"Siyaaaa lepasin tangan guaaaa." Hauri berusaha menahan kedua kakinya agar tidak terus keseret. Namun kenapa Siya sangat kuat? Tubuh Hauri terus mengikuti langkah Siya yang masuk ke dalam tongkrongan Ziver.
"Lo harus anterin gua balikin hp Nevan."
Setelah berhasil membawa paksa Hauri masuk ke tongkrongan Ziver, Siya langsung melepaskan sahabatnya itu. Tidak perlu takut Hauri akan kabur. Karena sekarang Hauri tidak berniat kemana-mana. Dia kehabisan tenaga setelah berusaha menahan tarikan Siya. Hauri tidak menyangka Siya sangat kuat.
Namun sepertinya tidak ada orang di tongkrongan. Sepi dan hening. Apa anggota Ziver sedang berpergian? Bagus juga. Hauri tidak perlu bertemu dengan Alskara.
Sosok menakutkan Alskara di belakang sekolah belum bisa Hauri lupakan. Sekalipun Liam bilang Alskara tidak akan menyakitinya, tapi Hauri masih tetap merasa takut. Dia harus menyelamatkan diri dari Alskara. Begitu lah yang dipikirkan Hauri.
"Kenapa hp Nevan bisa ada di lo?" lelah juga kalau harus berdiri. Jadi Hauri memutuskan duduk di bangku kayu yang ada di tongkrongan.
"Dia nitip sama gua tadi." Siya ikut duduk di samping Hauri.
"Kenapa nitip sama lo?"
"Karena gua pacarnya."
"Hah?" demi apapun Hauri sangat shock sampai rasanya dia ingin muntah darah.
"Bukannya gua udah cerita, ya?"
"Belum!"
Siya tertawa kecil sembari menggaruk tekuk lehernya. "Gua udah bilang sebelum lo amnesia. Tapi lupa bilang setelah lo amnesia."
Hauri melototi Siya tanpa bisa berkata-kata. Ingin sekali mengacak rambut Siya sakin kesalnya.
Suara berisik knalpot motor bersaut-sautan di depan tongkrongan. Hauri dan Siya langsung berdiri begitu melihat anggota Ziver sudah kembali.
Hauri tidak bisa melepaskan tatapannya dari cowok yang baru saja turun dari motor dan melangkah masuk ke tongkrongan itu.
Kakinya mendukung hati untuk menghampiri cowok itu. Sama sekali tidak mau berkompromi dengan otak yang menyuruhnya pergi dari sini. Hauri berjalan dengan pandangan yang hanya menatap ke arah Alskara. Anggota Ziver yang lainnya hanya dia lewati. Hauri juga tidak mendengar suara anggota Ziver yang menyapanya. Dia hanya ingin menghampiri Alskara.
Kedua kakinya baru mau berhenti tepat di depan Alskara yang sedang menatapnya datar. Tatapan yang selalu membuat Hauri terluka setiap melihatnya. "Lo baik-baik aja? Kenapa....lo terluka? Lo berantem?" suara Hauri bergemetar.
Sang ketua Ziver memang terluka memar di wajahnya. Rambutnya berantakan, begitupun seragam sekolahnya yang dibalut jaket hitam. Bukan hanya Alskara yang terluka. Anggota Ziver lainnya juga terluka. Pasti terjadi pertarungan antar geng. Anehnya, hanya Alskara yang terlihat terluka di mata Hauri.
"Kenapa? Gua nggak butuh simpati dari lo."
Hauri membencinya. Suara rendah yang acuh dan tidak tertarik, serta tatapan dingin cowok itu. Alskara selalu memperlakukan Hauri seperti orang asing atau orang jahat yang harus dibalas perbuatannya. Padahal Hauri tulus menanyakan keadaan Alskara. Sekarang terlihat, kan siapa yang jahat? Yang jahat bukan dirinya yang amnesia, tapi Alskara.
Hauri menyesal sudah membuka mulutnya. Menyesal sudah bertanya pada cowok dingin di depannya. Perasaan cemas yang dirasakannya saat ini pasti perasaan milik Hauri yang dulu. Sungguh malang Hauri yang dulu, mencemaskan cowok yang sangat membencinya.
"Nggak!" Hauri tidak akan kalah. Dia bukan Hauri yang dulu. Dia adalah new Hauri yang tidak mencintai Alskara. Dengan sorot mata yang berani dan suara meninggi Hauri berusaha mengintimidasi Alskara. "Buat apa gua perduli sama lo? Lo siapa bagi gua? Gua justru senang lo terluka. Harusnya sekalian aja kedua kaki lo patah." akhirnya Hauri bisa bersikap tegas dan jahat. Dia harus kuat, jangan lemah di depan Alskara.
Alskara dan semua orang yang mendengar perkataan Hauri terkejut. Hauri sangat berbeda dengan Hauri yang dulu. Siya juga sempat terkejut, tapi setelahnya dia tersenyum. Dia senang akhirnya sahabatnya bisa lepas dari cinta bertepuk sebelah tangan.
"Siya gua pulang! Gua muak ada di sini!" Hauri sengaja menyenggol bahu Alskara. Niatnya biar terlihat kuat dan pemberani. Tapi justru ia menahan sakit karena bahu Alskara cukup keras.
Menjaga jarak dengan Alskara memang perlu. Sama saja seperti dia menjaga hati agar tidak terluka. Hauri akan berusaha untuk tidak pernah menginjakkan kaki di tongkrongan Ziver lagi. Tidak akan pernah.
"Alskara!"
Hauri berhenti di tengah jalan ketika Aina berlari melewatinya sambil memanggil Alskara. Aina sama sekali tidak menyadari keberadaan Hauri karena hanya melihat ke arah Alskara. Angin yang sempat mengikuti Aina menerpa Hauri hingga mengibarkan rambutnya. Angin yang membawa perasaan aneh di hatinya.
"Aina?"
"Alskara? Kamu baik-baik aja? Kenapa kamu terluka? Kamu berantem lagi? Kenapa harus selalu berantem?" Aina memegang kedua pipi Alskara. Bola matanya berkaca-kaca, menatap cemas Alskara.
"Aina kalo kamu nanya sebanyak itu aku jadi bingung harus jawab yang mana?" Alskara terkekeh. Gemes dengan kekasihnya ini.
"Apa kamu baik-baik aja?" tanya Aina, menahan tangis.
"Aku baik-baik aja." Alskara mengelus pucuk kepala Aina.
Kemudian surakan dan siulan pecah di tongkrongan Ziver. Anggota geng Ziver menggoda ketua mereka yang sedang bermesraan. Aina yang digodain satu tongkrongan langsung tersipu malu dan Alskara merasa gemes melihat kekasihnya yang malu-malu.
Sedangkan Hauri berdiri jauh dari mereka. Menatap dalam diam. Benar-benar seperti cerita dalam novel. Sang petarung yang babak belur dihampiri sang kekasih. Kemarahan dan rasa sakit yang dirasakan sang petarung hilang melihat kecemasan kekasih tercintanya. Dan pemeran tambahan di sekitar mereka hanya bisa menatap iri. Termasuk Hauri yang merasakan perasaan aneh di dadanya.
-ANTAGONIS-
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)
Teenfikce*SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU ONLINE* ( JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA. SETELAH BACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN KRITIKNYA. MAKASIH) *Mulai dari 5 Agustus 2020 Rank 1 in #change tgl 15/9-2020 Rank 1 in #broken heart tgl 29/9-20...