya tepat di depan pintu kelas yang terbuka. Dia menatap prihatin keadaan kelas. Kemudian menoleh ke Hauri dengan raut wajah yang menggambarkan turut berduka cita.
"Karena itu." Siya menunjuk ke dalam kelas.
Hauri meluruskan kepalanya. Dia terkejut melihat Alskara sedang duduk di bangku. Cowok itu mendengarkan musik dengan headset. "Gua lupa kalo dia sekelas sama gua." Hauri ingin menangis darah rasanya.
"Dan sebangku sama lo."
"Hah?"
"Gua bukannya udah cerita kalo kalian sebangku?"
"NGGAK!" teriak Hauri sampai membuat murid-murid di kelas menoleh ke arahnya, kecuali Alskara yang tidak memperdulikannya. Hauri langsung berbatuk kecil. Merasa malu. "Lagi kenapa gua bisa sebangku sama dia?" Hauri masih tidak terima.
"Ya karena itu keinginan lo sendiri. Lo nyogok guru biar bisa sebangku sama Alskara." Siya tersenyum, bahkan menjulurkan lidah meledek. Lalu melangkah masuk ke dalam kelas membiarkan Hauri yang masih membeku.
"Pasti gua udah gila." Hauri memukul kepalanya yang sudah korslet ini.
Mau tidak mau. Meski tidak bersemangat Hauri menghampiri bangku kosong di samping Alskara. Baru saja tadi pagi cowok itu mengatakan sesuatu yang kejam padanya. Sekarang dia harus satu bangku dengan cowok itu? Bisa rusak hati Hauri karena akan mendengar kata-kata menyakitkan Alskara setiap hari.
"Tas lo minggirin." Hauri berdiri di dekat Alskara. Menunggu tas Alskara menyingkir dari bangkunya. Apa ini cara halus Alskara untuk mengusirnya? Bikin kesal.
"Nggak mau berangkat bareng gua, nggak mau jalan ke kelas bareng gua. Gua pikir nggak mau duduk bareng juga."
Hauri bersumpah ingin sekali menusuk mulut Alskara. Cowok itu makan apa sih sampai bisa punya mulut pedas seperti cabe? Dan tatapan dingin Alskara sangat mengganggunya.
"Emang nggak mau." balas Hauri, menahan emosi.
Alskara menyingkirkan tasnya dari bangku Hauri. "Apa ini trik lo biar gua diomelin nyokap gua?" sindir Alskara tanpa menoleh.
Hauri tidak menjawab. Kenapa di mata Alskara Hauri selalu salah? Kenapa Alskara selalu berpikir kalau Hauri senang Alskara dimarahi kedua orang tuanya? Kenapa Alskara tidak mengerti kalau Hauri tidak tahu apa-apa tentang kejahatannya di masa lalu? Seharusnya Alskara berhenti menyamakan dirinya yang dulu dengan sekarang.
"Nanti pulang bareng." ujar Alskara tiba-tiba. "Itu amanat dari ortu gua dan ortu lo." lanjutnya, memperjelas agar Hauri tidak kepedean.
"Nggak!" jawab Hauri cepat. Menatap kesal Alskara.
"Lo pikir gua mau?"
Hauri menarik napas dalam-dalam. Memejamkan mata dan mengelus dada. Sabar Hauri, yang sabar. Yang sabar kalau menghadapi iblis seperti Alskara.
-ANTAGONIS-
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)
Teen Fiction*SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU ONLINE* ( JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA. SETELAH BACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN KRITIKNYA. MAKASIH) *Mulai dari 5 Agustus 2020 Rank 1 in #change tgl 15/9-2020 Rank 1 in #broken heart tgl 29/9-20...