59-Pemandangan Pantai

181K 26.3K 4.6K
                                    

Novel INA sudah tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online.

Ini kisah yang garis besarnya tentang karma. Yang disakiti, akan disakiti.

Tanggal merah selama tiga hari dimanfaatkan keluarga Alskara dan Hauri untuk berlibur bersama ke pantai di daerah Sukabumi. Mereka menyewa penginapan dekat pantai. Dari sepanjang perjalanan hingga sampai ke hotel tak ada pembicaraan antara Hauri dan Alskara. Keduanya saling diam, menyibukkan diri masing-masing.

Bukan berarti Hauri menjaga jarak. Ia hanya tidak tahu harus berbicara apa pada Alskara. Tidak ada bahan obrolan yang bisa disampaikan. Begitupun Alskara, ia hanya mengobrol biasa. Sekedar basa-basi. Tidak lebih.

Malam ini mereka mengadakan acara bakar-bakar. Bakar jagung, sosis dan ayam. Yang cowok-cowok bagian memanggang, sedangkan yang cewek menyiapkan bumbu.

Setelah selesai bakar-bakar. Mereka mengadakan acara berdansa di halaman yang membentangkan keindahan pantai di malam hari. Ditemani oleh api unggun dan musik yang romantis.

Hauri dan Alskara tidak mengambil bagian. Mereka berdua hanya duduk menyaksikan kedua orang tua mereka berdansa dengan romantis layaknya anak muda.

Alskara bersandar malas pada bangku kayu. Ia memperhatikan Hauri dari samping. Cewek itu tertawa heboh sambil bertepuk tangan. Tanpa sadar tawa Hauri membuat Alskara tersenyum.

"Lo tau apa yang gua pikirin saat lihat lo ketawa kayak gitu?" Alskara menyungingkan bibirnya.

Hauri menoleh, mendelik mundur ke belakang menjauh dari Alskara. "Lo nggak mikir untuk nyium gua, kan?" Alskara terkekeh mendengar jawaban Hauri. "Gua bukan Aina." lanjutnya.

Alskara merapatkan bibirnya, langsung diam. Ia mendongak menatap langit yang bertaburan bintang. "Kenapa lo selalu bawa-bawa Aina?"

"Karena dia pacar lo."

"Iya dia pacar gua." Alskara tersenyum kecil.

Ini aneh. Hauri yang membahas soal Aina duluan, tapi ia yang merasa sedih. Apalagi mendengar Alskara mengakui Aina sebagai pacarnya.

"Lo beneran berpikir pengen nyium gua?" tanya Hauri yang baru sadar dengan pembahasan sebelumnya. Ia menatap Alskara terkejut dan tidak percaya.

Alskara terkekeh. "Lo berharap gua mikir kayak gitu?" tanyanya menggoda Hauri. "Otak lo parah juga mikirin kayak begitu."

"Enak aja!" bantah Hauri. "Gua cuma nebak aja dari ekspresi muka lo!" Hauri jadi sewot disangka cewek mesum.

"Gua cuma berpikir. Bintangnya indah." Alskara mendongak menatap langit, begitupun Hauri yang ikutan menatap langit. "Cantik banget. Tapi jauh." kata Alskara lagi.

Hauri meluruskan kepalanya, menatap Alskara yang masih mendongak. Alskara benar. Bintang memang cantik, tapi jauh. Seperti Alskara.

"Kalian berdua cuma duduk aja? Nggak mau dansa juga?" tanya Hanum.

Alskara dan Hauri saling pandang, kemudian Alskara berceletuk. "Nggak deh om. Hauri payah soal dansa. Nanti kaki aku sakit."

Hauri menganga mendengar perkataan Alskara. Tanpa dosa Alskara mengangkat satu alisnya dengan senyuman manis. Sedangkan kedua orang tua mereka tertawa.

"Hauri kasian kakinya Alskara. Lain kali kamu harus latihan dansa." goda Hanum.

"Gua bisa dansa tau!" Hauri memukul lengan Alskara.

Alskara mendekati Hauri. "Lupa sebanyak apa lo injek kaki gua pas pesta ultah? Mau gua kasih lihat kaki gua yang bengkak?" bisik Alskara.

"Nanti gua latihan!" Hauri mendorong sebal tubuh Alskara agar menjauh darinya.

"Besok." ujar Alskara, membuat Hauri yang ngambek menoleh lagi. "Ikut gua jalan di pantai, sore. Gua mau perlihatkan sesuatu."


-antagonis-


Sore hari dimana langit berwarna orens dan orang-orang mulai berpergian dari pantai. Hauri dan Alskara berjalan berduaan di sepanjang pinggir pantai tanpa percakapan. Keduanya sama-sama hanyut oleh pikiran masing-masing.

"Dulu kita sering jalan-jalan ke pantai kayak gini." Alskara membuka suaranya.

"Gua yang minta lo untuk jalan-jalan bareng gua?" tebak Hauri, meringis prihatin kepada Alskara yang menghadapi keburukan dirinya di masa lalu.

"Iya. Pakai cara paksaan."

Hauri tertawa, malu dengan dirinya sendiri. "Sekarang lo nggak perlu khawatir. Gua nggak akan maksa lo lagi kayak dulu."

Alskara meluruskan pandangannya. Sedikit kecewa mendengar perkataan Hauri. "Kita emang nggak bisa kembali ke masa lalu."

"Iya. Karena nggak ada mesin waktu." Hauri berusaha mengajak bercanda.

Alskara cuma tersenyum singkat. "Lo tau sama teori dunia paralel? Diri lo yang berada di kehidupan masa lalu dan diri lo di dunia lain."

"Iya, gua tau teorinya."

Alskara menghentikan langkahnya. Menatap lekat Hauri. "Gua emang nggak bisa kembali ke masa lalu karena nggak ada mesin waktu." Alskara sejenak menjeda perkataannya. "Tapi gua mau mengirim surat ke diri gua di masa lalu."

"Mengirim surat?" tanya Hauri bingung, tidak mengerti.

Alskara mengangguk. "Dalam surat yang gua kirim, gua bakal bilang sama diri gua dua tahun yang lalu untuk jangan pernah sengaja menjauh dari lo. Karena lo juga bisa menghilang oleh sikap diabaikan. Dan gua nggak mau diri gua di masa lalu menyesal." Alskara menarik napas sejenak. "Gua berharap ada kehidupan lain dimana gua dan lo bisa baik-baik aja." Alskara tersenyum.

Angin pantai menyerbu Hauri. Baru saja membangunkan Hauri dari lamunan. Memberi pertanda kalau dirinya tidak sedang bermimpi. Namun juga terasa tidak nyata. Hauri tidak mengerti kenapa Alskara mengatakan hal tersebut dengan raut wajah yang sedih dan menyesal.

"Sunset." kata Alskara, menatap takjub ke arah pantai.

Hauri melupakan sejenak perkataan Alskara yang ambigu tadi. Ia tatap pemandangan pantai yang sedang memperlihatkan penampilan terindahnya. Matahari sedang tenggelam oleh pergantian waktu.

Menakjubkan.

Senyuman Hauri tercetak sempurna. Jadi ini yang ingin Alskara perlihatkan padanya? Pemandangan pantai saat sore hari.

Sunset.


-ANTAGONIS-

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan spam komen yang sebanyak-banyaknya agar aku semangat. Gimana nih shipper Hauri Alskara? Masih bertahan?

Jangan lupa follow :

@palupiii07

@alskarabanyu

@aina.wayan

@imhaurii

@liam.aarav

@nevanoktavino

@siya.aprilia

@jiran.amanda

@gibson.jzn

@fela_murnia

Makasih❤️

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang