13-Sang Heroin

198K 27.3K 7.4K
                                    

Alskara Banyu Mahaprana. Siapa yang tidak mengenalnya? Ketua geng Ziver, penguasa Brawijaya dan si cerdas kesayangan guru. Nakal tapi berotak dan beragama. Tiga kata yang menggambarkan sosok Alskara. Sifatnya yang cuek dan dingin menambah karisma yang membuatnya menjadi idola para gadis.

Setiap kali Alskara melangkah. Anggota Ziver akan berjalan mengawal. Liam, Gibson dan Nevan berjalan di belakang sang ketua. Kemudian anggota lainnya di belakang ketiga sahabat dekat Alskara. Mereka berjalan seperti sesuai urutan pangkat dalam geng Ziver.

Semua mata menatap ke arah yang sama dan heboh saat anggota Ziver berjalan masuk ke dalam kantin. Sang ketua berjalan memimpin dengan tampilan bak model cat walk. Gadis-gadis di kantin histeris memanggil nama Alskara.

Namun Alskara menutup kuping mengabaikan gadis-gadis yang memanggilnya. Sorot mata Alskara yang tajam hanya menatap lurus ke depan. Bibir yang kaku itu mulai melukiskan sebuah senyuman indah. Dan sorot mata yang dingin menghangat saat melihat satu gadis yang sedang mengobrol dengan temannya.

Gadis itu tertawa lepas. Tidak sadar jika sang penguasa Brawijaya mengamatinya. Senyuman indah gadis itu begitu menular. Alskara menjadi gelisah jika orang lain melihat senyuman gadis itu dan akan jatuh cinta pada gadisnya.

Gadis itu adalah sang heroin. Aina Wayan Mehrunisa. Gadis cantik berwajah polos dan berambut panjang. Gadis cerdas yang terlahir dari keluarga biasa. Gadis lembut dan sangat baik. Gadis kesayangan Alskara.

"Jangan kebanyakan senyum." Alskara berdiri di belakang Aina dan menutup mulut gadis itu.

Aina menoleh, menurunkan tangan Alskara dari mulutnya. "Kamu, ya? Emang kenapa kalo aku banyak senyum?"

"Nanti cowok lain jadi candu sama senyum kamu yang manis."

Fela dan Jiran, sahabat dekat Aina yang duduk di depan gadis itu tersenyum gemes melihat sepasang kekasih itu.

"Sejak kapan ketua geng jadi tukang gombal gini?" tanya Aina memanyunkan bibirnya.

"Sejak kenal kamu aku jadi kayak Dilan." Alskara mengacak gemes rambut Aina.

Hauri menopang dagu dengan sorot mata tidak lepas dari Alskara dan Aina. Sepasang kekasih itu memang terkenal sebagai pasangan yang lucu dan so sweet. Aina membuat iri gadis-gadis di Brawijaya. Gadis beruntung yang bisa mendapatkan hati sang penguasa Brawijaya.

Lihat saja sekarang, banyak pasang mata memperhatikan Alskara dan Aina. Mereka hanya menjadi penonton. Sama halnya dengan Hauri.

"Benar-benar kayak dunia Wattpat. Wah, gila kayak dunia fiksi banget." ujar Hauri yang berdecak kagum.

"Lo cemburu?" tanya Siya yang ikut mengamati adegan romantis ala couple Wattpat.

"Gua ini cuma penonton kisah mereka yang uwu kayak couple Wattpat. Silau banget gua ngeliat mereka." Hauri menutup kedua matanya yang silau melihat sang male lead dan heroin.

Siya mencolek Hauri beberapa kali. "Hauri, Hauri!"

Hauri menurunkan tangannya. "Kenapa sih?" tanyanya heran melihat Siya yang gugup seperti ketahuan nyontek.

"Alskara jalan ke arah kita."

"Hah?"

"Alskara jalan ke arah kita." Siya memberi kode lewat tatapan mata.

Hauri meluruskan pandangannya. Ternyata benar. Alskara memang berjalan ke arahnya dengan wajah dingin khas miliknya. Dia berjalan sendiri tanpa anak buahnya. Dia juga meninggalkan sang kekasih yang sedang mengobrol dengan anggota Ziver lainnya.

"Mau ngapain dia nyamperin gua?" Hauri menunduk, pura-pura minum.

"Karena lo bagian dari cerita Wattpat. Lo itu karakter antagonis." ledek Siya.

"I'm not antagonis. Gua ini pemeran tambahan yang cuma lewat sekali atau bagian tepuk tangan doang." gumam Hauri bisik-bisik agar tidak didengar yang lainnya.

"Hauri!" panggil Alskara yang sudah berdiri di dekat Hauri.

Tubuh Hauri menegang. Bulu kuduknya berdiri. Suara cowok itu ibarat raungan serigala di malam hari. Terdengar horor. Lagi untuk apa coba pemeran utama menghampiri antagonis seperti dirinya? Harusnya Alskara tetap di dekat Aina dan mengabaikan Hauri yang ingin menurunkan karakternya dari antagonis menjadi karakter tambahan numpang lewat.

"Di makan malam nanti lo mau pakai baju warna apa?"

"Hah?" Hauri langsung menatap Alskara. "Ngapain lo nanya-nanya warna baju gua?" tanyanya sewot.

Alskara berdecak kesal. "Lo yang selalu minta baju kita harus samaan setiap makan malam keluarga. Biar kita terlihat serasi di depan ortu kita. Itu yang lo mau."

"Nggak perlu! Nggak perlu samaan! Gua nggak sudi samaan warna baju sama lo!" kesal Hauri.

"Bagus. Karena gua ngerasa pakai baju warna samaan itu norak. Bagus kalo selera lo udah nggak menjijikan lagi." Hauri mengerang seperti kucing betina yang ingin mencakar Alskara. "Dan jangan pernah fitnah ngadu ke ortu kita kalo gua nggak mau pakai baju yang sama kayak lo." Alskara menatap dingin Hauri. Kemudian beranjak pergi menuju tempat sang kekasihnya lagi.

"Sialan! Sialan! Siapa juga yang mau samaan baju sama lo?!" Hauri meremas botol minum.

"Biasanya lo emang suka pakai baju couple sama Alskara." saut Siya.

"Itu dulu! Sekarang ogah! Lihat aja gua dateng pake piyama!"

Hauri belum bisa melepas karakter antagonis karena dia belum menemukan celah cara menjauh dari Alskara. Padahal Hauri hanya ingin hidup tenang. Hanya ingin menjadi penonton yang menyaksikan male lead dan heroin dari jauh.


-ANTAGONIS-

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang