Novel INA sudah tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online.
Ini kisah yang garis besarnya tentang karma. Yang disakiti, akan disakiti.
Hauri tidak bisa berhenti tersenyum memandangi tas kecil tempat makannya. Di dalamnya ada nasi goreng yang ia buat khusus untuk Liam. Sebagai tanda terimakasihnya karena sudah membuatkan komik. Hauri memang suka dengan komik, entah sejak kapan. Dan Liam menggambar komik yang karakternya adalah Hauri.
Berbeda dengan Alskara. Dia duduk di atas motor sambil menatap jengah Hauri. Kesal melihat Hauri tersenyum. Bukan berarti Alskara benci senyum Hauri. Ia hanya tidak suka alasan di balik senyum manis gadis itu.
Alskara menatap sinis ke tempat makan yang dibawa Hauri. "Lo harus banget senyum-senyum sendiri cuma karena tempat makan itu?"
"Nasi goreng yang gua buat ini wangi banget aromanya. Khusus untuk Liam." Hauri terus tersenyum sumringah.
"Oh, itu isinya racun." Alskara memakai helm. "Hati-hati nanti anak orang mati."
Hauri melotot tidak terima sama ucapan Alskara. "Enak aja! Ini tuh nasi goreng!" bantahnya.
"Sejak kapan lo bisa masak?" Alskara miring ke samping untuk melihat rumah Hauri. "Lo nggak bakar dapur, kan?" tuduh Alskara.
"Gua tuh bisa masak, ya!!" pekik Hauri kesal.
"Iya, palingan sebelas dua belas sama racun tikus." sinis Alskara dengan wajah datar.
"Lo remehin nasi goreng buatan gua? Nasi goreng buatan gua itu enak!"
"Gua nggak tau enak apa nggaknya kalo gua belum nyobain." Alskara mengangkat bahu acuh. "Ah, tapi kalo gua makan takutnya sakit perut." Alskara mengusap perut dengan senyuman miring.
Hauri menggerutu kesal. Menahan diri untuk tidak berteriak. Ia membuka tas kecil, mengambil tempat makan dan membukanya. Lalu ia masukan sendok berisi nasi goreng ke mulut Alskara. Dengan cara memaksa sampai Alskara melotot terkejut.
"Gimana? Enak, kan?" Hauri menyeringai horor. Memaksa Alskara mengakui masakannya.
Alskara menutup mulutnya, berusaha menelan nasi goreng. "Lo nggak bisa yang lebih lembut lagi nyuapinnya? Cewek bukan sih?"
"Hah? Apa lo bilang?" Hauri langsung cengo dengan mata melotot. Kesal Alskara tidak mengakuinya sebagai cewek.
Alskara memegang tangan Hauri. Ia arahkan tangan Hauri menyendok nasi goreng, lalu menyuapi dirinya sendiri dengan lembut. Hauri cuma bisa menganga dengan apa yang dilakukan Alskara. Pasti ia berimajinasi melihat Alskara yang seperti ini.
"Lo....sakit? Nggak salah minum obat, kan?" tanya Hauri heran. Nyawanya masih di angan-angan.
"Gua cuma ajarin lo cara nyuapin yang benar dan lo ngatain gua sakit?" tanya Alskara datar.
"Lagi sikap lo aneh. Dan maaf aja gua bukan Aina yang bisa nyuapin lo dengan lemah lembut."
Alskara terdiam. Tidak membalas perkataan Hauri. Mungkin Hauri tidak sadar kalau Alskara mengerti setiap ekspresinya. Mengetahui kalau Hauri lagi sedih, senang, bete, marah, bosan atau malu.
Dan Alskara paling benci melihat ekspresi Hauri ketika menyebut nama Aina. Benci melihat ekspresi sedih di wajah Hauri. Makanya Alskara tidak mau membahas soal Aina ke Hauri.
"Mau diam sampai kapan? Ayo naik. Nanti telat." kata Alskara yang sudah duduk di atas motor.
"Iya." Hauri naik di belakang Alskara. "Nasgornya enak, kan?" tanya Hauri, masih mau meyakinkan Alskara kalau masakannya tidak seburuk yang ia pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)
Fiksi Remaja*SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU ONLINE* ( JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA. SETELAH BACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN KRITIKNYA. MAKASIH) *Mulai dari 5 Agustus 2020 Rank 1 in #change tgl 15/9-2020 Rank 1 in #broken heart tgl 29/9-20...